Di sebuah kota kecil yang diselimuti kabut tebal sepanjang tahun, Ardan, seorang pemuda pendiam dan penyendiri, menemukan dirinya terjebak dalam lingkaran misteri setelah menerima surat aneh yang berisi frasa, "Kau bukan dirimu yang sebenarnya." Dengan rasa penasaran yang membakar, ia mulai menyelidiki masa lalunya, hanya untuk menemukan pintu menuju dunia paralel yang gelap—dunia di mana bayangan seseorang dapat berbicara, mengkhianati, bahkan mencintai.
Namun, dunia itu tidak ramah. Ardan harus menghadapi versi dirinya yang lebih kuat, lebih kejam, dan tahu lebih banyak tentang hidupnya daripada dirinya sendiri. Dalam perjalanan ini, ia belajar bahwa cinta dan pengkhianatan sering kali berjalan beriringan, dan terkadang, untuk menemukan jati diri, ia harus kehilangan segalanya.
---
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon HARIRU EFFENDI, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 15:Bisikan dari Kegelapan
Pria misterius itu masih berdiri di hadapan Ardan, sosoknya memudar di antara kabut yang tebal. Mata pria itu seperti menembus jiwa, gelap dan tanpa emosi.
"Kamu tidak akan menemukan apa yang kau cari di sana, Nak," katanya dengan suara berat, seakan membawa peringatan dari dunia yang sudah lama terkubur.
Ardan mengepalkan tangannya, mencoba menahan gemetar. "Aku tidak punya pilihan. Jika aku tidak masuk ke sana, semuanya akan sia-sia."
Pria itu tersenyum tipis, senyum yang tidak membawa kenyamanan. "Semua ini... sudah tertulis. Bahkan langkahmu ke gerbang ini hanyalah bagian dari siklus. Tapi jika kau bersikeras, aku hanya bisa mendoakan keberanianmu."
Pria itu mengangkat tangannya perlahan. Dari balik kabut, sebuah pintu kecil muncul di samping gerbang besar yang menjulang. Tidak ada suara mekanis atau suara rantai—pintu itu muncul begitu saja, seperti dilukis oleh bayangan.
"Masuklah, dan temui nasibmu."
Ardan menelan ludah, mengangguk pelan tanpa kata, dan melangkah masuk melalui pintu kecil itu.
Begitu ia melewati ambang pintu, suasana berubah drastis. Udara di dalam kastil terasa berat dan pengap, seakan membawa bau kematian yang telah lama tertahan. Cahaya lilin yang redup menari-nari di sepanjang dinding koridor batu, menciptakan bayangan yang bergerak seperti makhluk hidup.
Langkah Ardan menggema, meskipun ia mencoba berjalan dengan hati-hati. Buku tua yang ia bawa terasa semakin berat di tangannya, seolah-olah mengetahui apa yang akan datang.
"Ardan," suara pria misterius itu terdengar lagi, meskipun tubuhnya tidak lagi terlihat.
Ardan berbalik, mencari sumber suara, tetapi yang ada hanya kegelapan.
"Siapa kau sebenarnya?" Ardan akhirnya bertanya, suaranya penuh ketegangan.
"Aku hanyalah penjaga," jawab suara itu, "penjaga dari sesuatu yang seharusnya tidak pernah ditemukan."
Sebelum Ardan bisa bertanya lebih jauh, koridor itu bergetar. Dari ujung kegelapan, terdengar suara langkah kaki yang tidak manusiawi—terdengar seperti cakar yang menyeret lantai batu. Ardan membeku, menatap ke depan dengan napas tertahan.
Sebuah bayangan besar muncul di kejauhan, perlahan mendekat. Bentuknya sulit dikenali, tetapi mata merahnya bersinar tajam, seperti api kecil di tengah kegelapan.
"Jika kau bertahan, mungkin kau akan menemukan jawabannya," suara pria itu bergema, semakin memudar.
Bayangan itu semakin dekat, dan kini Ardan bisa mendengar suara napas berat, seperti makhluk besar yang sedang mengintai mangsanya. Ia merasakan tubuhnya kaku, seakan ada kekuatan tak terlihat yang menahannya untuk berlari.
Ketika bayangan itu akhirnya keluar dari kegelapan, Ardan terkejut melihat sosoknya. Itu adalah sosok seorang gadis kecil, namun wajahnya terdistorsi, dengan luka yang membelah pipinya dan matanya yang penuh kebencian. Gadis itu membawa boneka rusak di tangannya, dan dari mulut boneka itu, tetesan darah mengalir pelan.
“Kenapa kau di sini?” suara gadis itu terdengar serak, namun penuh dengan amarah yang tak terungkap.
“Aku...” Ardan tidak tahu harus menjawab apa. Tubuhnya gemetar, tetapi ia tahu ia tidak bisa mundur sekarang.
Gadis itu mendekat lebih jauh, dan setiap langkahnya membuat lantai retak, seolah tidak sanggup menahan beban yang seharusnya mustahil.
"Kau membawa kehancuran ke tempat ini," katanya lagi. "Dan aku akan memastikan kau merasakannya."
Sebelum Ardan sempat merespon, lilin-lilin di dinding padam serentak, meninggalkan kegelapan total dan meninggalkannya dalam sunyi dan hening tanpa suara.
---