Cayenne, seorang wanita mandiri yang hidup hanya demi keluarganya mendapatkan tawaran yang mengejutkan dari bosnya.
"Aku ingin kamu menemaniku tidur!"
Stefan, seorang bos dingin yang mengidap insomnia dan hanya bisa tidur nyenyak di dekat Cayenne.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SuciptaYasha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
27 Memeluk di depan umum
"Apakah atasan kakak seorang pria?" tanya Kyle kepada Luiz, meski adik laki-lakinya pun tidak tahu. Dia khawatir inikah cara bosnya untuk mengikatnya di masa depan.
"Apakah menurutmu dia menyukai kakak seperti Arthur dulu?" ucap Luiz. "Aku maksud, siapa yang memberi barang semewah ini tanpa alasan?"
"Jangan buru-buru menilai. Ada surat untuk kita dan isinya memohon agar kita tidak memberatkan kakak kita. Artinya, kakak kita benar-benar membantunya. Semoga dia memang memegang kata katanya."
"Ya, mungkin hanya itu yang bisa kita simpulkan."
Mereka asyik dengan gadget baru dan hampir saja lupa harus pergi ke rumah sakit sampai Cayenne datang mengingatkan mereka.
"Apakah dia ngasih dua barang?" Cayenne bertanya saat mereka dalam perjalanan ke halte. "Kulihat Kyle bawa kotak lain tadi."
"Jadi kau menerimanya tanpa lihat isi tas?" Kyle bertanya tak percaya. "Kau tidak tahu kalau ada iPad untukku juga?"
"Tidak, kupikir hanya ada barang untuk Luiz. Dia bilang untuk adikku, aku tidak mengira itu untuk keduanya."
Luiz menghentikan langkah, "Omong-omong, Kak, bosmu laki-laki, ya? Sudah menikah belum?"
"Dia laki laki, dan belum menikah."
"Belum menikah? Bukannya kau kerja sebagai pengasuh anak di malam hari?"
Cayenne bingung dan tersandung kebohongannya sendiri. Saudara-saudaranya menatapnya dengan ragu dan sedikit sedih.
"Nanti saja kita bicara lagi. Aku sudah terlambat," ucap Cayenne dan berlari ke kantor, berpura-pura terdesak waktu, memilih naik taksi ketimbang bus.
"Dia berbohong." batin kedua adiknya.
Sepanjang jam kerjanya, Cayenne merasa kesulitan untuk berkonsentrasi. Dia resah dan khawatir karena kebohongannya hampir saja terungkap. Dia bingung bagaimana cara menjelaskannya kepada adik adiknya.
Bagaimana mungkin dia bisa memberi tahu mereka bahwa dia bekerja sebagai penidur untuk seseorang? Pekerjaan itu terdengar tidak terhormat dari sudut mana pun kau melihatnya.
Hari itu pun berakhir, dan dia menunggu kedatangan taksi jemputannya. Tanpa sepengetahuannya, Stefan berdiri tepat di belakangnya.
"Apa ada yang mengganggumu?"
Pertanyaan itu mengejutkannya. Berdiri di tepi anak tangga, kakinya hampir terpeleset dan dia nyaris terjatuh.
Untungnya, Stefan menangkapnya tepat pada waktunya, mencegahnya mempermalukan diri di hadapan orang-orang yang lewat. Meskipun demikian, posisinya sekarang juga tidak kalah memalukan.
Stefan memeluknya erat, lengan kirinya melingkari pinggangnya sementara tangan kanannya menahan kepalanya menempel di dadanya.
Secara teknis, ia sedang memeluknya. Ini adalah pelukan pertama yang dia lakukan tanpa meminta izin.
"Kamu baik-baik saja? Aku tidak sengaja membuatmu kaget, maafkan aku. Aku benar-benar tidak berniat melakukannya." Stefan hanya memusatkan perhatian padanya, memastikan dia baik-baik saja dan tidak terluka.
Dia mengabaikan pandangan ingin tahu orang-orang di sekitar mereka.
Beberapa kolega masih ada saat itu dan menyaksikan kejadian tersebut. Ada yang terkejut, ada yang penasaran, dan ada juga yang mulai bergosip tentang kemungkinan adanya hubungan di antara mereka.
"Stefan, orang-orang melihat kita. Mereka mungkin mengenali wajahku." Cayenne berkata pelan, suaranya teredam. Meski napas hangat Stefan membuat geli, dia mengabaikannya.
Stefan yang selalu membawa kacamata hitam, memberikannya kepada Cayenne sehingga ia bisa mengenakannya sebelum ada yang mengenalinya.
Beberapa orang sempat mengambil foto mereka dan dia khawatir tentang reputasinya.
"Maaf telah merepotkanmu." Stefan kemudian memberinya jarak dan menatapnya dari ujung kaki sampai kepala. "Apa perlu uang untuk biaya berobat? Apakah pergelangan kakimu terkilir? Perlukah aku mengantarmu ke rumah sakit?"
"Ah? Eh..Tidak, Tuan. Saya benar-benar baik-baik saja." Cayenne berusaha bersikap biasa saja. Bahkan, ia melompat-lompat di depannya. "Saya baik-baik saja, Tuan. Terima kasih karena Anda tepat waktu menyelamatkan saya."
"Hn." Stefan mengangguk dan pergi meninggalkannya sendiri.
Setelah diketahui bahwa tidak ada hubungan istimewa di antara mereka, orang-orang pun berhenti bergosip dan menghapus foto-foto yang sempat diambil.
Karyawan lain mengabaikan kejadian itu dan melanjutkan perjalanan mereka keluar hotel. Tak lama kemudian, sopir taksi datang menjemput Cayenne.
Jika Stefan tidak berpikir cerdas saat itu juga, mereka mungkin sudah tertangkap basah.
Cayenne segera pulang ke rumah, namun Stefan tidak. Dia meminta Chris mampir ke apotek untuk membeli persediaan kotak pertolongan pertama.
Meskipun Cayenne pura-pura baik-baik saja dan melompat-lompat di depannya, Stefan tahu dari tatapannya bahwa ia mengalami sakit.
Dia membeli gel dingin yang bisa menenangkan saraf kaki, beserta kompres. Karena ia memiliki banyak es di rumah, maka tidak sulit baginya mendapatkan itu. Dia juga membelikan obat pereda nyeri seandainya kakinya terkilir lebih parah.
Pengamatannya benar. Setibanya di rumah, Cayenne sedikit tertatih karena rasa sakit ketika melangkah.
'Ck, aku benar-benar nekat tadi.' gumam Cayenne sambil menekan jari pada sensor biometrik. Merintih tiap kali langkahnya menyentuh lantai, ia mengkritik dirinya sendiri dalam hati karena nekat melompat lompat.
Dia duduk sejenak di sofa untuk mengistirahatkan kakinya, namun sebelum bisa merebah, pintu terbuka dan Stefan masuk.
"Selamat datang di rumah."
"Kakimu bagaimana? Apakah bengkak?"
Pertanyaan itu mengejutkan Cayenne dan ia berusaha menyembunyikan kakinya di bawah meja kopi, namun Stefan lebih cepat mencengkeramnya.
Ia berlutut di lantai, memegang kaki gadis itu. Tanpa ragu, ia melepas sandal Cayenne dan memeriksa kakinya secara langsung.
"Sakit?" tanya Stefan sambil memberi tekanan lembut pada pergelangan kaki Cayenne.
Cayenne mengalihkan pandangan, berupaya menyembunyikan sakitnya meski setiap gerakan Stefan terasa menyakitkan.
"Aku baik. Tak ada yang sakit."
"Sakit?" Stefan bertanya lagi, menambah tekanan pada pergelangan kaki. Pergelangan kakinya yang memerah, tetapi Cayenne tetap menyangkal rasa sakitnya.
"Tidak."
"Sakit, bukan?"
"Iya, sakit!" ia tak bisa menahan diri untuk berteriak. "Sakit sekali."
Hidungnya memerah menahan air mata. Bulu matanya berembun namun ia mencoba tegar di hadapannya.
"Berhenti menekan."
Stefan lalu mengusap lembut kepala gadis itu. "Kalau sakit, jujurlah padaku. Kamu ingin terus bergerak meskipun sakit?"
Wanita itu mengangguk kecil, menghindari tatapan Stefan. "Tinggallah di sana sebentar aku akan mengambil sesuatu untuk mengobati kakimu."
Baru setelah itu, Cayenne menyadari kantong plastik yang dimiliki Stefan. Isinya ternyata perlengkapan untuk menangani pergelangan kaki yang terkilir.
"Kamu harus berbaring dan tinggikan kakimu di sini, supaya lebih nyaman." Ia menunjukkan cara dan langsung membantu Cayenne mengikuti instruksi tersebut.
Ia menuntunnya berbaring di sofa dan menyokong kakinya dengan lengan kursi.
"Aku bisa melakukannya sendiri," kata Cayenne lembut. Matanya masih tidak tenang dan belum sanggup menatap mata Stefan sejak pria itu memegang kakinya.
"Kali ini biarkan aku yang mengurusmu. Tapi aku jadi penasaran. Bagaimana aku bisa tidur malam ini?" kata Stefan sebelum pergi mencari es untuk kompres dingin.
Cayenne memikirkan pertanyaan Stefan. Akan jadi sulit jika mereka tidur bersama.