"The Secret Behind Love." adalah sebuah cerita tentang pengkhianatan, penemuan diri, dan pilihan yang sulit dalam sebuah hubungan. Ini adalah kisah yang menggugah tentang bagaimana seorang wanita yang bernama karuna yang mencari cara untuk bangkit dari keterpurukan nya, mencari jalan menuju kebahagiaan sejati, dan menemukan kembali kepercayaannya yang hilang.
Semenjak perceraian dengan suaminya, hidup karuna penuh dengan cobaan, tapi siapa sangka? seseorang pria dari masa lalu karuna muncul kembali kedalam hidupnya bersamaan setelah itu juga seorang yang di cintai nya datang kembali.
Dan apakah Karuna bisa memilih pilihan nya? apakah karuna bisa mengendalikan perasaan nya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jhnafzzz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 22. Perusahaan?
Damian duduk di meja kerjanya, tubuhnya lelah dan pikirannya semakin kacau setelah perdebatan sengit dengan Riska. Tangannya gemetar saat ia membuka dompetnya, seolah ingin mencari sesuatu yang bisa menenangkan hati yang semakin resah. Saat ia membuka dompet, matanya tertuju pada foto yang selalu ia simpan di dalamnya.
Foto itu sudah agak usang, sudut-sudutnya mulai terlipat dan warnanya memudar. Itu adalah foto keluarganya, diambil dua tahun lalu, ketika Ethan masih berusia tiga tahun. Di dalam foto itu, Ethan tersenyum lebar, mengenakan kaos bergambar dinosaurus favoritnya, sementara Karuna duduk di sampingnya, wajahnya penuh kasih sayang, senyumnya hangat seperti biasa. Dan di sebelah mereka, ada Damian—mencoba tersenyum meski hatinya saat itu dipenuhi dengan berbagai perasaan yang tak bisa ia ungkapkan.
Damian menatap foto itu lama. Wajah Karuna dalam foto itu masih terasa begitu hidup dalam pikirannya. Meski sudah berpisah, ia masih sering mengenang Karuna, dan kenangan itu selalu datang pada saat-saat seperti ini—di tengah kekosongan hatinya, di saat ia merasa tidak ada yang benar-benar mengerti dirinya. Cinta yang dulu ia palsukan, cinta yang ia coba untuk tekan demi ambisi dan kesuksesan perusahaannya. Kini, semuanya terasa sia-sia.
Ia tahu bahwa kesuksesan yang ia raih di masa lalu tak lepas dari kerja sama yang ia jalin dengan perusahaan orang tua Karuna. Itu adalah titik balik besar dalam perjalanan kariernya, yang membawanya ke puncak kesuksesan. Namun, setelah perceraiannya dengan Karuna, segalanya mulai berubah. Bahkan perusahaan yang dulu begitu menjanjikan kini sedang berada di ujung tanduk, terancam bangkrut, dan ia tak tahu siapa yang kini memegang kendali atas kerja sama yang dulu begitu penting bagi kelangsungan hidup perusahaannya.
Damian mengusap wajahnya dengan kasar, merasa bingung. Perusahaan orang tua Karuna, yang dulu menjadi mitra utama, kini sepertinya telah berubah. Ia tidak tahu siapa yang sekarang mengelola perusahaan itu, atau bahkan apakah masih ada peluang untuk membangun kembali hubungan yang pernah ada. Dalam pikirannya, ia teringat bahwa dahulu, setiap langkah yang ia ambil, setiap keputusan yang ia buat, selalu ada Karuna di dalamnya—di balik layar, memberi dukungan, meskipun ia tidak pernah benar-benar mengungkapkan perasaannya kepada wanita itu.
Damian menghela napas panjang, berusaha menenangkan diri. "Apa yang terjadi dengan hidupku?" gumamnya pelan, matanya kembali tertuju pada foto itu, pada senyum Karuna yang seolah mengingatkannya pada masa lalu yang penuh harapan dan kebahagiaan.
Ia ingat bagaimana dahulu Karuna selalu ada untuk mendukungnya, meskipun ia tidak pernah bisa menunjukkan rasa cintanya. Damian selalu takut, takut jika ia mengungkapkan perasaan itu, maka Karuna akan pergi. Ia terlalu sibuk dengan pekerjaannya, dengan mengejar impian dan ambisinya, hingga ia tak menyadari bahwa ia sudah kehilangan yang terpenting dalam hidupnya—yaitu keluarga yang selalu memberikan arti dan kebahagiaan.
Pikiran Damian pun melayang ke masa lalu, ke saat-saat sebelum semua kekacauan ini terjadi. Ia ingat betul bagaimana hubungan mereka dulunya. Namun, seiring berjalannya waktu, ia mulai lebih banyak fokus pada perusahaan, sering absen dari kehidupan keluarga, dan itu yang akhirnya menyebabkan perpisahan mereka. Karuna, dengan segala kesabaran dan pengorbanannya, akhirnya tidak bisa lagi bertahan, meski ia masih mencintainya dengan tulus.
Damian meraih telepon genggamnya dan membuka aplikasi berita, mencari informasi tentang perusahaan orang tua Karuna. Tangan Damian gemetar saat ia mengetikkan nama perusahaan itu. Matanya melebar ketika melihat artikel yang muncul di layar. "Perusahaan Innotech industries Diambil Alih oleh Investor Baru."
Hatinya berdegup lebih cepat. Ia membaca artikel itu dengan teliti, mencoba menyelami setiap kalimat yang tercetak di layar. Innotech Industries, perusahaan yang pernah menjadi mitra utama perusahaannya, kini telah diambil alih oleh investor baru. Perubahan manajemen besar-besaran terjadi, dan banyak perubahan yang terjadi dalam kebijakan perusahaan. Tidak disebutkan secara rinci siapa yang kini memimpin perusahaan itu, namun yang pasti, hubungan yang pernah terjalin dengan perusahaan orang tua Karuna kini sudah berakhir.
Damian merasa sesak di dadanya. Ia sadar bahwa ini adalah pukulan besar untuknya. Tanpa kerja sama yang solid dengan Innotech industries, perusahaannya tidak akan mampu bertahan lebih lama. Ia telah kehilangan kontak dengan Karuna dan orang tua Karuna sejak perceraian mereka, dan kini ia merasa semakin jauh dari dunia yang pernah ia kenal.
“Apakah ini akhirnya?” Damian bergumam, menatap foto Ethan di dompetnya. Anak itu, meskipun hanya terlihat dalam potret yang sudah mulai pudar, seolah menjadi simbol dari segala yang telah ia tinggalkan. Ia merindukan anaknya. Mungkin, jika ia bisa kembali ke masa lalu, ia akan berusaha untuk tidak membiarkan segala kesibukannya merusak hubungan mereka. Tapi sekarang, segalanya terasa terlambat.
Perasaan Damian semakin rumit, antara perasaan bersalah terhadap Karuna dan Ethan, serta rasa takut terhadap masa depan yang semakin tidak pasti. Ia tahu bahwa ia tidak bisa terus hidup dalam penyesalan. Namun, ia juga tahu bahwa untuk mendapatkan kembali apa yang hilang, ia harus berjuang lebih keras dari sebelumnya. Tetapi, apakah itu mungkin?
Sambil memandangi foto itu, Damian merasakan gelombang emosi yang tak terkendali. Ia menundukkan kepala, merasakan beban yang sangat berat. "Apa yang harus aku lakukan sekarang?" pikirnya. Perasaan cemas dan penyesalan terus membayangi dirinya.
Sementara itu, di luar sana, di dalam dunia yang terpisah, Karuna sedang berjuang dengan kehidupannya sendiri. Ia telah memilih untuk melangkah maju, berusaha memberikan yang terbaik untuk Ethan, meskipun perasaan lama sering kali menghantui dirinya. Dan meskipun mereka berdua sudah terpisah, Damian tahu bahwa ia tidak bisa begitu saja melupakan apa yang telah terjadi antara mereka.
Siang itu, setelah berbelanja di supermarket, Karuna dan Ethan sedang berjalan menuju mobil. Ethan, dengan riangnya, berlari-lari kecil di samping ibunya, menikmati permen yang baru saja dibelinya. Karuna tersenyum kecil melihat anaknya yang begitu ceria, meskipun hatinya terasa sepi. Belakangan ini, hidupnya seperti dipenuhi dengan keheningan dan kenangan yang tak pernah bisa ia hapus begitu saja.
Namun, langkahnya tiba-tiba terhenti. Di kejauhan, sebuah mobil mewah berhenti di depan supermarket. Karuna mengenali mobil itu—mobil orang tuanya. Hatinya langsung berdegup kencang. Sejak perceraian, ia sudah sangat menghindari mereka. Pertemuan seperti ini bukanlah yang diinginkannya, apalagi di tempat umum seperti ini.
"Kenapa mereka di sini?" pikirnya, cemas. Tanpa berpikir panjang, Karuna menarik tangan Ethan dan segera mengarahkannya menuju pintu masuk supermarket. Ia berharap orang tuanya tidak melihatnya. Hatinya mulai gelisah. Ia tidak ingin berhadapan dengan mereka sekarang—terlalu banyak perasaan yang harus ia hadapi, terlalu banyak kenangan yang masih terlalu berat untuk dikenang.
"Ethan, ayo cepat!" bisiknya, sedikit terburu-buru.
Ethan yang tidak mengerti apa yang terjadi hanya mengikuti ibunya, sambil sesekali melihat ke belakang ke arah kakek dan neneknya yang sedang turun dari mobil. Karuna berusaha tetap tenang, namun matanya tidak bisa menghindari tatapan orang tuanya yang mulai mengarah ke arahnya. Rasa cemas itu semakin menyelimutinya.
Karuna bergegas menuju mobil, cepat-cepat membuka pintu dan memasukkan Ethan ke dalam kursi belakang. Ia duduk di kursi pengemudi dengan tangan yang sedikit gemetar. Setelah pintu mobil tertutup rapat, ia menyalakan mesin mobil dan mulai berkendara, mencoba untuk tidak menoleh ke arah orang tuanya. Perasaannya bercampur aduk, tak tahu harus berbuat apa.
Dalam perjalanan pulang, ia berusaha menenangkan diri. Ethan yang sedang sibuk dengan mainannya di kursi belakang tidak menyadari kecemasan ibunya. Karuna hanya bisa melirik ke kaca spion, memastikan bahwa mobil orang tuanya tidak mengejarnya. Ada rasa lega yang sedikit mengalir, meskipun ketegangan di dadanya belum hilang sepenuhnya.
Saat mobil mulai menjauh dari supermarket, Karuna merasakan sedikit ketenangan. Namun, di dalam dirinya, pikirannya kembali berputar. Kenapa ia begitu takut bertemu dengan orang tuanya? Kenapa ia merasa seolah-olah ada tembok yang begitu tinggi di antara mereka? Ia merindukan kedekatan mereka, tetapi terlalu banyak luka yang harus ia sembuhkan. Terkadang, pertemuan seperti ini justru membuatnya merasa semakin terasingkan, seperti ia tidak lagi menjadi bagian dari keluarga yang dulu ia kenal.
Di jalan yang kosong, Karuna memfokuskan perhatian pada rambu lalu lintas dan arah yang harus ia tuju. Tapi hatinya terasa berat. Meskipun ia memilih untuk tidak menemui orang tuanya hari itu, rasa bingung dan cemas masih mengikutinya. Ia tahu, suatu saat nanti, ia harus menghadapi kenyataan itu—entah itu dengan mereka, atau dengan Damian, atau bahkan dengan dirinya sendiri.
Namun untuk saat ini, ia hanya ingin pulang dan memberikan rasa aman bagi Ethan, yang sudah cukup banyak menghadapi perubahan dalam hidupnya. Semoga, waktu akan membantu mereka untuk menyembuhkan segala luka dan memberi mereka kesempatan untuk memulai sesuatu yang baru.