NovelToon NovelToon
Binar Cakrawala

Binar Cakrawala

Status: sedang berlangsung
Genre:Teen / Cintapertama / Cintamanis / Teen School/College / Romansa / Slice of Life
Popularitas:3.1k
Nilai: 5
Nama Author: And_waeyo

Binar jatuh cinta pada kakak kelasnya sudah sangat lama, namun ketika ia merasa cintanya mulai terbalas, ada saja tingkah lelaki itu yang membuatnya naik darah atau bahkan mempertanyakan kembali perasaan itu.

Walau mereka pada kenyataannya kembali dekat, entah kenapa ia merasa bahwa Cakra tetap menjaga jarak darinya, hingga ia bertanya dan terus bertanya ..., Apa benar Cakrawala juga merasakan perasaan yang sama dengannya?

"Jika pada awalnya kita hanya dua orang asing yang bukan siapa-siapa, apa salahnya kembali ke awal dimana semua cukup baik dengan itu saja?"

Haruskah Binar bertahan demi membayar penantian? Atau menyerah dan menerima keadaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon And_waeyo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Chapter 4. Pelukan

Binar tidak tahu kata apa yang tepat untuk mendefinisikan hari ini. Berada di atas motor yang sama dan dibonceng Cakrawala adalah hal yang sangat ia syukuri dan banggakan. Pasalnya, dari banyak perempuan yang merupakan saingannya untuk duduk berboncengan dengan Cakra, ia merasa jadi yang terpilih. Binar tahu Cakrawala belum pernah pacaran meski kelas sepuluh dulu sempat ada simpang-siur yang mengatakan kalau Cakra berpacaran dengan Ravana karena kedekatan mereka. Hal itu yang membuat Binar patah hati dulu sampai kebablasan nangis ketika pulang sekolah, lalu tertidur dan ketika bangun matanya sudah bengkak saja.

Jika diingat, itu merupakan hal yang menggelikan bagi Binar. Ia sampai tidak sekolah karena bengkak matanya itu, untungnya berita baik datang, Pelangi memberi tahunya bahwa Cakrawala dan Ravana hanya sekadar teman, tak lebih. Jadi ia bisa agak kembali tenang.

Binar bersyukur, ia bernapas lega. Soalnya jika itu benar, pasti galaunya akan lama.

"Udah sampai nih, lo nggak mau turun?"

Binar tersentak pelan mendengar suara Cakrawala. Gadis itu mengerjap dan menatap sekeliling, baru sadar sudah sampai di depan gerbang rumahnya. Rasanya hanya sebentar ..., padahal Binar ingin lama-lama.

"O-oh iya." gadis itu dengan perlahan dan hati-hati turun dari motor Cakra.

"Makasih," kata Binar dengan senyum malu yang tertahan.

Cakrawala hanya mengangguk saja.

"Eumm ..., mau mampir dulu nggak, Kak?" tanya Binar.

"Nggak usah, gue mau langsung pulang."

"Oke, hati-hati ya."

"Hm. Oh iya, bayaran gue."

"Hm?" kedua mata Binar mengerjap. Keningnya berkerut tanda tak paham. Ia menatap telapak tangan Cakrawala yang kini terangkat di hadapan wajahnya dengan tatapan bingung.

"Bayaran ..., apa?"

"Gue kan udah jadi ojeg dadakan lo, lo harus bayar."

Kedua alis Binar mengernyit. Ia agak bingung, apakah seharusnya ia membayar jika ikut Cakra?

Dengan ekspresi masam yang tidak dapat ditahan, Binar merogoh saku roknya. Mengambil satu lembar uang berwarna merah, lalu mengulurkannya pada Cakrawala.

"Kembaliannya ambil aja," kata Binar sambil tersenyum setengah hati.

Binar berbalik dengan kedongkolan yang sudah bercokol dalam hati. Padahal satu arah, nebeng sekali harus bayar pula, beban tubuhnya juga ringan-ringan saja, tapi lelaki ini minta upah. Kalau saja Cakrawala bukan orang ganteng yang berhasil merebut hatinya, Binar sudah mencabik-cabiknya menjadi butiran debu dan mengomelinya. Gadis itu menghela napas pelan, baru akan melangkah, sebuah suara menghentikan langkahnya.

"Eh tunggu, kenapa lo anggap serius? Gue cuma bercanda."

Binar refleks berbalik lagi. "Udah, nggak papa, ambil aja," katanya, lalu mengerucutkan bibir ngambek.

"Lo serius ini? Binar Arabella? Gue cuma bercanda padahal."

"Iya! Udah, dadah sampai jumpa besok!"

Binar menghentakan kaki kali ini. Bibirnya kembali mengerucut sebal. Gadis itu membalikan tubuhnya, ia mendecak singkat karena mungkin tingkahnya sekarang akan menjadi hal yang nanti ia sesali. Tapi sudah terlanjur dilakukan, jadi ya sudahlah. Gadis itu baru berjalan beberapa langkah, sebuah tarikan pelan yang memaksanya kembali membalikan tubuh sekaligus mendekapnya membuat gadis itu kaget.

"Mumpung nggak ada siapa-siapa, nggak ada yang lewat, nggak ada yang lihat juga. Eh, ada cctv nggak sih di dekat sini? Ketahuan bokap lo bisa aja kan gue langsung dihukum mati."

Tanpa sadar, Binar menahan napas sesaat. Harum favoritnya kini sangat dekat, jantung gadis itu dibuat berpacu semakin cepat. Kedua tungkai kakinya terasa lemas. Rasanya, ia ingin sekali balas memeluk dengan erat.

"Jangan marah. Gue kan udah bilang cuma bercanda. Kok malah terus ngambek? Gue nggak maksud bikin lo kesal, udah jangan marah ya."

Lelaki itu mengurai pelukannya, ia memegang kedua bahu Binar, lalu tersenyum tipis. Hanya senyuman tipis, namun itu lebih dari cukup untuk memporak-porandakan hati Binar yang lemah terhadap lelaki itu.

"Sebagai gantinya, gue sewain---eh, nggak disewain sih. Gue kasih pinjem topi yang masih lo pakai itu sampai besok aja. Gimana? Adil kan kalau ditambah pelukan sekaligus jadi pacar gue? Soalnya sekali peluk gue kasih tarif seratus milyar, mau jadi pacar gue, gue pasang tarif sepuluh trilyun, tapi lo nggak bayar. Gue orangnya juga jarang ngasih pinjem ke orang lain, lo satu-satunya cewek yang gue kasih kepercayaan dipinjemin topi itu. Udah, gue mau pulang."

Sampai Cakrawala menaiki motor dan menghidupkannya, Binar belum bersuara lagi. Ia masih dalam mode ambyar, bingung, terkejut dan perasaan nano-nano yang rame rasanya.

Lelaki itu kini memakai helm. Lalu menatap Binar dengan senyum tipis. "Jagain topi itu baik-baik ya, gue udah anggap dia sebagai keluarga gue sendiri. Jadi karena lo pacar gue, dia juga keluarga lo. Ngomong-ngomong, harganya juga mahal. Kalau sampai rusak, kena noda atau pun kegores dikit aja, lo nggak akan bisa ganti rugi sama semua harta yang ada di dunia ini. Udah kebanyakan ngomong kan gue, jangan lupa senyum! Sampai jumpa besok!"

Cakrawala melajukan motornya setelah melihat sesaat ke arah topi yang dipakai Binar.

Gadis itu kini mengerjap, menatap kepergian kekasihnya dengan kening mengernyit dalam. Ia masih di depan gerbang, detik berikutnya, dengan senyuman tertahan yang cukup menggelikan, Binar meraba topi yang berada di kepalanya. Barang berharga milik Cakra, kemudian pelukan singkat yang katanya bertarif seratus milyar, lalu menjadi pacarnya sampai harus merogoh uang sepuluh trilyun. Binar kini tertawa geli sembari membalikkan tubuh. Lelaki itu tadi bilang, hanya bercanda meminta ongkos, tapi uangnya tak Cakra kembalikan. Sayangnya, Binar sudah tak peduli lagi akan uang yang ia keluarkan.

"Pak! Pak satpam!"

Tidak ada yang menyahut. Binar mengangkat bahu. Lalu, Ia mendorong gerbang rumahnya sendiri dengan segenap tenaga yang ia punya, padahal biasanya minta dibukakan satpam rumah.

Gadis itu tertawa-tawa, sambil melangkah dan melompat-lompat seperti anak kecil kegirangan sepanjang jalan di halaman luas rumah milik keluarga Prakasa. Biasanya, dari gerbang sampai halaman depan pintu saja harus pakai mobil karena katanya capek dan malas gerak.

***

Di sisi lain, Cakrawala sudah memasukan motor ke garasi rumahnya. Ia baru saja keluar dan kini melangkah menuju pintu rumah.

Lelaki itu membuka pintu rumahnya yang besar sampai menimbulkan suara, di dalam terlihat tak ada orang. Meskipun ada orang, rasanya tetap saja sepi. Walaupun ada pekerja itu lain cerita. Seramai apa pun rumah ini, rasanya kosong bagi Cakra.

"Ya, i'm home," gumam lelaki itu.

Lalu, terdengar suara sebuah pintu yang tertutup cukup keras sampai menggema dari lantai dua.

"Kak Cakra? Yeaaay udah pulang!!!" seorang gadis berseru dari lantai dua sisi tangga setelah melihat Cakra.

Langkahnya yang terdengar grasak-grusuk ketika berlari membuat seolah tak ada kehidupan lain di rumah itu.

"Hati-hati, nanti jatuh kan berabe," katanya agak acuh tak acuh.

"Iya, ini hati-hati, aku mau minta tolong."

Cakra diam saja, ia melangkah melewati ruang tamu dan melangkah menuju lift yang ada di sana.

"Kak ...."

Suara Lavanya terdengar jelas di pendengaran Cakra. Lelaki itu kini berbalik. "Tante Laras mana?" tanyanya.

"Mami ada arisan."

Sebelah alis Cakra terangkat. "Hari ini? Jam segini?"

Gadis itu terlihat mengangguk. Mengerti keheranan Cakra. "Iya, ibu-ibu sosialita emang gitu, mau hari apa kek meskipun nggak akhir Minggu, arisan tetap jalan."

"Jadi dari tadi lo di rumah sendirian?" tanya Cakra.

"Nggak, ada pelayan. Tapi sekarang kan juga ada Kak Cakra, aku barusan lagi ngerjain tugas, ada yang nggak ngerti. Kak Cakra mau kan bantuin aku? Soalnya harus dikumpulin besok." Dengan jarak yang terbilang tidak dekat, Lavanya tidak bisa menunjukan tatapan puppy eyes andalannya.

Cakra diam sesaat. Lelaki itu kemudian mengangkat bahu. "Gue sibuk, capek juga tapi yaudah. Kalau lo mau gue bantuin ambil buku lo terus tunggu di sini," katanya, setelah itu ia kembali melangkah menuju lift yang ada di sana.

Sementara Lavanya bersorak senang, kini ia bergegas kembali menuju kamarnya untuk mengambil buku dan alat tulis lainnya. Padahal rasanya, tadi pagi ia bilang ngambek pada lelaki itu karena tak akan dibelikan coklat.

1
anggita
biar ga cemburu terus, kasih like👍+iklan☝.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!