SEQUEL BURN WITH YOU
Declan Antony Zinov dituduh membunuh keluarga angkatnya yang kaya raya demi sebuah warisan. Tapi semua itu tidak terbukti sehingga pria itu menjalankan bisnis keluarganya dan menjadikan Declan pria kaya raya dan juga ditakuti karena sikapnya yang kejam.
Lucyanna Queen Nikolai merupakan cucu seorang mafia yang sudah lama menaruh hati pada Declan karena telah menyelamatkan nyawanya saat kecil. Ia sering mencari tahu berita tentang pria pujaannya itu dan berniat melamar kerja di perusahaan milik Declan.
Setelah bertahun-tahun lamanya, Declan dipertemukan kembali dengan gadis yang pernah ia selamatkan. Tapi melihat bagaimana wanita itu terang-terangan menyukainya membuat Declan bersikap kasar agar Lucy tidak lagi mendekatinya.
Tapi, ketika Lucy tertembak karena berusaha melindunginya. Barulah Declan menyadari betapa berartinya Lucy di kehidupannya selama ini.
#Cerita ini lanjutan dari cerita Burn With You dimana masa kecil mereka ada di Bab akhir. Selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Athaya Putri, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 15
''Panas, ini terlalu panas. Tolong aku. Haus, aku haus''
''Declan. Declan. Bangunlah. Apa kau baik-baik saja?" Lucy mencoba membangunkan Declan dan merasakan tubuh pria itu panas.
Declan membuka matanya dan melihat wajah Lucy yang cemas. "Kau? Mengapa kau bisa berada dirumahku?"
"Aku sengaja datang lebih dulu menemuimu. Aku tidak ingin kau menjemputku ke rumah. Karena Daddy dan Kakekku sedang berada di rumah." jawab Lucy kemudian meraba kening Declan. "Apa kau demam? Sebaiknya kita menunda untuk berbelanja hari ini."
Declan bangkit berdiri dan membuka tirai jendelanya. "Aku baik-baik saja, tubuhku memang sering seperti ini saat bangun tidur. Kau tunggulah di luar, aku akan mandi dan bersiap-siap."
"Baiklah." Jawab Lucy sembari membuka pintu kamar Declan dan keluar.
Lucy memperhatikan rumah Declan yang beberapa barangnya masih tertutup kain. Rumah ini luas tapi sangat sepi. Apa dia baik-baik saja tinggal sendirian, batin Lucy. Berbeda dengan suasana rumah miliknya yang selalu ramai dengan suara sang kakek yang menggelegar dan juga teriakan mommy.
Wangi parfum Declan yang tercium ketika pria itu mendekatinya. "Rumah ini sudah memiliki banyak perabotan, apa kau mau mengganti semuanya?"
"Hanya beberapa yang ingin ku ganti karena sudah terlalu tua. Aku ingin mengganti dengan yang lebih simple." Sahut Declan sembari mengambil kunci motornya dan keluar menuju pintu disusul oleh Lucy yang berjalan dibelakang tubuhnya.
"Dan satu lagi yang ingin aku tanyakan padamu. Bagaimana kau bisa masuk kedalam rumahku, Lucy? Declan bertanya ketika mencoba menutup pintu.
Lucy terdiam beberapa saat, kemudian tersenyum sembari mengedipkan sebelah matanya. "Aku memiliki kunci istimewa. Maafkan aku, Declan. Aku sudah mencoba membunyikan bel beberapa kali dan kau tidak keluar, jadi aku mengira sesuatu terjadi padamu."
"Apa kau juga diajari cara membobol oleh keluargamu?" Tanya Declan sembari mengeluarkan motornya yang berwarna hitam. Ia juga memasangkan helm dikepala Lucy dengan perlahan.
"Tentu saja. Untuk berjaga-jaga jika aku diculik dan dikurung disebuah tempat. Jadi aku bisa melarikan diri" Jawab Lucy. "Apakah kau tidak ingin menceritakan tentang mimpi burukmu barusan?
Declan menatap mata Lucy yang berubah warna ketika terkena sinar matahari. "Cantik"
"Apa"
"Bukan apa-apa. Sebaiknya kita pergi" ucap Declan sembari menarik sepeda motornya dengan Lucy berada dibelakang dan memeluknya.
"Aku sangat menyukai wangimu. Aku bisa menciumnya dari jarak jauh, dan bisa merasakan kedatanganmu." Sahut Lucy ketika mereka berhenti dilampu merah. "Apa kita akan langsung berbelanja?"
Declan menyentuh lengan Lucy yang melingkari pinggangnya dengan lembut. "Kita akan makan terlebih dahulu, aku sangat lapar karena melewatkan sarapan."
"Baiklah. Lagipula ini sudah hampir siang." Lucy berkata sembari tersenyum ketika merasakan sentuhan pria itu dilengannya.
Mereka terlihat seperti dua orang yang sedang berpacaran. beberapa orang yang berada di dekat mereka sesekali melirik kearah mereka berdua dan berbisik-bisik. Declan memiliki tubuh yang tinggi dan juga wajah yang tampan. Bersama dengannya yang memiliki postur tubuh mungil mungkin akan terlihat sedikit aneh bagi orang-orang.
"Apa kau juga suka udang?" tanya Lucy ketika mereka sudah berada disalah satu restoran yang sering didatangi Declan bersama orang tua angkatnya.
Declan mengupas kulitnya dan meletakkan dipiring Lucy. "Aku memesannya untukmu. Aku lihat hampir setiap hari kau membawa bekal yang ada udangnya dan kau tidak akan makan dikantin jika menunya bukan udang."
"Rupanya kau selama ini memperhatikanku disekolah? Apakah kau menyukaiku, Declan?" Lucy bertanya sembari memasukkan udang kedalam mulutnya. "Hmm.. Ini benar-benar sangat lezat. Rasanya berbeda dengan yang biasa aku makan."
"Kalau begitu kita akan sering makan disini"
...****************...
Beberapa jam kemudian.
"Benar-benar melelahkan." Lucy berkata sembari menyandarkan tubuhnya disandaran kursi dirumah Declan. "Aku ingin tidur. Kakiku sangat sakit karena mengikutimu berkeliling."
Declan berjongkok didepan Lucy dan memijat kaki wanita itu, membuat Lucy terkejut dengan sikapnya. "Kau tidak perlu melakukan itu."
"Istirahatlah. Aku akan menyiapkan sesuatu untuk kau makan. Terima kasih karena sudah menemaniku hari ini" Declan berkata sembari memijat kaki Lucy.
Declan kemudian menuju dapur ketika Lucy akhirnya tertidur dikursi sofa miliknya. Ia membongkar bahan-bahan makanan dan memilih beberapa makanan yang bisa ia masak dengan cepat. Karena terbiasa sendiri dan menyiapkan apapun sendirian membuat ia bisa melakukan segalanya sejak dulu. Ayah angkatnya sangat sibuk dan jarang berada dirumah, mereka juga tidak memiliki pelayan karena tidak terbiasa dengan kehadiran orang lain didekat mereka.
Sejak kematian ibu angkatnya, sikap ayahnya berubah dan menciptakan jarak diantara mereka. Ayahnya lebih banyak menghabiskan waktunya diperusahaan dan perjalanan bisnis. Declan akhirnya mengisi waktunya dengan belajar dan menutup dirinya. Baginya pernikahan hanyalah sebuah nama. Kasih sayang yang ia terima hanyalah sebuah formalitas untuk ditunjukkan kepada orang-orang agar mereka terkesan.
Ia juga baru mengetahui saat pengacara keluarganya membacakan warisan yang ia terima, dimana sang kakek mewariskan semua hartanya kepada orang tua angkatnya dengan syarat ia harus memiliki anak laki-laki. Itulah kenapa ia yang dari panti asuhan tiba-tiba menjadi anak orang kaya raya.
Setidaknya ia merasa tenang karena orang tua angkatnya tidak memiliki saudara atau keluarga yang harus berebut harta warisan dengan dirinya. Setelah menyelesaikan pendidikannya, ia bertekad untuk membangun bisnis dan membuktikan pada semua orang bahwa ia bisa melakukannya.
"Kau membuat apa?" Lucy bertanya dari balik punggung Declan dan merasakan dada wanita itu menyentuh punggungnya.
"Sesuatu yang bisa kita makan. Apa kau tidak masalah berada disini sampai sore hari?"
"Aku mengatakan sedang mengerjakan tugas di rumah Katie." Jawab Lucy sembari menyicipi rasanya. "Ini sangat enak, Dec. Aku tak menyangka kau bisa memasak. Apa kau bisa memasak udang asam manis?"
Declan membersihkan saus yang menempel dipipi Lucy dengan jemarinya. "Aku belum pernah mencobanya. Mungkin aku bisa belajar nanti."
"Beberapa bulan lagi kau akan lulus dan masuk universitas. Kau akan mengambil jurusan apa? Tanya Lucy ketika mereka sedang menyantap makanan.
"Bisnis dan juga hukum. Aku ingin mempelajari keduanya agar aku bisa menjalankan perusahaan yang ditinggalkan untukku." Jawab Declan. "Kau sendiri, bagaimana?
"Aku? Masih dua tahun lagi dan aku belum mengetahui apa yang ingin aku ambil. Meski kedua keluargaku mendukung apa yang aku pilih. Tapi aku merasa aku adalah satu-satunya harapan mereka untuk menjalankan bisnis keluarga. Yah, mungkin aku hanya harus mencari suami yang bisa menggantikan aku." Jawab Lucy sambil tertawa.
"Terlihat sangat sulit ketika lahir dengan kekayaan yang melimpah, bukan?" sambung Lucy lagi.
"Lebih sulit lagi jika kita terlahir tidak memiliki apapun." Jawab Declan.