Di usianya ke 32 tahun, Bagaskara baru merasakan jatuh cita untuk pertama kalinya dengan seorang gadis yang tak sengaja di temuinya didalam kereta.
Koper yang tertukar merupakan salah satu musibah yang membuat hubungan keduanya menjadi dekat.
Dukungan penuh keluarga dan orang terdekat membuat langkah Bagaskara untuk mengapai cinta pertamanya menjadi lebih mudah.
Permasalahan demi permasalahan yang muncul akibat kecemburuan para wanita yang tak rela Bagaskara dimiliki oleh wanita lain justru membuat hubungan cintanya semakin berkembang hingga satu kebenaran mengenai sosok keluarga yang selama ini disembunyikan oleh kekasihnya menjadi ancaman.
Keluarga sang kekasih sangat membenci seorang tentara, khususnya polisi sementara fakta yang ada kakek Bagaskara adalah pensiunan jenderal dan dirinya sendiri adalah seorang polisi.
Mampukah Bagaskara bertahan dalam badai cinta yang menerpanya dan mendapatkan restu...
Rasa nano-nano dalam cinta pertama tersaji dalam cerita ini.
HAPPY READING.....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon julieta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
CANGGUNG
Audry merasa canggung dengan sikap baik yang ditunjukkan oleh keluarga Bagaskara yang seperti menganggap jika dia adalah kekasih dari lelaki tersebut.
“Sepertinya ada kesalahpahaman disini. Tapi, bagaimana aku menjelaskannya ya...”, Audry tampak bergulat dengan pemikirannya saat ini.
Ingin menjelaskan jika mereka tak memiliki hubungan apapun dan hanya sekedar terhubung akibat salah mengambil koper nanti dianggap jika dia terlalu percaya diri.
Tapi jika dibiarkan maka kesalah pahaman ini pasti akan berlangsung lebih dalam lagi dan hal itu tak Audry inginkan.
Apalagi sikap Bagaskara yang cenderung datar dan dingin membuatnya semakin merasa tak enak hati.
Gladys yang melihat sikap sang anak yang terkesan dingin pun hanya bisa menatapnya tajam dan memberi isyarat agar Bagaskara menahan agar Audry tak langsung pergi.
Bagaskara melihat isyarat yang diberikan oleh maminya hanya bisa menghela nafas berat sebelum dia kembali bersuara yang membuat Audry semakin bingung dengan kondisi yang ada.
“Apakah bosmu lelaki ?”, semua orang langsung menatap tajam Bagaskara begitu lelaki itu membuka mulut.
Dari sekian pertanyaan yang bisa Bagaskara lontarkan, kenapa kalimat tersebut yang pria itu pilih hingga membuat semua orang merasa geram.
“Eh...iya. Maaf kenapa ya jika bos saya laki-laki ? ”, jawab Audry dengan wajah semakin bingung.
Bagaskara yang memang merasa tak nyaman dengan penampilan Audry yang menurutnya terlalu sexy tersebut menyuarakan isi hatinya.
“Lain kali jika pergi dengan bosmu, jangan memakai pakaian sexy seperti itu. Berbahaya...”, ucapan Bagaskara membuat semua orang kembali menghela nafas dalam sambil menatap lelaki itu geregetan.
Kenapa juga mulut Bagaskara setajam itu, jika seperti ini terus maka bisa dipastikan Audry akan lari ketakutan sebelum lelaki itu berhasil mendekatinya.
“Eh itu....”, Audry terlihat sedikit kikuk, bingung mau merespon apa atas ucapan Bagaskara yang seperti seorang pacar yang sedang cemburu.
Audry merasa semakin tak nyaman dengan situasi yang ada saat ini hingga diapun berniat pergi sebelum semuanya menjadi semakin aneh baginya.
Namun, belum juga niatnya terlaksana, seorang wanita tua berjalan mendekat hingga membuat atensi semua orang beralih kepadanya.
“Nyonya, ini kuenya sudah matang”, ucap bi Tina sopan.
Gladys merasa lega karena bik Tina datang tepat waktu sehingga diapun memiliki alasan untuk menahan agar Audry lebih lama berada dikediaman Purnomo.
“Ayo Audry, dimakan dulu kuenya. Martabak manis buatan bi Tina ini sangat enak lho, kamu pasti ketagihan dengan rasanya ”, ujar Gladys yang langsung menyodorkan sepiring martabak manis isi keju dan coklat kepadanya.
Melihat Audry hanya menatap piring didepannya dengan ragu, Gladys menautkan dua alisnya penasaran.
“Kamu alergi coklat...”, tanya Gladys yang dijawab gelengan kepala Audry.
“Atau kamu nggak suka keju....”, Galdys kembali bertanya dengan wajah sedikit khawatir, takut jika Audry tak menyukai keju sehingga dia bisa menyuruh bi Tina untuk menyediakan martabak manis tanpa keju.
“Saya pemakan segalanya tan...dan saya juga tak memiliki riwayat alergi terhadap makanan apapun. Tapi saya harus segera kembali karena sudah ditunggu oleh supir”, tolak Audry secara halus.
Gladys yang mendengar penjelasan Audry merasa lega karena gadis itu tadi terlihat ragu mengambil kue ditangannya karena mengkhawatirkan supirnya yang menunggu didepan.
“Tenang saja, supirmu sudah aku suruh pulang jadi kamu tak ada alasan menolak menikmati kue ini bersama tante”, ucap Gladys memaksa.
“Tapi tan...”, Galdys yang melihat jika Audry terus menolak pun segera merangkul bahunya dan membawa gadis yang sedari tadi berdiri dengan tatapan bingung tersebut duduk disofa.
“Kamu nggak usah bingung, nanti pulangnya biar diantar Bagas. Atau mungkin kamu mau menginap disini, tante pasti akan senang sekali jika Audry mau menginap”, ucapan Gladys heboh, membuat Audry tak tahu lagi harus menjawab apa karena dia masih bingung dengan kondisi yang ada.
Bagaskara yang melihat punggung mulus Audry terekpos sempurna mengeram marah karena tak mengira jika gadis itu akan memakai pakaian kekurangan bahan seperti itu.
“Brengsek! Bagaimana bisa dia memakai pakaian terbuka seperti itu”, batinnya emosi.
Vely yang melihat adiknya mengepalkan tangan penuh amarah hanya bisa menaikkan satu alisnya sambil mengikuti arah pandang Bagaskara.
“Jangan terlalu possesif jika tak ingin gadis itu lari sebelum kamu kejar”, bisik Veli penuh nada peringatan.
Bagaskara hanya mendengus kesal mendapat teguran dari sang kakak yang terus melotot kepadanya agar tak kembali bersuara yang membuat Audry semakin tak nyaman.
“Kenapa aku sangat kesal mengetahui jika dia pergi bersama bosnya ke pesta dengan pakaian seperti itu”, batinnya merasa sangat tak rela.
Bagaskara tak menyadari jika dalam hatinya mulai ada benih-benih cinta untuk Audry yang tampaknya akan tumbuh subur seiring berjalannya waktu.
***
Didalam kamar hotel X tampak seorang lelaki berusia empat puluh dua tahun sedang sibuk dengan ponselnya.
Lelaki berbadan tegap tersebut berdiri didepan kaca hotel dengan satu tangan dimasukkan ke saku celana dan satu tangannya memegang handphone yang ditempelkan ditelinganya.
“Apakah di divisi audit dan keuangan tak ada lagi orang yang kompeten sehingga melepas satu staff saja sangat sulit”, ucapnya mengeluh.
Jika saja divisi tersebut tak dipimpin oleh sang adik yang merupakan kesayangan orang tuanya mungkin tak akan sesulit ini bagi Melvin untuk memindahkan karyawannya kemanapun karena kuasa ada ditangannya.
Melvin yang tak mmau berkonfortasi langsung dengan sang adik sehingga memicu maminya ikut campur pun harus menggunakan tangan Maya untuk mencapai tujuannya.
“Aku tak mau tahu bagaimana caranya, yang jelas aku ingin Audry menjadi sekretarisku menggantikan posisi Alya”, ujarnya penuh penekanan dan langsung mematikan telepon secara sepihak, membuat Maya diseberang sana hanya bisa memijit cela diantara alisnya dengan kuat.
Adam sang suami yang melihat raut frustasi dwajah Maya pun segera datang menghampiri sambil memijit pundak wanita yang sangat dicintainya itu.
“Jika sudah tak kuat, lepaskanlah”, ucap Adam lembut.
“Tidak bisa pa...papa tahu kan kenapa aku bertahan dalam pekerjaan ini”, ujar Maya dengan nada sedikit tinggi.
Membina keluarga selama tujuh tahun tanpa kehadiran seorang anak membuat Maya sedikit tertekan.
Hanya pekerjaan inilah yang bisa membuatnya bisa berdiri dengan dagu terangkat di keluarga sang suami dan membuatnya sedikit dihargai disana.
Jika dia melepaskan pekerjaan ini hanya karena tak kuat dengan tekanan yang ada sementara belum ada tanda-tanda kehadiran seorang bayi dalam rahimnya, itu bukanlah suatu hal yang baik.
Tanpa anak dan pekerjaan akan menjadikan dirinya bulan-bulanan keluarga sang suami dan hal itu sama sekali tak pernah Maya inginkan.
Adam yang merasa telah menyinggung hati sang istri pun meminta maaf dan mencoba berdiskusi untuk bisa meringankan beban sang istri malam ini.
“Apakah putra mahkota kembali membuat ulah? ”, tanya Adam penasaran.
Karena selama ini hanya putra bungsu keluarga Handoyo, Axel Pradana Handoyolah yang terus membuat pusing Maya dengan semua tingkah polanya hingga dia kerap berurusan dengan ibu suri (panggilan untuk Mariana, mami dari Axel).
“Bukan. Tapi kali ini pak Melvin”, ujarnya sambil mendesah pelan.
Adam mengkerutkan keningnya sejenak mendengar nama bigbos istrinya itu disebut karena selama yang dia tahu meski ketegasannya terkesan kejam namun Melvin adalah bos yang sangat menghargai karyawannya yang mau bekerja keras, seperti sang istri.
“Ada apa dengan pak Melvin”, rasa penasaran dalam diri Adam tak bisa lagi untuk ditahan dan diapun menatap sang istri agar wanita tersebut menceritakan permasalahan yang sedang dihadapinya.
“Pak Melvin menginginkan Audry menjadi sekretarisnya. Sementara Audry adalah karyawan kesayangan pak Axel, jadi aku tak bisa memindahkannya begitu saja”, ujar Maya semakin frustasi.
Adam menggenggam tangan Maya untuk memberi kekuatan sambil mendengarkan semua cerita sang istri dengan sepenuh hati.
“Kali ini langkah yang aku ambil tampaknya telah salah. Tapi, hanya Audry yang bisa berbahasa Spanyol. Maka dari itu aku menugaskannya kesana”, Maya terlihat hampir menangis mengatakan hal tersebut membuat Adam langsung memeluknya dengan erat.
“Sekarang, mama istirahat dulu agar badan bisa fresh sehingga pikiran bisa jernih. Besok pagi, coba bicarakan baik-baik dengan pak Axel. Kalau papa tidak salah ingat, bukankah Audry adalah karyawan teladan dikantor. Beberkan semua prestasi yang Audry raih dalam pekerjaannya selama ini kepada pak Axel dan beri pengertian jika perpindahan ini secara tidak langsung bisa menaikkan posisi Audry. Apalagi dengan kepiawaiannya berbahasa asing akan bisa membantu perusahaan yang memang sedang melebarkan sayap di kancah internasional”, Adam terlihat memberikan pendapat dan pemikirannya kepada sang istri dengan harapan wanita yang dicintainya itu bisa tidur dengan nyenyak malam ini.
Maya yang merasa tercerahkan oleh ucapan sang suami pun merasa senang “Terimakasih mas. Tadi aku keburu stress sehingga tak bisa berpikir jernih lagi”, ungkapnya merasa lega.
“Kita ini sepasang suami istri yang saling melengkapi jadi sudah kewajibanku untuk membantumu apapun itu selama aku bisa”, ujar Adam merasa senang melihat sang istri sudah bisa ceria lagi.
“Sebagai imbalan, bagaimana kalau kita berolah raga malam agar esok pagi badan dan pikiran kita bisa fresh ”, ujar Adam sambil menaik turunkan alisnya nakal.
“Ish kamu mas, bisa aja cari kesempatan dalam kondisi seperti ini”, uajr Maya sambil mencubit pinggang sang suami dengan gemas.
“Semua karena kebutuhan sayang. Dan malam ini aku akan benar-benar membuatmu melupakan semuanya barang sejenak ”, ujarnya dan langsung mengangkat tubuh sang istri untuk dia bawa masuk kedalam kamar dan olah raga malam pun segera dimulai.