Ditindas dan dibully, itu tak berlaku untuk Cinderella satu ini. Namanya Lisa. Tinggal bersama ibu dan saudara tirinya, tak membuat Lisa menjadi lemah dan penakut. Berbanding terbalik dengan kisah hidup Cinderella di masa lalu, dia menjelma menjadi gadis bar-bar dan tak pernah takut melawan ketidakadilan yang dilakukan oleh keluarga tirinya.
***
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Anim_Goh, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panik
Hanum panik setelah mendapat pesan dari Richard. Dia yang sedang berada di tempat kerja, akhirnya memutuskan untuk pulang dengan alasan tidak enak badan. Kekasihnya sangat marah, dan semua itu terjadi gara-gara Lisa.
"Sakit salah, sehat juga jadi masalah. Maumu apa sebenarnya, Lis? Heran!" gerutu Hanum sambil menyetir mobil. Beruntung dia mempunyai bos yang pengertian. Jika tidak, hubungannya dengan Richard akan jadi taruhan. Pria itu mengancam jika mereka tak segera bertemu, maka semalam adalah hari terakhir kebersamaan mereka. "Aku tidak rela jika harus kehilangan pria seroyal Richard hanya karena kutu buku menjijikkan seperti Lisa. Sampai mati aku tidak akan rela!"
Tak berselang lama Hanum akhirnya sampai di rumah. Segera dia berteriak memanggil ibunya sambil berjalan menuju gudang. Ya, gudang. Tempat kotor yang menjadi kamar gadis bengal itu.
Braakkk
Dentuman pintu yang beradu dengan tembok membuat Lisa yang sedang meringkuk kedinginan menoleh. Wajahnya pucat dan tatapannya sendu. Suhu tubuhnya sangat tinggi. Entah berapa derajat, dia tak tahu. Yang jelas Lisa merasa seperti sedang berada di dalam oven. Panas, juga dingin.
"Bangun kau sialan! Gara-gara ulahmu, sekarang hubunganku berada di ujung tanduk. Bangun ku bilang!" teriak Hanum berapi-api. Sama sekali tak ada rasa iba menyaksikan Lisa tergolek lemah di atas tikar tipis yang bertumpuk dengan kardus bekas.
"Kau itu apa tidak bisa bicara yang pelan saja? Aku sedang sakit. Suaramu jadi terdengar seperti kaleng rombeng di telingaku," ucap Lisa jengah melihat Hanum tantrum. Entah kesalahan apalagi kali ini. Padahal sejak pagi dia tak bisa melakukan apa-apa. Jangankan melakukan pekerjaan seperti biasa, untuk bergerak saja Lisa sangat kepayahan.
"Jangan memancing amarahku, Lis. Ku pastikan kau tidak akan selamat jika masih tak bisa mengontrol mulutmu."
Arina yang mendengar ribut-ribut, segera keluar dari dalam kamar kemudian berjalan cepat menuju gudang. Sesampainya di sana dia langsung mengerutkan kening, heran karena Hanum ada di rumah.
"Ada apa ini? Apa yang sedang kalian ributkan?" tanya Arina. "Dan kau, Hanum. Bukankah sekarang belum waktunya kau pulang bekerja? Kenapa sudah ada di rumah?"
Hanum mendengus kasar saat ditanya seperti itu oleh ibunya. Sambil berkacak pinggang, dia menjelaskan alasan kenapa dia bisa pulang lebih awal.
"Gadis bengal ini membuat masalah untuk Richard, Bu. Gara-gara dia sekarang pekerjaannya jadi taruhan."
"Hah? Kenapa bisa? Maksudnya bagaimana?"
"Gara-gara dia membuat drama sedang sakit, Tuan Lionel menjadi murka dan mengancam akan memecat Richard jika dia tak segera datang ke kediaman keluarga Bellin." Hanum menunjuk Lisa sengit. "Aku benar-benar muak berurusan dengan gadis ini, Bu. Kenapa sih harus sakit di saat yang tidak tepat? Kalau beginikan kita juga yang ikut susah. Menyebalkan sekali!"
(Hah? Richard? Apa jangan-jangan dia orang yang sama yang bekerja pada Nyonya Kinara? Pantaslah aku merasa familiar. Ternyata dia adalah kekasih dari nenek sihir ini)
Lisa diam menonton Hanum yang sedang tantrum. Kalau sedang tidak sakit, dia pasti sudah mengejeknya sejak tadi. Sayang sekali tubuh Lisa sangat lemah, jadi dia tak punya tenaga untuk mengompori wanita jahat tersebut.
"Bu, Richard sudah hampir sampai. Apa yang harus ku katakan padanya jika menanyakan tentang Lisa?" bisik Hanum sembari menunjukkan chat dari Richard. Dia panik, bingung bagaimana harus mencari alasan.
"Bilang saja tidak tahu." Arina santai memberi saran. "Katakan pada Richard kalau temanmu juga tidak tahu ke mana Lisa pergi. Beres."
"Tidak semudah itu, Bu. Richard bilang Tuan Lionel dan Nyonya Kinara mengancamnya jika tak bisa membawa Lisa ke rumah itu, maka dia tidak akan pernah bisa mendapatkan pekerjaan di kota ini lagi. Itu artinya kita akan kehilangan lahan uang jika Richard sampai dipecat. Bagaimana sih."
Kedua alis Arina saling bertaut begitu mendengar penuturan Hanum. Sampai seperti itu mereka mengancam Richard? Pandangan Arina kemudian tertuju pada Lisa.
(Apa yang sudah dilakukan gadis ini sampai keluarga Bellin begitu ingin bertemu dengannya? Ini tidak baik. Bagaimana jika seandainya Tuan Lionel menyukai Lisa? Bisa kacau rencanaku untuk menjodohkan Hanum dengannya)
"Kasihan ya Tuan Richard. Ternyata selama ini dia hanya dijadikan ladang uang oleh kalian," ucap Lisa sudah tak kaget dengan kelakuan kedua penyihir tersebut.
"Tutup mulutmu, Lis. Kau tidak punya hak ikut campur dalam urusan kami!" sergah Arina kaget mendengar ucapan Lisa barusan. Dia tak menyangka kalau gadis ini mendengar apa yang Hanum katakan.
"Memang tidak punya hak, tapi aku tidak tuli. Salah siapa membicarakan hal penting di hadapanku. Sudah tahu serakah, ceroboh pula. Huh."
"Kau .... "
Tin tin
Suara klakson mobil menghentikan Arina yang ingin memberi pelajaran pada Lisa.
"Bu, bagaimana ini? Apa yang harus ku katakan pada Richard?" tanya Hanum semakin panik.
"Kau keluarlah dan temui dia. Nanti Ibu akan membantu mencarikan alasan yang tepat. Cepat keluar. Jangan membuatnya curiga," jawab Arina ikut panik. Tangannya bergerak memijit pinggiran kepala. Pusing.
"Tapi nanti kalau dia menanyakan tentang Lisa bagaimana? Aku harus menjawab apa?"
"Alihkan pembicaraan kalian sampai Ibu datang. Sudah sana."
Hanum terpaksa menemui Richard seorang diri. Melihat hal itu pun Lisa jadi berkeinginan untuk muncul di depan Tuan Richard. Dengan begitu dia bisa membongkar kedok ibu dan saudari tirinya yang mengatakan kalau dia berasal dari tempat penyalur tenaga kerja.
"Mau sampai kapan Ibu berada di kamarku? Aku ingin istirahat. Setidaknya jika tidak mendapat jatah makan, aku bisa mendapat waktu untuk istirahat sebentar."
"Siapa kau berani memerintahku?" tandas Arina sambil menatap datar pada Lisa.
"Aku?" Lisa terkekeh. Wajah pucatnya tak bisa menyembunyikan rasa tergelitik ketika statusnya di rumah ini dipertanyakan. "Jelas-jelas aku adalah pemilik sah dari bangunan yang ku tinggali sekarang. Kenapa masih bertanya? Apa perlu aku memasang papan nama di keningku agar Ibu tidak lupa siapa aku, hm?"
Jawaban Lisa membuat Arina mati kutu. Usianya baru enam belas tahun, tapi sudah terlalu pandai berkata-kata. Arina jadi khawatir ke depannya akan menemukan kendala besar dalam mengalihkan aset milik mendiang suaminya menjadi atas namanya. Walau tak sekolah tinggi, Arina akui kalau Lisa tumbuh menjadi gadis yang sangat pintar. Dan hal ini sangat patut untuk dicurigai.
"Duh, susah ya bicara dengan orang tuli," Lisa memejamkan mata saat kepalanya tiba-tiba berdenyut. Dia benar-benar membutuhkan istirahat sekarang.
"Semakin lama dibiarkan kau semakin kurang ajar saja ya, Lis," ucap Arina sembari meraih ember pengepel yang berada di belakang pintu.
"Mau menyiksaku lagi?" tanta Lisa. "Tidak takut aku akan berteriak dan meminta tolong pada Tuan Richard?"
"Dia tak sesenggang itu membuang waktu hanya untuk mengurus tikus got sepertimu."
"Oya? Jika memang aku setidakpenting itu, lantas kenapa tadi Hanum sangat takut jika ditanya tentang aku oleh Tuan Richard? Yakin Ibu tidak takut ketahuan telah menganiaya anak di bawah umur hingga mengalami demam?"
Kalimat panjang yang sanggup membuat darah mendidih. Arina diam tak berkutik dan gagang pengepel pun masih ada di tangan. Dia ragu untuk mengayunkan benda tersebut.
***
Apa kau adalah saudara tirinya Lionel?
lisa adalah definisi pasrah yang sebenernya. udah gk takut mati lagi gara2 idup sengsara