Ailen kaget setengah mati saat menyadari tengah berbaring di ranjang bersama seorang pria asing. Dan yang lebih mengejutkan lagi, tubuh mereka tidak mengenakan PAKAIAN! Whaatt?? Apa yang terjadi? Bukankah semalam dia sedang berpesta bersama teman-temannya? Dan ... siapakah laki-laki ini? Kenapa mereka berdua bisa terjebak di atas ranjang yang sama? Oh God, ini petaka!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 16
Tin tin
Ailen terlonjak kaget saat sebuah mobil menyalakan klakson tepat di sampingnya. Dia lalu mengerutkan kening saat pemilik kendaraan tersebut menurunkan sedikit kaca jendelanya.
(Orang ini siapa ya? Lagaknya sok misterius sekali. Apa jangan-jangan penculik?)
"Mungkin salah orang." Ailen berusaha berpikir positif. Takut dugaannya benar, dia kembali melanjutkan langkah. Hari sudah malam. Dia takut."
"Berhenti di sana!"
Satu seruan menghentikan langkah Ailen. Tak asing, dia langsung menelan ludah. Beberapa hari terakhir hidup Ailen terasa sangat tenang karena tidak ada yang mengganggu. Namun, baru saja dia mendengar suara si pengganggu tersebut. Ini sial.
"Tega sekali tak memberikan kabar selama beberapa hari ini. Lupa apa bagaimana?"
Derren bicara tanpa keluar dari mobil. Hanya lewat celah kecil jendela mobil yang dia turunkan sedikit. Sengaja. Ingin melihat sejauh mana Ailen mengenali suaranya. "Lupa apa bagaimana? Jangan diam."
"Maaf, sepertinya Anda salah mengenali orang. Saya permisi," ucap Ailen kemudian cepat-cepat pergi dari sana. Derren tidak waras. Kalau tidak segera menjauh, takutnya pria itu akan menggila seperti yang terjadi di rumah sakit. Ailen tak mau menanggung malu jika harus menjadi bahan gunjingan para penghuni apartemen juga. Cukup di rumah sakit saja, di sini jangan.
Julian berdehem melihat Nona Ailen kabur. Ini tidak baik. Bosnya pasti mengomel.
"Apa-apaan wanita itu, Julian. Bukannya mendekat, dia malah kabur meninggalkan kita. Apa Ailen tidak merindukan aku?" kesal Derren setelah ditinggal begitu saja oleh Ailen. Jauh-jauh dari bandara dia datang kemari, malah mendapat sambutan yang tidak mengenakan. Siapa yang tidak kesal coba.
"Langsung datangi saja kamar Nona Ailen, Tuan. Biasanya wanita akan lebih senang jika dikunjungi secara privat daripada di tempat umum," jawab Julian mencoba memberi saran. Ini bukan kali pertama bosnya berhubungan dengan wanita, tapi mendadak jadi bodoh setelah lepas keperjakaannya.
"Benarkah?"
"Anda sendiri yang mengatakan hal itu saat masih berhubungan dengan Nona Zara. Saya hanya meneruskan saja."
Wajah Derren langsung berubah masam saat Julian menyinggung nama wanita murahan itu. Meraih paper bag berisi oleh-oleh untuk Ailen, dia keluar dari mobil kemudian berjalan masuk ke dalam gedung apartemen. Segala informasi tentang Ailen sudah dikantongi. Jadi bukan hal yang sulit untuk Derren mengetahui di lantai mana wanita itu tinggal.
"Orang yang sedang dimabuk cinta sungguh mengerikan. Bisa ya Tuan Derren melupakan ucapannya sendiri. Astaga," gumam Julian heran. Dia memutuskan untuk menunggu di dalam mobil saja alih-alih menyusul masuk ke dalam gedung.
Sementara itu Derren yang sudah sampai di depan kamar Ailen, merapihkan kemeja sebelum menekan bel. Tak lupa dia memasang senyum Pepsodent sembari menunggu pintu dibuka.
Ding Dong
"Siapa?"
Ailen gelisah. Dia lalu mengintip lewat lubang di pintu untuk melihat siapa tamu yang datang berkunjung. "Siapa?" tanyanya lagi.
"Aku. Priamu."
Enteng sekali saat Derren menjawab seperti itu. Dan tentu saja dia tahu kalau Ailen sedang mengintip. Iseng, Derren memajukan bibir ke depan lubang yang ada di pintu kamar tersebut.
"Muachh,"
Di dalam ruangan, Ailen hampir terkena serangan jantung melihat tindakan gila Derren. Kakinya lemas, membuatnya jatuh merosot ke lantai sambil memegangi dada.
Tok tok tok
"Buka pintunya, sayang. Aku lelah, ingin istirahat," ucap Derren tanpa merasa bersalah sedikit pun. Sangat santai.
"Ya Tuhan, Ya Tuhan." Ailen melihat ke sana kemari mencari benda yang bisa dia gunakan untuk melindungi diri. Sungguh, Derren menjadi momok yang sangat mengerikan di matanya. Tindakan pria itu selalu diluar nalar. Ailen jadi takut. "Harus bagaimana ini? Darimana dia tahu kalau aku tinggal di gedung ini? Ya Tuhan, tolong jauhkan umatmu yang gila itu dari sini. Hidupku sudah cukup sulit, tolong jangan mempersulitnya lagi. Aku bisa gila!"
Pintu terus diketuk saat Ailen tak kunjung muncul. Derren yang mulai bosan, mengancam akan melakukan tindakan gila jika masih dibiarkan menunggu diluar.
"Aku hitung sampai tiga. Jika masih tak dibuka, jangan salahkan aku mendatangi tetangga apartemenmu lalu mengatakan kalau kau telah berbuat cabul padaku. Satu!" Derren mulai menghitung. Dia berani bertaruh kalau gertakan ini akan melumpuhkan sikap keras kepala Ailen. "Dua!"
Ceklek
"Gila kau ya!" maki Ailen begitu pintu dibuka. Napasnya ngos-ngosan seperti baru berlari puluhan kilo meter. "Apa maumu sebenarnya hah! Tidak cukup dengan mempermalukan aku di rumah sakit?"
Bukannya menjawab, Derren malah mendorong bahu Ailen ke samping. Setelah itu dia menghimpit tubuhnya ke dinding, tak mempedulikan pintu yang masih terbuka.
"Kau tidak merindukan aku, hm?" bisik Derren kemudian meniup pelan leher Ailen. Jakunnya bergerak cepat saat gelenyar panas mulai membakar badan.
"A-apa yang sedang kau lakukan. Menjauhlah," ucap Ailen panik. Tindakan pria ini membuatnya gelisah. "Jangan begini, Derren. Jangan membuatku malu."
"Malu apanya? Semua pakaianmu masih melekat di badan. Apanya yang harus dimalukan?"
"Nanti ada yang melihat kita."
"Biarkan saja. Jangan pedulikan orang lain, fokus padaku seorang. Oke?"
"Kau gila!"
"Ya benar. Aku memang gila setelah bertemu denganmu."
Ailen terus berontak yang mana membuat Derren menjadi sedikit kewalahan. Segera dia menendang pintu kemudian memanggul wanita ini. Derren kemudian meringis saat Ailen menggigit bahunya dengan brutal. Meski begitu, dia tak berniat melepaskannya.
"Cobalah gigit aku sekali lagi. Malam ini kau tidak akan ku biarkan turun dari ranjang. Coba saja jika tak percaya," ancam Derren sebelum menurunkan tubuh Ailen ke atas kasur.
"Mau apa kau?"
"Apalagi. Tentu saja berduaan denganmu."
Tatapan Ailen nyalang. Segera dia beringsut menjauh ketika Derren mulai melepas kancing kemeja. Ketakutan, mata Ailen mulai mengeluarkan cairan bening. Sebagai wanita dewasa, jelas dia tahu apa yang akan terjadi setelah ini.
"J-jangan begini, Derren. Ak-aku bukan p*lacur," ucap Ailen sambil terisak takut.
Derren tercengang mendengar ucapan Ailen barusan. Tangannya yang masih sibuk membuka kancing, langsung terhenti seketika.
(Ya Tuhan, apa yang sudah kulakukan? Ailen jadi ketakutan gara-gara tindakanku. Bodoh sekali,)
"Hei," Derren naik ke atas ranjang. Dia lalu menangkup wajah Ailen yang basah. Tak tega, dia memeluknya. "Jangan takut ya. Aku tidak bermaksud melecehkanmu. Oke?"
"Kau mengerikan," bisik Ailen pasrah dalam pelukan. Ingin berontak, tapi terlalu takut.
"Aku tidak mengerikan, tapi aku tampan. Coba kau perhatikan baik-baik wajahku. Sama sekali tak ada tanda pria cabul. Sungguh,"
Alih-alih mereda, tangis Ailen malah makin menjadi mendengar candaan Derren. Melihat hal itu Derren malah tertawa. Ternyata wanita ini menggemaskan sekali saat sedang menangis karena ketakutan. Jadi ingin mengerjainya lagi.
"Beberapa hari ini aku ada pekerjaan di luar kota dan baru sekarang bisa mengunjungimu. Kau baik-baik sajakan selama aku tidak berada di sisimu? Ada yang membully-mu tidak?"
"Tidak ada,"
"Lalu bedebah itu, apa dia masih berani menggodamu?"
"Kami hanya mengobrol."
"Oh, sial! Sepertinya aku harus membersihkan bibirmu yang sudah digunakan untuk mengobrol dengannya."
"Derren!!"
"Hahahaha!"
***