seorang wanita tangguh, yang dikenal sebagai "Quenn," pemimpin sebuah organisasi mafia besar. Setelah kehilangan orang yang sangat ia cintai akibat pengkhianatan dalam kelompoknya, Quenn bersumpah untuk membalas dendam. Dia meluncurkan serangan tanpa ampun terhadap mereka yang bertanggung jawab, berhadapan dengan dunia kejahatan yang penuh dengan pengkhianatan, konflik antar-geng, dan pertempuran sengit.
Dengan kecerdikan, kekuatan, dan keterampilan tempur yang tak tertandingi, Quenn berusaha menggulingkan musuh-musuhnya satu per satu, sambil mempertanyakan batasan moral dan loyalitas dalam hidupnya. Setiap langkahnya dipenuhi dengan intrik dan ketegangan, tetapi ia bertekad untuk membawa kehormatan dan keadilan bagi orang yang telah ia hilangkan. Namun, dalam perjalanan tersebut, Quenn harus berhadapan dengan kenyataan bahwa dunia yang ia kenal bisa berubah, dan balas dendam terkadang memiliki harga yang lebih mahal dari yang ia bayangkan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Strategi Darah dan Dendam
Pagi mulai menyingsing di ujung langit, tetapi kota itu masih terasa gelap. Aroma mesiu dan darah masih menggantung di udara, menciptakan suasana yang penuh tekanan. Quenn, Vincent, dan Rina bersembunyi di sebuah bangunan tua, beberapa kilometer dari tempat mereka bertarung sebelumnya. Dmitri telah diamankan, terikat di sudut ruangan dengan luka-luka yang cukup parah, tetapi masih hidup.
Rina memeriksa laptopnya dengan ekspresi serius, sementara Vincent mondar-mandir di ruangan, terlihat gelisah. Quenn duduk bersandar di dinding, mencoba mengatur napasnya yang masih berat setelah pertarungan brutal semalam.
"Kita tidak bisa tetap di sini lama-lama," kata Vincent akhirnya, menghentikan langkahnya. "Pasukan Dmitri akan segera menemukan kita."
Quenn membuka matanya perlahan, menatap Vincent dengan tatapan dingin. "Mereka akan menemukan kita, itu pasti. Tapi kita bisa menggunakan waktu ini untuk mendapatkan apa yang kita butuhkan."
Vincent mengerutkan kening. "Apa maksudmu?"
"Dia," Quenn menunjuk Dmitri yang masih terikat di sudut, "adalah kunci untuk menghancurkan seluruh operasinya. Selama ini kita hanya bermain di permukaan. Sekarang kita harus menggali lebih dalam."
Dmitri tertawa kecil meski darah mengalir dari sudut bibirnya. "Kau pikir aku akan berbicara? Aku lebih baik mati daripada menyerahkan apa pun padamu."
Quenn berdiri perlahan, tubuhnya masih terasa sakit dari luka-luka semalam. Ia berjalan mendekati Dmitri, menatapnya dengan tatapan yang begitu tajam hingga membuat Dmitri terdiam.
"Kematian itu mudah, Dmitri," kata Quenn dengan suara rendah namun penuh ancaman. "Aku tidak akan membiarkanmu mati. Tidak sebelum kau merasakan apa artinya kehilangan segalanya."
---
Rina tiba-tiba berseru dari sudut ruangan. "Aku menemukannya!"
Semua mata tertuju padanya. Rina menunjukkan layar laptopnya yang dipenuhi dengan data kompleks. "Ini adalah jaringan operasi Dmitri. Dengan data yang kita curi, aku bisa melacak semua transaksi, lokasi gudang, dan bahkan pejabat yang bekerja sama dengannya."
Quenn tersenyum tipis. "Bagus. Itu berarti kita punya sesuatu untuk digunakan."
Dmitri mendengus. "Kau pikir menghancurkan jaringan itu akan menghentikanku? Aku punya orang-orang yang loyal. Mereka tidak akan menyerah begitu saja."
Quenn mendekatinya lagi, kali ini dengan ekspresi yang lebih dingin. "Loyalitas bisa dibeli, Dmitri. Sama seperti yang kau lakukan selama ini. Dan ketika uangmu habis, mereka akan meninggalkanmu."
Dmitri terdiam, tetapi ekspresinya berubah. Ia tahu Quenn tidak hanya mengancam, tetapi juga menyatakan fakta.
---
Di tempat lain, pasukan Dmitri mulai mengorganisir pencarian besar-besaran. Mereka menyisir setiap sudut kota, menggunakan drone dan kendaraan lapis baja untuk melacak keberadaan Quenn dan kelompoknya.
Salah satu anak buah Dmitri, Boris, kini memimpin pasukan. Ia adalah pria bertubuh besar dengan kepala plontos dan reputasi sebagai algojo tanpa ampun. Boris tidak hanya ingin menyelamatkan Dmitri, tetapi juga ingin membalas dendam atas penghinaan yang dilakukan Quenn kepada organisasi mereka.
"Kita akan membakar kota ini jika perlu," katanya dengan nada dingin kepada anak buahnya. "Tangkap mereka hidup-hidup. Aku ingin Dmitri melihat mereka mati di hadapannya."
---
Sementara itu, Quenn, Vincent, dan Rina tahu waktu mereka semakin menipis. Dengan bantuan data yang diperoleh Rina, mereka mulai menyusun rencana.
"Kita harus memotong semua jalur distribusi mereka," kata Rina sambil menunjuk beberapa titik di peta digital. "Ini adalah lokasi gudang utama mereka. Jika kita menghancurkannya, kita akan memukul keras operasi mereka."
"Tapi itu artinya kita harus keluar dari persembunyian," kata Vincent. "Kita tidak punya cukup senjata atau orang untuk melawan mereka secara langsung."
"Itu sebabnya kita harus cerdas," balas Quenn. "Kita tidak butuh senjata besar. Kita hanya butuh membuat mereka panik."
Vincent menghela napas. "Baiklah. Apa rencananya?"
Quenn mengambil peta dan mulai menjelaskan. "Kita akan berpencar. Aku akan membawa Dmitri ke salah satu lokasi ini sebagai umpan. Sementara itu, kalian berdua akan memasang bahan peledak di gudang utama mereka. Saat mereka fokus pada Dmitri, kita menghancurkan semuanya."
Rina menggeleng. "Itu terlalu berisiko, Quenn. Jika sesuatu salah, kita semua bisa mati."
Quenn menatap Rina dengan tegas. "Kita semua tahu risiko ini sejak awal. Jika kita tidak melakukan ini sekarang, mereka akan terus menghancurkan hidup orang-orang tak bersalah."
---
Malam itu, mereka mulai bergerak. Quenn membawa Dmitri dengan tangan terikat, menggunakan sebuah mobil tua untuk menuju lokasi pertama. Dmitri berusaha melawan, tetapi Quenn tidak memberinya kesempatan.
"Semakin banyak kau melawan, semakin menyakitkan ini untukmu," kata Quenn dingin.
Di tempat lain, Vincent dan Rina menyusup ke salah satu gudang utama Dmitri. Dengan menggunakan keahlian Rina dalam teknologi, mereka berhasil membuka kunci pintu gudang dan mulai memasang bahan peledak di titik-titik strategis.
Namun, sesuatu tidak berjalan sesuai rencana. Salah satu penjaga gudang melihat mereka dan segera membunyikan alarm.
"Kita ketahuan!" teriak Vincent, menarik pistolnya dan mulai menembak.
Rina berlari ke arah pintu keluar sambil membawa detonator. "Aku butuh waktu untuk mengaktifkan bomnya!"
Vincent menutup jalan masuk, bertarung dengan para penjaga yang kini mulai mengepung mereka.
---
Sementara itu, Quenn tiba di lokasi yang telah ditentukan, sebuah lapangan terbuka yang dikelilingi oleh gedung-gedung kosong. Ia menyeret Dmitri keluar dari mobil dan melemparkannya ke tanah.
Beberapa menit kemudian, suara kendaraan mulai terdengar. Boris dan pasukannya tiba, membawa puluhan pria bersenjata lengkap.
"Ini akhirnya, Quenn," kata Boris dengan senyum licik. "Kau mungkin pintar, tapi ini adalah jebakan yang tidak bisa kau hindari."
Quenn hanya tersenyum kecil. "Kau pikir aku tidak tahu?"
Seketika, ledakan besar mengguncang malam. Gudang utama Dmitri meledak, membuat langit malam bercahaya merah. Boris dan pasukannya terkejut, beberapa dari mereka segera berlari ke arah kendaraan untuk memeriksa situasi.
Di tengah kekacauan itu, Quenn menggunakan kesempatan untuk menyerang. Dengan gerakan cepat, ia menjatuhkan salah satu pria bersenjata dan mengambil senjatanya.
"Ini belum selesai," kata Quenn sambil menembak ke arah Boris.
Perang kembali dimulai, dan kali ini, taruhannya lebih besar daripada sebelumnya.