Demi kehidupan keluarganya yang layak, Vania menerima permintaan sang Ayah untuk bersedia menikah dengan putra dari bosnya.
David, pria matang berusia 32 tahun terpaksa menyetujui permintaan sang Ibunda untuk menikah kedua kalinya dengan wanita pilihan Ibunda-Larissa.
Tak ada sedikit cinta dari David untuk Vania. Hingga suatu saat Vania mengetahui fakta mengejutkan dan mengancam rumah tangga mereka berdua. Dan disaat bersamaan, David juga mengetahui kebenaran yang membuatnya sakit hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PutrieRose, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16 TENTANG KARINA
"Lalu dapat darimana bayi ini? Kamu dapat darimana?" tanya Amira sembari menarik-narik baju suaminya.
Karna tangisan bayi itu semakin keras, ia membawa masuk ke dalam rumah. Amira berusaha menenangkan bayi tersebut dan memberikan susu yang sudah ada di dalam keranjang tersebut.
Bayi mungil itu berjenis kelamin perempuan. Cantik sekali dengan matanya yang besar dan kulit yang bersih. Siapa pun yang melihat pasti tidak ada berpikiran bahwa ini adalah putri mereka. Seratus persen tak ada yang percaya walaupun mereka mengaku orang tuanya. Karna fisik mereka yang berbeda jauh.
"Aku dipecat dari kerjaan. Aku sudah beberapa hari ini tidur di jalanan dan makan dari hasil mengamen. Aku sudah cukup frustasi mencari kerjaan. Disaat aku sedang duduk di depan toko yang sudah tutup, tiba-tiba ada mobil mewah berhenti. Seseorang keluar dan memberikan bayi itu begitu saja. Dan memperlihatkan beberapa lembaran uang di dalamnya. Aku awalnya ingin mengambil uangnya saja dan berniat memberikan bayi itu ke panti asuhan. Tapi aku teringat akan kamu yang sudah ingin memiliki seorang anak. Aku pikir dengan adanya seorang anak, waktumu tidak kesepian. Kamu bisa mengisi hari-harimu dengan merawatnya. Tapi jika kamu tidak berkenan, besok aku akan bawa bayi itu ke panti asuhan."
"Tidak! Tidak! Aku akan rawat bayi ini." Amira langsung jatuh hati pada sosok bayi mungil yang cantik tersebut. "Tapi, kamu tidak berbohong, kan? Kamu tidak mengarang cerita? Kamu tidak mencuri? Atau pun menyulik bayi ini?"
"Amira! Aku tidak sejahat itu. Lagipula aku juga tidak ada kepikiran untuk mencuri atau pun menyulik dengan tangan kosong. Mencuri seharusnya modal benda-benda tajam, menyulik seharusnya modal handphone juga kendaraan. Yang benar saja, Mira!" Temmy terlihat kesal, tapi memang ceritanya sulit dipercaya.
"Lalu apa alasan mereka tiba-tiba membuang bayi tak berdosa ini? Cup. Cup. Kasian kamu cantik."
"Aku tidak tahu. Tapi seseorang itu berpesan bahwa anting yang dipakai bayi ini bisa kita simpan. Entah untuk apa, aku tidak tahu. Seseorang tersebut meminta untuk tidak sampai menjualnya. Sesulit apa pun kita."
Amira melihat anting bermata mutiara yang berkilau. Tampak cantik sekali, ia tak pernah melihat model perhiasan seperti itu. Ia tebak pasti harganya mahal.
"Apa bayi ini adalah bayi dari keluarga milyader?"
"Tidak tahu. Barangkali dari bayi ini perekonomiannya kita bisa lebih baik."
Uang yang ada di dalam keranjang berjumlah besar. Temmy menggunakan separuhnya untuk bermodal usaha.
FLASHBACK OFF
Pagi hari, Vania sudah bersiap untuk pulang hari ini.
"Vania, sini duduk." Ibunya tiba-tiba datang ke kamarnya lagi. Vania yang kala itu sedang bercermin, akhirnya bangun dan duduk disebelah ibunya.
"Ini adalah anting kamu saat masih bayi dulu. Simpan ini, Nak." Amira memberikan sebelah anting miliknya. "Satunya lagi Ibu simpan. Ini anting sangat berharga. Jangan sampai hilang atau kamu jual. Ibu mendapatkannya dengan susah payah," ujarnya penuh penekanan.
Vania merasa takjub dengan model anting yang mewah tersebut. Usianya sudah puluhan tahun, tapi masih terlihat berkilau.
"Aku pakai buat kalung saja." Vania melepaskan kalungnya dan memasang antingnya untuk liontin.
Amira melambaikan tangannya sesaat mobil suami yang membawa Vania melaju pergi. Tak banyak yang ia mau, hanya ingin Vania bahagia bersama David. Ia menduga bahwa sebenarnya Vania adalah anak dari orang berada. Tapi entah sebab apa yang membuat dirinya sampai dibuang.
***
Sebuah tangan melingkar di pinggang rampingnya. Ia tersenyum saat melihat suaminya baru saja terbangun dari tidur nyenyaknya.
"Sudah bangun, Beib?" Karina sedang berdandan di atas ranjang karna sang suami masih ingin bermanjaan setelah tadi sempat tertidur sebentar.
"Gak bisa ijin sehari? Suamimu jauh-jauh datang untuk menemuimu loh. Temani aku seharian," rengeknya manja.
"Ikut aja ayo ke kantor. Sebentar doang kok. Aku ada meeting sebentar," ujarnya dan berusaha melepaskan rangkulan mesranya. "Bentar, Beib. Aku mau cari blazer."
Tubuh seksi milik istrinya selalu membuatnya candu. Ingin rasanya mengcharger setiap saat.
"Buruan mandi!" Karina menatap tajam suaminya yang masih bermalas-malasan di atas ranjang. Ia terus memandangi jam dipergelangan tangannya.
Setelah mandi mode kilat, David kini sudah siap. Ia tampak tampan sekali membuat Karina merasa bangga memiliki suami seperti dirinya.
Seluruh karyawan di perusahaan Karina, langsung tersenyum lebar dan menyambut kedatangan suami dari bosnya. David sudah beberapa kali datang dan mereka sudah mengenalnya.
"Hay, David!" Sepupu Karina menepuk pundaknya dan mereka berpelukan melepas rindu.
"Hay Arthur, apa kabar?"
"Baik. Sangat baik. Syukur lah kamu datang, dia bisa mati menahan rindu," ledeknya pada Karina. Wanita itu hanya bisa memanyunkan bibirnya sudah biasanya ia diledek seperti itu.
"Terimakasih. Sudah mau menjaganya," ujar David. Karna ia memang menitipkan Karina pada sepupunya di sini. Ia juga sering mengontrol istrinya lewat Arthur.
"Ya, tenang saja. Aman."
Arthur pun pergi dan tersenyum pada Karina tapi wanita itu malah acuh dan memilih merangkul mesra suaminya.
"Aku tunggu di sini, Sayang." David menunggu diruang kerjanya selagi Karina meeting.
Foto pernikahan mereka terpajang rapi di tembok. Foto yang dicetak besar hampir seukuran pintu. Sayang sekali, foto-foto pernikahannya tak ada di ruang kerjanya sejak ia menikah dengan Vania. Semuanya sengaja disembunyikan.
David tersenyum, saat melihat buku album foto mereka berdua juga ada di laci. Ia semakin merasa bersalah sudah menyakiti hati Karina. Hatinya pasti sakit, ia pasti berusaha menerima dirinya yang menikah lagi. Karina pasti terpaksa, tapi wanita itu masih bisa menyembunyikannya.
Saat sedang melihat isi laci, ia menemukan sebuah amplop putih.
"Hasil pemeriksaan?" David menemukan sebuah surat dari rumah sakit. Ia tidak paham isi dari surat tersebut. Karna semua tulisannya dari bahasa Inggris. Ia bisa mengartikan beberapa kata saja, karna bahasa dokternya sangat sulit dipahami. Memakai istilah-istilah kedokteran yang dia tak paham.
"Sayang, ini hasilnya apa? Pemeriksaan apa? Kamu baru memeriksanya bulan lalu," tanyanya saat Karina datang.
"Beib!" Karina langsung mengambil surat tersebut. Wajahnya langsung panik tapi seketika berubah tenang. "Oh ini, ini saat aku sakit perut kemarin. Hasilnya baik-baik saja. Asam lambungku biasa naik," jawabnya dan mengembalikan surat ini dalam laci kembali.
"Ayo jalan-jalan. Aku gak terlalu sibuk hari ini," ajaknya.
David masih penasaran dengan surat tersebut. "Kenapa kamu gak ngomong aku waktu bulan lalu kalau kamu sakit? Terus periksa ke dokter tanpa kasih tahu juga."
"Hm, bulan lalu kamu sibuk. Sibuk mempersiapkan pernikahan kedua kamu. Aku tidak mau ganggu!," jawab Karina sembari menghentakkan kakinya dan melangkah pergi.
David pun merasa bersalah karna tidak kepikiran soal itu. "Aku tidak mempersiapkannya, Sayang. Semuanya mama yang urus. Aku gak ngapa-ngapain."
"Sama aja!" sebalnya.