NovelToon NovelToon
Tergila-gila Padamu

Tergila-gila Padamu

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.4k
Nilai: 5
Nama Author: dochi_19

Benarkah mereka saling tergila-tergila satu sama lain?

Safira Halim, gadis kaya raya yang selalu mendambakan kehidupan orang biasa. Ia sangat menggilai kekasihnya- Gavin. Pujaan hati semua orang. Dan ia selalu percaya pria itu juga sama sepertinya.

...

Cerita ini murni imajinasiku aja. Kalau ada kesamaan nama, tempat, atau cerita, aku minta maaf. Kalau isinya sangat tidak masuk akal, harap maklum. Nikmati aja ya temen-temen

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon dochi_19, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

balasan

"Kamu pasti terkejut." Aditya menyerahkan cokelat panas yang langsung diterima Maura.

Aditya duduk di kursi seberang Maura. Pasca kejadian Gavin hilang kendali, Aditya langsung mengajak Maura ke cafe di lantai bawah. Biar keduanya sama-sama tenang dulu.

"Dia pakai narkoba, ya?"

Aditya ingin tertawa tapi ini bukan waktunya. "Berdasarkan cerita kamu, wajar kalau dia marah."

"Hah?"

"Maura, kamu kenal Gavin baru beberapa bulan, tapi kamu sudah salah nilai dia."

"T-tapi, bukannya dia butuh apartemen itu biar jauh dari Safira? Bukannya keluarga mereka bikin dia sakit? Itu artinya dia gak bahagia, kan?"

"Ternyata kamu lancang juga, ya."

Tidak kasar, tapi itu cukup membuat Maura terdiam. Maura takut dimarahi lagi jadi ia memilih diam dan mendengarkan.

"Memangnya kamu pikir kebahagiaan Gavin itu apa? Terbebas dari Safira dan keluarga kaya itu? Justru sebaliknya, dia ingin membebaskan Safira secepatnya. Dan kenyataannya, Safira kebahagiaan Gavin.

'Gimana jadinya hidup tanpa Safira?' Itulah alasan kenapa Gavin pindah ke apartemen. Setiap Safira masuk rumah sakit, Gavin selalu kalut. Kalau alasan dia bertahan dengan keluarganya sudah pergi, aku gak bisa nebak apa yang bakal dia lakuin. Kamu ngerti 'kan kalau mereka itu hidup saling menyelamatkan?"

"Apa saling menyelamatkan bisa disebut alasan kebahagiaan?" Gumam Maura yang masih terdengar jelas.

"Apa kamu gak bahagia waktu Gavin nyelamatin kamu di sekolah?"

.

.

Flashback

"Apa yang kamu lakukan ini, hah? Bisanya cuma main terus!" Papa Gavin mendorong motor hitam itu hingga terjatuh ke aspal.

"Pa—"

"Papa gak sekolahin kamu buat jadi anak nakal yang bergaul sama penjahat."

"Aku gak gaul sama penjahat, Pa."

"Jangan ngelawan kamu, ya! Papa udah bilang kita harus datang barengan, jangan malah malu-maluin nyusul pakai motor butut gitu!" Papanya menoyor kepala Gavin.

Gavin mulai meringis dengan perlakuan kasar Papanya. Malam ini ada acara penting yang dihadiri banyak pengusaha dan investor, tapi Gavin ada keperluan mendesak hingga menyusul naik motor. Tapi nasibnya sial dan malah mendapat perlakuan kasar di tempat umum, beruntung tidak ada orang penting di parkiran.

"Awas, ya, kalau sampai kamu bikin ulah di sana. Kamu harus bantu Papa buat kesan baik sama investor di dalam. Setidaknya itu cara kamu nebus kesalahan." Papanya masuk terlebih dahulu.

Gavin mengangkat motornya dan sebuah tangan ikut membantunya. Begitu melihat sosok itu, ia terkejut.

"Eh, mamang cilok, kita ketemu lagi. Kamu ngapain di sini? Jualan cilok, ya?"

"Apaan, sih." Gavin berusaha mengabaikan Safira.

"Tunggu dulu." Safira menahan pergelangan tangan Gavin. "Mau aku bantuin gak?"

"Apa maksudnya?"

"Ayah aku investor, aku bisa kenalin kakak sama Ayah."

Gavin hendak menolak, tapi kalau sampai Ayahnya tahu ia menolak tawaran bagus itu, ia pasti akan dimarahi lagi. Gavin pun setuju.

Safira tiba-tiba berjinjit mengusap kepala Gavin. "Aku juga tahu gimana rasanya dapet perlakuan kayak tadi. Mulai ke depannya kita harus saling bantu."

Gavin hendak menyangkal, tapi melihat tatapan Safira yang sedih ia pun seolah berbagi kesakitan yang sama. "Ya, kamu bisa panggil aku kalau butuh apa-apa."

"Emang kakak bisa keluar dari lampu kalau digosok-gosok?"

"Gak gitu juga, sih."

Safira tersenyum. "Ke depannya, aku pengen bantuin kakak lebih banyak dari kakak yang bantuin aku. Jadi, gak usah sungkan minta bantuan sama aku."

"Makasih, ya." Gavin tidak tahu apakah itu sungguhan atau hanya kalimat penghibur dari anak kecil yang menyaksikan kekerasan. Tapi itu membuatnya senang. Perasaan hangat memenuhi hatinya. Padahal baru beberapa menit lalu ia seperti ingin menangis.

.

.

"Kak, aku bisa jalan sendiri," ucap Safira begitu melihat Gavin mengeluarkan kursi roda dari bagasi.

"Sudah, kamu duduk di sini dan nikmati saja." Gavin mendorong kursi roda itu dan Safira pun terpaksa mendudukinya.

Gavin mendorong kursinya dari parkiran hingga pintu belakang yang jauh. Ini semua karena ide gila Lisa yang tiba-tiba mengajak mereka berkumpul di lapangan golf milik keluarga Halim. Belum lagi, ia dan Gavin memilih jalan belakang untuk menghindari orang yang dikenal. Setelah beberapa menit mereka pun sampai di dalam gedung. Petugas yang sudah mengenali mereka dengan sigap mengambil alih kursi roda— begitu Safira turun darinya. Mereka dipandu menaiki eskalator hingga sampai di sebuah ruangan privasi yang sudah dipesan.

"Ini dia orang yang paling kita tunggu. Selamat atas kesembuhannya," ujar Lisa sembari menghampiri Safira dan memeluk dengan erat. Lisa tersenyum lebar. Semua orang yang hadir juga menyerukan perasaan syukur atas kesembuhan Safira.

Safira tersenyum lebar dan mengucapkan terima kasih. Ditatapnya semua orang yang hadir di sana. Dua teman dekat lainnya di kelas, pacar Lisa, dan perempuan yang tidak ia harapkan berdiri di samping Aditya.

"Sepertinya aku mau pulang aja." Safira berbalik badan dan hendak berjalan pergi tapi tangannya ditahan Gavin. Safira pun menepisnya.

"Sayang—"

"Biar aku aja." Lisa pun menyusul Safira dengan tergesa.

"Hei, tunggu Saf!" Lisa mencekal tangan Safira dan membiarkan Safira menepisnya.

"Maksud kamu apa, sih, ngajak dia ke sini?" tanya Safira kesal.

"Aku punya rencana untuk balas dendam kamu," jawab Lisa dengan senyum culas.

"Aku gak berniat balas dendam, lagian dia juga gak salah apa-apa."

"Udah, kamu diem aja. Biar aku yang urus semuanya."

Safira tidak mengatakan hal lain. Dalam hati ia penasaran dengan rencana yang di maksud Lisa. Mereka kembali ke ruangan itu. Semuanya kembali ceria berkat Lisa yang memandu. Beberapa pelayan keluar-masuk membawa sajian hidangan untuk mereka. Bahkan ada wine, di siang hari, Safira pikir Lisa sudah gila. Safira baru tahu kalau Ester dan Frisca sama gilanya dengan Lisa, mereka minum wine di siang bolong.

"Kenapa kak Maura gak minum? Gak biasa, ya, minum yang mahal-mahal?" Lisa mengajukan pertanyaan yang jelas-jelas mencela Maura.

"Biarpun gak pernah, tapi dia gak aneh kayak kamu. Minum siang bolong gini," gumam Safira tapi masih bisa didengar yang lain.

"Safira, ih." Lisa mencebik.

"Maaf," Safira tertawa kecil beserta yang lainnya.

"Aku dengar belum ada yang bisa ngalahin rekor hole in one kak Gavin," ucap Ester memulai pembicaraan.

"Ya, ya, anak-anak juga heboh. Katanya kalau main sama kalian, mereka pasti kalah." Frisca ikut mengangguk.

Aditya tertawa. "Bagus juga, ya, beritanya. Akhirnya ada yang nyadar juga sama kemampuan gue."

"Kita lihat aja nanti." Lisa tertawa.

"Lo nantangin kita, nih?" Aditya merasa tertantang.

"Jangan salah, ya, gini-gini kita itu paling jago di antara cewek kelas satu. Sayang banget hari ini mesti nunggu sejam buat lapangnya."

Safira tersenyum. "Maaf, ya. Aku gak tahu kalian serius mau main, tahu gitu aku pasti minta mereka kosongin jadwal lapangannya. Hari ini lagi full, itu juga ada jadwal orang yang digeser."

"Iya, gak apa-apa. Sekalian nunggu kita kan bisa ngobrol dulu aja." Lisa menepuk bahu Safira.

"Oh, ya, kak Maura suka main golf di mana?" tanya Ester dengan tatapan penasaran.

Maura terdiam sebelum menjawab, "aku gak pernah main golf."

"Aduh, aku gak tahu kakak gak pernah main golf. Kirain kak Maura sama kayak kita, soalnya suka gabung sama grup orang kaya." Lisa terang-terangan berkata demikian.

"Lisa..." Reza memperingatkan Lisa.

"Ya, maaf."

"Ah, aku penasaran kak Gavin belajar golf dari mana." Frisca bertanya pada Gavin.

"Aku belajar golf dari Ayahnya Safira." Gavin menjawab sekenanya.

"Wah, hubungan kakak sama calon Ayah mertua udah sedekat itu, ya." Lisa tersenyum lebar.

Sekarang Safira mulai mengerti balas dendam yang di maksud Lisa. Teman-temannya berniat menunjukkan perbedaan status sosial mereka.

.

.

TBC

1
hayalan indah🍂
bagus
Dochi19_new: makasih kak, pantengin terus ya kak 🥰
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!