Kisah cinta Halalillah dan Hilal dimulai dari sebuah rumah tahfidz, mereka memilih menjadi Volunteer, dan itu bukanlah keputusan yang mudah, berani menggadaikan masa muda dan mimpinya pilihan yang amat berat.
Menjaga dan mendidik para penghafal qur'an menjadi sebuah amanah yang berat, begitu juga ujian cinta yang dialami Halal dan Hilal, bukan sampai disitu, kehadiran Mahab dan Isfanah menjadi sebuah pilihan yang berat bagi Hilal dan Halal, siapa yang akhirnya saling memiliki, dan bagaimana perjuangan mereka mempertahankan cinta dan persahabatan serta ujian dan cobaan mengabdikan diri di sebuah rumah tahfidz?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon emha albana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Hijrah Cinta
Matahari mengintip di celah-celah dedauan, berlahan embun pagi terbias, lalu hilang diantara organel dan sel daun, apakah takdirnya bagi embun yang datang lalu hilang secepat itu? Apakah Embun tidak bisa berlama-lama sejenak di atas daun, dan mengabaikan mentari?! Bicara sunah kah? Atau arogansi matahari yang mendeklarasikan diri pada Alam, kalaulah dia sumber energi.
Namun masih ada yang melawan dan mengejar matahari, berpacu dengan waktu, memburu harapan yang tergadai hanya bertahan hidup untuk 30 Hari kedepan, seakan rezeki mu tertakar di H-5, di penghujung pergantian bulan, Min a'ina Rabb? Yah, ini bukan bicara isi perut tetapi kalkulator Tuhan yang tak sama dengan kalkulator kita.
Hanya Hilal dan Rizka yang berani kepada matahari, ia enggan wajahnya terlihat oleh matahari, setelah memutuskan untuk memakai Niqob.
Alhamdulillaah allaahumma kamaa hassanta khalqi fahassin khuluqii.
Suara lembut mengiringi wajah yang cermin pun malu untuk menatapnya, ia memulai memakai bagian dari perintah Tuhan dan Rasul-nya, hanya Allah dan pendamping hidupnya kelak yang akan melihat paras mereka.
Dengan warna gamis dan hijab serta Niqob yang serasih, mereka mulai melangkah meninggalkan pintu rumah.
Bismillahi tawakkaltu 'ala Allah laa hawlaa wa laa quwwata illa billahi.
Mereka menyambut pagi dengan penuh syukur, dan mulai menata hidup baru, memilih berdamai pada takdir.
"Assalamualaikum ya ahlul Jannah." Rizka mengucapkan salam kepada sahabatnya.
"Walaikum salam, waa iya kum, warahmatullahi Alaikum."
Mereka melangkah bersama menujuh rumah kedua, Rumah Tahdfidz, seakan mereka siap dengan takdir baru baginya.
"Masyallah," ucap Mila yang tahu betul wajah mereka di awal, kini hanya terlihat mata yang dihiasi celak, tunai sudah sunah bagi mereka.
*Assalamualaikum kak Mila."
"Walaikum salam, masyallah... masyallah." Berkali-kali Mila mengucapkan itu.
"Kenapa Kak?!"
"Ah nggak kenapa-kenapa, kayanya sudah siap untuk kerja yah!"
"Bukan siap lagi, tapi siap banget." Ucap Rizka.
"Alhamdulillah,"
Selagi asik berbincang-bincang muncul seorang pria.
"Assalamualaikum, waaah...wah, ada dua bidadari syurga sepertinya, ucap Arza ( 22 thn ) yang juga pengurus rumah Tahfidz, dia bagian keuangan.
Pria berkulit putih, dengan rambut belah dua, ala-ala remaja tahun 90-an.
"Wa'alikum salam." Jawab mereka kompak.
"Oh ya, kenalin ini Kang Arza, dia bagian keuangan disini, jadi kalo mau kasbon atau pinjem uang ke kang Arza yah."
"Bahaya ini...bahaya, bisa-bisa makin banyak kasbonan."
Arza begitu energic dan dari sekian banyak pengurus, dia lah yang mendapatkan julukan Mr.Smile karena murah senyum.
"Ngomong-ngomong siapa nama, nona-nona cantik ini?!
"Saya Rizka."
"Dan saya Halal."
"Wah, bagus nama-namanya, kalo digabungin rezeki halal dong."
"Heem, Rizka bulan Rezeki."
"Yaaaah kaaan, kalo berdoa yang baik-baik."
"Ya." Jawab Mila.
"Sayangnya ane nggak bisa liat wajah-wajah ente."
"Nah itu-lah mereka disebut wanita misterius, dan yang bisa liat wajahnya hanya calon pendamping hidupnya."
"Termasuk ane yah?! Alhamdulillah!"
"Ente enggak boleh ngeliat yang baru, langsung tebar pesona."
"Atuh lelaki ceceu, jomblo pula, wajar aja. Tugas manusia hanya berusaha, biarkanlah hati mereka yang bicara." Tepisnya.
"Mulai gombal."
"Okelah kalo begitu, ane ke ruangan dulu ya, biasa kalo awal-awal bulan riweuh masalah laporan."
"Iya, nggak apa, nanti juga sering ketemu." Ucap Mila.
Selagi enak bercanda, Hilal pun muncul dari balik pintu.
"Assalamualaikum," suara berat dan serak menjadi ciri kalau itu Hilal.
"Walaikum salam, oh ya pak, ini Rizka dan Halal."
"Salam kenal yah, dan selamat bertugas, semoga betah di sini dan menjadi bagian keluarga kami."
"Makasi Pak." Jawab Rizka.
Walau pada kenyataan, Hilal bingung yang mana Rizka dan yang mana Halal, karena kini dua-duanya sudah bercadar.
"Saya masuk dulu, dan biar Mila nanti jelaskan aturan dan orientasi dahulu dengan pengurus yang lain."
"Siap Pak."
Mila mulai mengajak mereka room tour, dan memperkenalkan satu persatu pengurus, yang mulai sibuk kerja.
"Temen-temen semua, kenalin yah, ini pengajar yang baru."
"Salam kenal, gw Iksan." Sambut pria berkacamata dan berambut panjang.
"Salam kenal juga, saya Hesti."
"Kalo ana, Mutiara."
"Salam kenal juga kakak, kalo saya Rizka."
"Saya Halal."
Setelah masuk ke ruang staf, mereka diajak ke ruang belajar serta asrama santri. Terlihat beberapa anak sedang menghafalkan Al-Qur'an dibimbing Ustadz Iskandar untuk kelas Ikhwan.
Ustadz muda berperawakan atletis, yang membuatnya terlihat manis dengan janggut tipisnya.
Pandangan mereka dibatasi dinding kelas dan asrama, hanya bisa melihat Ustadz Iskandar ( 30 thn ) dari balik jendela.
Dalam hitungan persekian menit, Ustadz Iskandar melihat ke balik jendela, dan beradu pandang dengan Hilal, gadis itu hanya tertunduk. Ustadz muda itu melanjutkan aktifitasnya lagi.
"Oh yah, untuk kalian nantinya jaga sikap ya? Khawatir kalo disini banyak ustadz Jomblo, takutnya baru masuk kerja, besoknya kirimin kita Undangan nikah."
"Haha...bisa aja Kak Mila."
"Yaelah, biar kalian juga antisipasi ngadepin orang-orang kaya Arza, untuk disini cuma ada satu Arza doang." Canda Mila.
Masih dengan tema room tour, dan Mila yang menjadi guide. Selagi asik menjelaskan cerita pengurus dan ruangan-ruangan yang ada di rumah Tahfidz dan yatim, di hadapnya muncul Hilal yang sebatas izin pamit.
"Mil, saya ke garmen dulu yah, kalo ada apa-apa hubungi saya."
Hilal izin pamit untuk ke tempat usaha yang lain dulu.
"Ya Pak." Ucap Mila.
Dan mereka melanjutkan ke ruang berikutnya. Menjelang waktu rehat, barulah semua pengurus berkumpul dan menjadi tradisi untuk sholat berjamaah dan makan siang bersama-sama, bahkan sudah ada bagian dapur umur yang menyediakan menu masakan yang berbeda disetiap harinya.
Namun ada pandangan yang sedikit berbeda, saat melihat seorang pria berpakaian rapih dan bersih, ikut dalam antrian makan siang, Halal sedikit risih, lagi-lagi dia beradu pandang, mengingat pria itu hanya penasaran dengan kedatangan dua orang baru di Rumah Tahfidz, namun ia enggan untuk memulai pembicaraan, yang hanya ia dapatkan mereka saling tertunduk saat bertemu pandang, karena keduanya paham betul bagaimana hukum menjaga pandangan.
Halal dan Pria yang tak lain adalah Ustadz Iskandar, rasanya ia ingin menyapa, hanya saja entah seperti apa caranya, dan bagaimana untuk memulai, keduanya tidak memiliki pengalaman itu, Ustadz Iskandar dengan bahasa tubuh mengisyaratkan salam.
Halal menjaga pandangannya dan tidak ingin memberikan harapan bagi lawan jenis, kadang untuk menghindari pertemuan pandangan tersebut, sengaja ia mencoba mengalihkan pembicaraan dan berbaur dengan pengurus wanita lainnya, agar tidak ada fitnah, pandangan yang liar, dan hal yang memantik syahwat, mereka betul-betul menjaga kesucian masing-masing.
Ustadz Iskandar memilih untuk tidak bergabung, bukan dia sombong, hanya saja untuk tidak bersentuhan Langsung atau bercanda berlebihan dengan lawan jenis.
_______________oOo______________
Terimakasih untuk pembaca yang sudah mengikuti kisah asmara yang tidak biasa.
ikuti terus disetiap lembaran kerja keras kami.
kalo kita pandai bersyukur,apapun yg Alloh kasih,akan terasa nikmat
kefakiran tidak menjadikan kalian kufur nikmat
Rizk & iskandar🥰🥰