(Tahap Revisi)
Hani tidak punya pilihan lain selain menerima tawaran pekerjaan dari sahabatnya, yakni menjadi pelayan di sebuah Villa mewah. Namun nasib naas malah menimpanya di villa mewah itu.
"Katakan, siapa yang sudah menghamilimu?" seorang wanita paruh baya langsung melabraknya.
"Laki-laki yang burungnya mati suri" Hani mengatakannya dengan judesnya di depan semua orang.
Yuk simak kisahnya hanya di cerita Dihamili Tuan Impoten!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alif Irma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30
Keesokan harinya.....
Sinar mentari pagi tampak cerah hari ini setelah semalam terjadi hujan deras di sertai petir, seolah pagi ini membangkitkan semangat bagi penghuni bumi dan kembali diberikan sebuah anugerah yang tiada tara setelah terjadi badai yang memporak-porandakan bumi, terkhususnya kawasan kompleks Permadani.
Beberapa warga kompleks mulai melakukan aktivitas bersih-bersih di setiap pekarangan rumah masing-masing, karena begitu banyak dedaunan kering yang berserakan di halaman rumah mereka yang diakibatkan oleh hujan deras disertai angin dan petir semalam.
Sementara sosok wanita bergelar istri sultan yang tengah berbadan dua yang sempat-sempatnya akur gara-gara kejadian semalam masih bermalas-malasan di atas tempat tidur tanpa melakukan aktivitas yang dilakukan oleh para tetangga.
Hani menggeliat di atas tempat tidur hingga selimut yang menutupi tubuh polosnya mulai merosot kebawah dan memperlihatkan buah dadanya yang dipenuhi tanda keunguan bekas percintaannya semalam.
Udara dingin di pagi hari semakin membuat Hani betah di atas tempat tidur. Apalagi tubuhnya terasa pegal-pegal seperti habis melakukan kerja rodi semalam. Namun anehnya dia tidak lagi mengalami morning sickness di pagi hari.
Hani meraba-raba di sampingnya, namun dia tidak menemukan sosok yang dicarinya, lebih tepatnya pria bajingan penyandang gelar impoten yang sudah menghamilinya.
"Kemana dia?" gumam Hani dengan mata terpejam sambil memeluk erat gulingnya dan begitu malas untuk bangun.
Sementara sosok yang dicarinya sudah terlihat rapi pagi ini dengan setelan jas melekat sempurna di tubuh atletisnya, dimana sosok pria tampan itu sedang menenteng sebuah paper bag yang dibawa Bu Anne.
Ya, Hans sengaja menghubungi Bu Anne untuk datang menyiapkan sarapan di kediaman istrinya. Tidak hanya itu, Hans meminta kepala pelayan itu untuk menyiapkan gaun yang cocok untuk istrinya, pasalnya Hans ingin mengajak Hani jalan-jalan di luar sekaligus untuk menikmati momen kebersamaan mereka.
Hans membuka pintu kamar Hani tanpa mengetuk pintunya terlebih dahulu. Dia langsung saja masuk ke dalam kamar Hani dan mendapati sang istri masih tertidur pulas di atas tempat tidur.
"Ternyata dia belum bangun" ucap Hans tersenyum lalu meletakkan paper bag yang dibawahnya di atas meja kemudian mendekati Hani yang masih meringkuk di atas tempat tidur.
Hans tersenyum tipis melihat buah dada Hani tanpa kain penutup dan terlihat sangat menggoda pagi ini sampai-sampai membuatnya gerah.
"Hani, ayo bangun. Kamu harus sarapan" ucap Hans dengan penuh kasih sambil membelai lembut wajah cantik Hani.
Hani hanya mampu berpura-pura tidur tanpa menggubris ucapan Hans. Dia juga bingung harus bersikap seperti sedia kala atau berubah menjadi istri yang baik dan patuh idaman para suami. Tapi yang menjadi permasalahannya Hani masih membenci Hans dan belum bisa memaafkan perbuatannya. Jika dia bersikap baik otomatis Hans bajingan ngelunjak, pikirnya.
Hans merasa serba salah, di satu sisi dia tak tega membangunkan istrinya, namun di sisi lain ada calon bayinya yang butuh asupan dari sang ibu.
Hans menarik pelan selimut untuk menutupi bagian dada Hani, sedang tangan sebelahnya dengan penuh kasih sayang mengelus lembut perut Hani yang sudah terasa menonjol karena ia mampu merasakannya.
"Eemmm" Hani menggeliat merasakan tangan Hans meraba-raba perutnya. Baru juga pagi jangan bilang jika Hans ingin minta lagi seperti semalam, maka dia akan memberinya tendangan.
Hani langsung bangun dan mendorong tubuh Hans untuk menjauh darinya, sampai-sampai selimut yang menutupi tubuh polosnya merosot kebawah dan hanya menutupi mahkota berharganya.
"Keluar!" Mendadak sifat asli Hani kembali keluar dan siap beraksi melawan Hans.
Tingkahnya benar-benar mirip bunglon selalu berubah-ubah wujud, namun perbedaannya sifatnya lah yang selalu berubah-ubah di waktu tertentu, kadang baik, manja dan kadang pula seperti macan betina yang siap mengaum atau mencakar-cakar seluruh tubuh suami yang dibencinya.
"Pagi ini tak seindah semalam" gumam Hans sembari melirik kearah Hani lalu memutuskan keluar dari kamar Hani, dia tidak ingin berdebat pagi-pagi akan hal sepele.
"Semoga kamu menyukai hadiah kecilku dan jangan lupa pakai gaunnya" ucap Hans sebelum keluar dari kamar Hani. Sedang Hani melihat disekelilingnya mencari-cari sesuatu yang dimaksud oleh Hans.
"Hadiah kecil? mungkin itu yang dia maksud" ucap Hani tak sengaja pandangannya tertuju pada sebuah paper bag di atas meja.
Lalu Hani melilitkan selimut ditubuhnya dan bergegas turun dari tempat tidur. Hani hanya melihat paper bag itu tanpa menyentuhnya. Padahal dia begitu penasaran dengan isi dari paper bag tersebut.
"Nanti saja aku periksa isinya, sebaiknya aku mandi dulu" ucap Hani sambil menunjuk paper bag itu.
Sementara Hans sedang berada di dapur memantau pekerjaan Bu Anne dan dua pelayan wanita yang sengaja diutus dari kediamannya untuk menyiapkan makanan dan membersihkan rumah.
"Makanannya sudah siap tuan muda Hans" ucap Bu Anne dengan sopan.
"Terima kasih, Bu Anne. Setelah ini Bu Anne boleh pulang" ucap Hans berterima kasih. Dia tinggal menunggu Hani keluar kamar lalu mengajaknya sarapan bersama.
"Baik tuan muda" ucap Bu Anne lalu menemui dua pelayan wanita yakni Mira dan Mita yang sedang membersihkan pekarangan rumah istri dari majikannya.
Sementara itu, para tetangga tampak celingak-celinguk melihat sosok wanita cantik sedang membersihkan pekarangan rumah Bu Halimah, mereka sama sekali belum pernah melihat wanita cantik itu di kompleksnya.
"Siapa mereka?" tanya Ibu-ibu dengan sewotnya kepada tetangga sebelahnya.
"Mana saya tahu atau jangan-jangan mereka itu para pekerja di kediaman suami Hani" tebak salah satu ibu-ibu rekan gosipnya.
"Oh mungkin saja, kalian tahu kan suami Hani kaya raya" sahut ibu yang satunya sembari memegang sapu lidi.
"Betul Bu, saya sampai merinding datang di acara nikahannya. Beruntung sekali ya mbak Hani sweet dinikahi pria kaya, seandainya anak saya sama beruntungnya seperti mbak Hani sweet yang cantik dan baik. Sudah pasti saya akan terus memamerkannya di keluarga saya" ucap rekan gosipnya.
Para ibu-ibu berhenti bergosip saat melihat sosok wanita paruh baya menghampiri kedua wanita itu, dimana wanita paruh baya itu adalah Bu Anne.
"Karena pekerjaan kalian sudah selesai, sebaiknya kita berpamitan kepada tuan muda Hans" ucap Bu Anne memberitahu mereka.
"Baik Bu Anne" ucap mereka dengan kompaknya.
Bu Anne lalu menemui tuan mudanya dan tak sengaja mereka berpapasan dengan nona mudanya.
"Bu Anne, mbak Mita dan Mbak Mira" ucap Hani terkejut melihat mereka.
Sedangkan ketiga pelayan itu hanya mampu tersenyum.
"Aku yang menyuruh mereka datang untuk bersih-bersih" ucap Hans dengan entengnya.
"Benar nona. Kalau begitu saya permisi dulu tuan muda Hans" pamit Bu Anne, diikuti dua pelayan wanita itu.
Kini hanya Hani dan Hans berada di ruang makan. Mereka sarapan dengan penuh keheningan tanpa adanya obrolan yang sering dilakukan oleh pasangan suami istri.
"Apa kamu sudah melihat hadiahnya?" tanya Hans memulai pembicaraan.
"Tidak, aku tidak sedang ulang tahun, untuk apa kamu memberiku hadiah" ucap Hani dengan ketusnya.
"Itu hadiah untuk semalam" ucap Hans dengan ragu-ragu, membuat wajah Hani langsung memerah.
"Jadi setiap kali kamu meniduriku kamu akan memberiku hadiah hah?" tanya Hani dengan suara meninggi.
"Bukan begitu maksudku" ucap Hans lemah lembut.
"Lalu apa?" tanya Hani dengan ketusnya.
"Sebenarnya aku ingin mengajakmu jalan-jalan" ucap Hans dengan jujurnya.
"Jalan-jalan?"
"Ya, lebih tepatnya berkencan" sahut Hans membuat Hani menatap tajam kearahnya.
Bersambung....