NovelToon NovelToon
Loves Ghosts

Loves Ghosts

Status: sedang berlangsung
Genre:Romantis / Hantu
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: H_L

Rain, gadis paling gila yang pernah ada di dunia. Sulit membayangkan, bagaimana bisa ia mencintai hantu. Rain sadar, hal itu sangat aneh bahkan sangat gila. Namun, Rain tidak dapat menyangkal perasaannya.

Namun, ternyata ada sesuatu yang Rain lupakan. Sesuatu yang membuatnya harus melihat Ghio.

Lalu, apa fakta yang Rain lupakan? Dan, apakah perasaannya dapat dibenarkan? bisa kah Rain hidup bersama dengannya seperti hidup manusia pada umumnya?

Rain hanya bisa berharap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon H_L, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Jiwa dan Tubuh Ghio

"Kamu masih hidup, Ghio." 

Kata-kata itu terngiang-ngiang dalam pikiran Ghio sampai sekarang. Sungguh sebuah mujizat. Ia memiliki harapan untuk hidup kembali menjadi manusia sebenarnya.

Ghio tidak sabar menanti kepulangan Rain dari kampus. Sejak gadis itu berangkat kuliah, Ghio telah duduk menanti di teras. Ia tidak sabar melihat dirinya dan juga orang tuanya.

Rain memberitahu fakta lain semalam. Fakta tentang mamanya adalah seorang dokter yang juga bertugas merawat dirinya. Ghio senang bukan main.

Menunggu selama berjam-jam, tidak melunturkan semangat Ghio. Ia terus menatap ke arah gerbang, menanti Rain datang dengan motor kesayangannya.

Hingga matahari telah berada di puncak kepala, akhirnya orang yang ditunggu-tunggu telah datang. 

Ghio sontak berdiri dan berlari menghampiri Rain. 

Rain tersenyum lebar. "Kenapa kamu buru-buru?'

"Ayo pergi sekarang!" Kata Ghio.

Rain terkekeh. "Gak sabaran." Lantas, ia memutar motornya. 

Melihat motor Rain sudah berhenti, Ghio langsung naik ke motor. 

"Kita makan siang dulu," kata Rain sambil turun dari motornya.

Ghio mengerjap. Ia masih duduk di atas motor, sementara Rain sudah berjalan memasuki rumah. Pria itu menggerutu pelan, namun tetap turun pada akhirnya.

Tak nikmat rasanya jika hanya melihat Rain makan sendiri, tapi pikiran Ghio menolak untuk ikut makan. Karena ia tahu, saat ia ikut makan, maka keberangkatan mereka pasti akan lama lagi. Sehingga, Ia hanya menatap Rain dengan air liur menetes. 

Setelah Rain selesai makan, Ghio segera menarik gadis itu. Ia benar-benar tidak sabar melihat keluarganya dan tubuhnya. 

Sebenarnya, Ghio lebih senang setelah mendengar penuturan Rain semalam. Gadis itu bilang, ia akan memasuki tubuhnya. Dengan begitu, ia akan sadar dari komanya dan Ghio akan hidup sebagai manusia normal. Dan lagi, Ghio akan mengungkapkan perasaan yang bersarang dalam hatinya selama ini kepada Rain. Ghio sangat menantikan itu.

Sepanjang jalan, Ghio tak henti-hentinya tersenyum. Rain sampai geleng-geleng kepala melihat pria itu. 

"Ini rumah sakitnya." Kata Rain setelah memarkirkan motor.

Ghio menatap bangunan besar itu. Perasaannya tak menentu. Seolah ada yang menggelitik hatinya. Terasa bergetar.

"Kamu siap?"

Ghio menatap Rain. Ia meyakinkan hati bahwa semuanya akan baik-baik saja. Ia sudah siap. Ghio menarik napas dalam-dalam, lalu menghembuskannya perlahan. 

"Aku siap!" Katanya mantap.

Rain melemparkan senyum tulus. Ia lantas menggenggam tangan pria itu dan membawanya masuk ke dalam rumah sakit. Rain tidak peduli tatapan aneh dari beberapa orang. Lebih tepatnya, orang-orang menatap tangannya yang seolah menggenggam sesuatu.

"Dadaku berdetak cepat, Rain." kata Ghio.

"Tentu saja. Kamu harus yakin. Kamu ingin kembali, kan?"

Ghio mengangguk. "Sangat." Ghio berpikir. "Tapi, saat aku sadar nanti, aku akan mengingat semua yang aku lupain, kan?" 

Langkah Rain berhenti. Ia lupa satu hal itu. Benar, apakah Ghio akan mendapat ingatannya kembali? 

"Rain."

"Kita berdoa saja. Aku yakin, ingatan kamu bakal kembali," kata Rain seraya tersenyum, berusaha meyakinkan hatinya dan juga Ghio.

Ghio ikut tersenyum. Ia menggenggam erat tangan gadis itu. "Ayo!"

Dengan langkah yang penuh dengan rasa yakin, Ghio dan Rain memasuki lift. Keduanya tersenyum saling meyakinkan. Namun penentunya bukanlah apa yang diduga. Segala sesuatu telah di atur yang Maha Kuasa. Hanya harapan yang menjadi landasan. Sebagai jalan yang belum pasti benar.

Rain menghentikan langkahnya di depan pintu ruang rawat. Otomatis, Ghio ikut berhenti.

Terlebih dahulu Rain mengetuk pintu, karena mungkin ada orang di dalam ruangan selain Ghio.

Pintu terbuka menampilkan wajah Gelora. 

"Rain? Kamu datang?" Lora melemparkan senyumnya hingga menampilkan keriput di sudut mata. Namun, Rain bisa melihat perasaan sedih di mata wanita itu. Gelora sepertinya baru saja menangis.

"Iya, Tan."

Rain menatap ke arah sampingnya, dimana Ghio sedang menatap ke depan. Tak ada reaksi yang muncul. Ia seolah membatu, tak bisa apa-apa dan tak bisa berkata-kata. Hanya air mata yang hampir jatuh itu yang menjelaskan kerinduan yang mendalam. 

Bibir Ghio mengatur rapat. Tapi ada getaran di sana. Rain merasakan tangan pria itu yang dingin, menggenggam jari-jarinya semakin erat. Hingga detik berikutnya, air mata yang mengumpul itu akhirnya jatuh.

"Rain. Kamu lihat apa?" tanya Gelora sambil mengikuti arah pandang Rain.

Rain tersadar. 

"Ayo masuk!" kata Lora.

"Iya, Tan." Rain segara membawa Ghio setelah menyadarkan pria itu dari lamunannya.

Ghio terdiam menatap tubuhnya. Benar kata Rain. Ia masih hidup. Jadi, selama ini ia hanya terdampar dari tubuhnya. Sudah berapa lama ia terbaring di sana? Bahkan tubuhnya terlihat sangat kurus. Jika dibandingkan dengan rohnya sekarang, sungguh jauh perbedaannya.

Rain menggenggam erat tangan Ghio. Ia tidak bisa mengatakan apa pun kepada pria itu sekarang. Sebab, Gelora ada di sini. 

"Berapa lama aku terbaring di sini?" tangan Ghio. 

"Ghio koma hampir setengah tahun lamanya," kata Rain.

Ghio tertegun. "Sudah sangat lama."

Gelora mengangguk membenarkan ucapan Rain. "Benar. Putra ku sangat kuat, bisa bertahan selama ini," ucap Gelora seraya mengelus rambut pria itu yang sudah memanjang.

Ghio menatap Gelora yang mengelus kepalanya dengan hati-hati dan tatapan penuh kasih sayang. Lagi dan lagi, air mata pria itu kembali meluncur.

"Kamu memang kuat, Ghio," kata Rain.

Rain memperhatikan Ghio, lalu ia menatap Gelora.

"Tante. Apa Ghio ada perkembangan?" 

Gelora menggeleng lemah. "Tidak ada perkembangan. Seperti sebelum-sebelumnya, dia lebih suka tidur."  Bibir Lora bergetar. "Dia tidak melihat mamanya yang setiap detik menunggunya membuka mata. Apa menyenangkan tidur berbulan-bulan seperti ini?" 

Rain menggigit bibirnya. Ia melirik Ghio yang hanya bisa menangis diam.

"Tante. Saya cuma ingin bilang, mungkin jiwa Ghio melihat apa yang terjadi. Tapi, dia tidak bisa mengucapkan kalau dia juga ingin bangun. Dia pasti sangat ingin bertemu dengan Tante. Seperti yang saya bilang beberapa hari yang lalu, Ghio benar-benar merindukan Tante," kata Rain.

Lora tersenyum dengan air mata mengalir. "Selama ini aku merasa sangat jauh dengan putraku. Padahal, setiap saat aku berada di sampingnya. Tapi sekarang, entah kenapa Tante merasa ucapan kamu itu benar, Rain."

Rain ikut tersenyum. Ia berjalan ke arah Lora, mengelus bahu wanita itu. "Kalau seandainya jiwa Ghio benar-benar ada di sini, apa yang ingin Tante sampaikan? Mungkin aja Ghio mendengarnya. " 

Gelora menatap Rain. Tak lama kemudian isakan kecil mulai keluar dari mulut wanita itu.  Isakan berbaur dengan ucapannya. Gelora mengelus kepala Ghio dan menatapnya dengan air mata banjir. "Mama merindukan kamu, Ghio... Cepat bangun, nak. Mama sangat merindukanmu, sayang... Tolong bangun..." Tangis Gelora pecah.

"Mama..." Ghio sama halnya. Hanya air mata yang berlinang. Ia tidak bisa melakukan apa pun selain melihat dan mendengar mamanya. Menyentuh wanita itu pun ia tidak bisa.

Hati Rain terenyuh. Air matanya ikut mengalir. Sesak di dadanya. Segara ia memeluk Gelora. Walaupun ia baru beberapa kali bertemu wanita itu, tapi Lora butuh penenang sekarang.

"Ghio mendengarnya, Tante. Aku yakin itu. Tan... Jangan nangis lagi. Ghio ikut sedih melihat Tante menangis," lirih Rain. 

***

"Kamu sudah merasa baikan sekarang?" Tanya Rain.

"Aku merasa lebih baik. Terima kasih, Rain."

Rain mengangguk tersenyum. 

Dalam ruangan itu hanya ada dirinya, tubuh Ghio dan jiwanya. Setelah Gelora tenang, wanita itu menitipkan Ghio kepadanya. Ia adalah seorang dokter. Masih banyak pasien yang harus ia tangani. Sedangkan papa Ghio, Rain sempat bertanya, pria itu ternyata harus bekerja. Kata Lora, kadang saat makan siang, papa Ghio akan datang, lalu ia akan datang lagi untuk menjenguk Ghio saat sore atau malam. Dan Rain baru tahu kalau papa Ghio adalah seorang pengusaha.

"Apa kamu mau mencobanya sekarang?" 

Ghio diam.

"Kamu harus yakin." 

Tarikan nafas terdengar. 

"Apa yang harus aku lakukan, Rain? Bagaimana caranya?" 

Rain pun sebenarnya tidak tahu. Tapi ia akan memikirkannya.

"Apa yang bisa kamu lakukan?" tanya Rain. "Mungkin berbaring di tubuh kamu? Berdoa terlebih dahulu, biar kamu makin yakin."

Ghio memejamkan matanya sebentar. Kemudian ia menjulurkan tangannya mencoba menyentuh tubuhnya.

Ketika tangan itu semakin dekat dan akan menyentuh, tangan Ghio malah menembus tubuhnya.

Mata Rain melotot. "Tembus?"

Ghio mengangguk. Ia mencobanya lagi, dan hasilnya tetap sama. Ia menatap Rain dengan tatapan bertanya. "Gimana ini?"

Rain berpikir lagi. "Coba sekali lagi, Ghio. Yakinkan diri kamu kalau kamu bisa. Oke?"

Ghio mengangguk. Ia memejamkan mata sebentar. Menarik napas dalam-dalam dan menghembuskannya perlahan. Ia mulai mendekatkan tangannya, semakin dekat dan akan menyentuh. 

"Ahhh!" Ghio mengerang kesakitan. Ketika ia berhasil menyentuh tubuhnya, seperti ada aliran listrik yang menyengat jarinya.

"Ghio? Kamu gak pa-pa?" tanya Rain khawatir. Ia memegang jari-jari Ghio yang sempat menyentuh tubuhnya sendiri.

"Rasanya seperti terbakar," kata Ghio pelan.

"Kenapa bisa seperti ini?" tanya Rain kebingungan sambil menoleh ke belakang, ke arah tubuh Ghio yang terbaring.

"Rain."

"Apa?"

"Rain. Tanganku."

"Hah?" Rain menatap tangan Ghio. Matanya melebar. "Kenapa ini? Ghio, tangan kamu?" 

Rain merasa panik. Tangannya tidak lagi menggenggam apa pun. "Ghio!"

"Rain!"

Mata Rain semakin melebar. Perlahan bukan hanya tangan Ghio yang tiba-tiba hilang, tapi tubuhnya juga. Rain bergegas memeluk pria itu, tapi yang ia peluk hanya udara. 

"Ghio!" teriak Rain. 

Ghio benar-benar menghilang dari hadapannya. Menghilang begitu saja seperti debu yang terbawa angin.

"Ghio!" Rain berputar-putar menatap sekelilingnya. Tapi, ia tak menemukan sosok itu.

Hingga pandangan Rain jatuh kepada tubuh Ghio yang berada di atas brankar.

Rain menutup mulutnya dengan kedua tangan.

"TANTE!" Teriaknya. "TANTE LORA!! TOLONG!!"

"SUSTER! SUSTER!"

Dalam keadaan seperti ini, pikiran Rain seakan buntu. Tapi, tubuhnya seolah tahu apa yang harus dilakukan. Tangannya menekan tombol di atas kepala Ghio. Lalu ia menggenggam tangan Ghio yang terguncang.

"Ghio!" Air mata Rain jatuh begitu saja.

"DOKTER LORA!!" teriaknya.

Rain benar-benar tidak tahu apa yang terjadi. Yang pasti ia tidak ingin melihat ini. 

Tubuh Ghio kejang-kejang.

Rain hanya bisa menangis dan berdoa dalam hati, semoga tidak terjadi sesuatu yang buruk.

1
Sumringah Jelita
sukses bikin bulu mata basah nih
miilieaa
baru beberapa bab baca udah nagih 🤩
♥Kat-Kit♥
Ceritanya seru banget, tapi kalo lama-lama malah mubazir, update dong thor 🙄
H_L: makasih sudah mampir, kak😁 semoga bisa terus updatenya
total 1 replies
MiseryInducing
cerita ini memicu imajinasiku, aku merasa seakan-akan hidup di dunia lain ketika membacanya.
H_L: makasih sudah mampir kak, jangan bosan-bosan ya😁
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!