800 setelah perang nuklir dahsyat yang melibatkan Amerika Serikat, Rusia, dan Tiongkok, dunia telah berubah menjadi bayangan suram dari masa lalunya. Peradaban runtuh, teknologi menjadi mitos yang terlupakan, dan umat manusia kembali ke era primitif di mana kekerasan dan kelangkaan menjadi bagian dari kehidupan sehari-hari.
Di tengah reruntuhan ini, legenda tentang The Mockingbird menyebar seperti bisikan di antara para penyintas. Simbol harapan ini diyakini menyimpan rahasia untuk membangun kembali dunia, namun tak seorang pun tahu apakah legenda itu nyata. Athena, seorang wanita muda yang keras hati dan yatim piatu, menemukan dirinya berada di tengah takdir besar ini. Membawa warisan rahasia dari dunia lama yang tersimpan dalam dirinya, Athena memulai perjalanan berbahaya untuk mengungkap kebenaran di balik simbol legendaris itu.
Dalam perjalanan ini, Athena bergabung dengan kelompok pejuang yang memiliki latar belakang & keyakinan berbeda, menghadapi ancaman mematikan dari sisa-s
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Doni arda, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 32: Intervensi Atlantis
Pertempuran yang berkecamuk di medan perang itu semakin memuncak. Suara ledakan, derap kaki pasukan, dan teriakan-teriakan perang memenuhi udara, mengguncang ketenangan malam yang sebelumnya sunyi. Pasukan revolusi yang dipimpin Athena telah melawan habis-habisan melawan Legion of Blackstone, pasukan militer yang dipimpin oleh Jenderal Lykos. Namun meskipun keberanian mereka tak tergoyahkan, pasukan revolusi mulai merasakan beratnya pertarungan. Blackstone terlalu tangguh, terlalu terlatih, dan dalam setiap serangan mereka, terpantul bayang-bayang Atlantis yang lebih besar, lebih mengerikan.
Di sisi lain medan, pertempuran antara Athena dan Lykos semakin intens. Setiap serangan adalah percikan api dari dua kekuatan besar yang bertabrakan, seperti dua gelombang laut yang tak bisa dihentikan. Lykos, dengan keahliannya dalam seni bertarung, tampaknya unggul dalam setiap pertarungan fisik, namun Athena bukanlah lawan yang mudah. Ia melawan dengan tekad yang membara, namun dalam hatinya, ia tahu bahwa pasukannya membutuhkan bantuan.
"Athena!" teriak Kael dari kejauhan, berlari menuju tempat pertarungan. "Mereka terlalu kuat! Kita butuh lebih banyak waktu atau kita akan hancur!"
Athena melangkah mundur sejenak, menghindari serangan pedang Lykos yang datang begitu cepat. "Kita tidak bisa mundur, Kael. Jika kita mundur, semua yang kita perjuangkan akan sia-sia!"
Namun, sebelum mereka bisa merencanakan langkah berikutnya, suara sirene yang nyaring terdengar di seluruh medan perang, menggetarkan tanah di sekitar mereka. Suara itu seperti sebuah peringatan, sebuah tanda bahwa sesuatu yang lebih besar akan datang. Pasukan Blackstone tampak terhenti sejenak, wajah mereka menampilkan ekspresi keheranan.
Dari kejauhan, sebuah armada pesawat militer yang dilengkapi dengan teknologi canggih muncul di atas langit. Pesawat-pesawat itu, dengan lambang kerajaan yang sangat dikenal, membawa simbol kekuasaan yang menakutkan. Pasukan Atlantis.
"Pasukan Atlantis!" seru Kael dengan mata terbelalak, menyadari apa yang sedang terjadi. "Mereka datang!"
Dari dalam armada pesawat tersebut, pasukan Atlantis yang dipimpin oleh salah satu dari tiga jenderal besar, Jenderal Theron, turun dengan kekuatan yang luar biasa. Pesawat-pesawat tempur mereka menghujani pasukan revolusi dan Blackstone dengan peluru dan misil yang mematikan. Pasukan revolusi dan Blackstone terkejut, dan sejenak, pasukan di kedua belah pihak terpecah karena serangan mendadak dari pihak Atlantis.
Jenderal Theron, yang dikenal dengan kecerdikan dan kejamannya dalam pertempuran, turun dengan pasukannya. Pakaian tempurnya yang berat dan jubah perang yang penuh lambang kemegahan menunjukkan posisi tingginya dalam hierarki Atlantis. Dengan pedangnya yang terhunus, ia berdiri tegak di tengah medan perang, memandang kedua pasukan yang terkejut. "Kalian sudah selesai," katanya dengan suara yang dalam dan penuh wibawa. "Atlantis akan mengambil alih dunia ini, dan tak ada yang bisa menghentikannya."
Athena dan Kael saling bertatapan, mengetahui bahwa kini mereka harus berhadapan dengan kekuatan yang lebih besar dari apa yang mereka perkirakan. Pasukan Atlantis tidak hanya lebih banyak dan lebih kuat, mereka juga memiliki teknologi yang sangat canggih. Setiap langkah mereka di medan perang dipenuhi dengan alat perang mutakhir yang bisa menghancurkan pasukan revolusi dalam hitungan detik.
"Jenderal Theron," teriak Lykos dari pasukan Blackstone, berjalan mendekat dengan wajah penuh kebingungan dan kekesalan. "Apa yang kalian lakukan di sini? Kami sudah cukup kuat untuk mengalahkan mereka tanpa bantuanmu."
Theron mengangkat tangannya, memberikan tanda agar Lykos diam. "Kita berada dalam misi yang lebih besar, Lykos. Ini bukan hanya tentangmu atau revolusi kecil ini. Atlantis memiliki rencana yang jauh lebih besar, dan jika kau ingin bertahan hidup, aku sarankan kau bekerja sama."
Lykos tampak terkejut dengan pernyataan itu, dan sementara ia tahu bahwa pasukannya berada di posisi yang lebih baik, ketegangan antara mereka terlihat jelas. Theron bukanlah orang yang bisa dipahami begitu saja. Dengan satu gerakan, pasukan Atlantis yang jauh lebih terorganisir dan dilengkapi teknologi yang tak tertandingi segera menguasai medan perang.
Athena berdiri tegak, merasakan ketidakberdayaan yang luar biasa. Ketika pasukan Blackstone dan pasukan revolusi sebelumnya bertempur dengan semangat tinggi, kini mereka dipaksa untuk bertahan di bawah hujan tembakan yang datang dari berbagai arah. Pesawat tempur milik Atlantis meluncurkan serangan udara, membombardir area sekeliling mereka dengan ledakan-ledakan dahsyat.
"Kita harus bertahan!" teriak Athena kepada pasukannya. "Jangan biarkan mereka menghancurkan kita!"
Namun, saat pasukan revolusi mencoba untuk mengatur barisan dan melawan, Jenderal Theron memimpin pasukannya dengan taktik yang tak terbendung. Pasukan Atlantis bergerak dengan sangat terkoordinasi, menghancurkan pertahanan pasukan revolusi yang sudah lelah. Theron memandang Athena dengan tatapan penuh penghinaan, merasakan bahwa musuh utamanya kini sedang terpojok.
"Begitu banyak yang telah kalian lakukan, Athena," katanya, suara penuh kebencian. "Tapi tak ada yang bisa menghentikan Atlantis. Kalian akan mati di sini."
Dengan itu, Theron memberikan perintah kepada pasukannya untuk maju dan menyerang lebih keras lagi. Pasukan revolusi yang dipimpin Athena, meskipun masih bertahan dengan gigih, semakin terdesak. Kekuatan dan teknologi Atlantis begitu kuat, begitu mematikan, dan pasukan revolusi mulai menyadari bahwa mereka mungkin tidak akan mampu menang melawan ancaman ini tanpa bantuan luar.
Namun, dalam kekalahan yang hampir pasti, Athena tak membiarkan dirinya jatuh dalam keputusasaan. Ia menatap ke arah pasukan yang masih bertahan. "Kita tidak akan menyerah," katanya dengan suara tegas, meskipun hatinya terluka oleh kenyataan yang ada. "Kita akan terus berjuang. Dunia ini masih layak untuk diperjuangkan."
Dengan kata-kata tersebut, ia memotivasi pasukannya untuk bertahan lebih lama, bahkan saat pasukan Atlantis terus menerjang mereka dengan gelombang serangan yang tak berhenti. Pasukan revolusi memang kalah dalam pertempuran besar ini, namun mereka tidak pernah benar-benar kalah dalam hati mereka. Keberanian mereka untuk melawan terus berkobar, meskipun dunia di sekitar mereka tampak tak menyisakan ruang untuk harapan.
Ketegangan meningkat di medan perang, dan seluruh dunia akan segera mendengar akibat dari pertempuran ini.