Aisha Naziya Almahyra telah menjalin hubungan selama tiga tahun dengan kekasihnya yang bernama Ikhbar Shaqr Akhdan. Hubungan mereka sudah sangat jauh.
Hingga suatu hari kedua orang tua mereka mengetahuinya, dan memisahkan mereka dengan memasukan keduanya ke pesantren.
Tiga tahun kemudian, Aisha yang ingin mengikuti pengajian terkejut saat mengetahui yang menjadi ustadnya adalah Ikhbar. Hatinya senang karena dipertemukan lagi dalam keadaan telah hijrah.
Namun, kenyataan pahit harus Aisha terima saat usai pengajian seorang wanita dengan bayi berusia satu tahun menghampiri Ikhbar dan memanggil Abi.
Aisha akhirnya kembali ke rumah, tanpa sempat bertemu Ikhbar. Hingga suatu hari dia dijodohkan dengan seorang anak ustad yang bernama Ghibran Naufal Rizal. Apakah Aisha akan menerima perjodohan itu?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon mama reni, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16. Usir Mereka, Mas!
Ghibran keluar dari kamar. Ingin melihat siapa tamu yang telah datang. Saat dia mendekati tamu itu, pria itu sangat terkejut.
"Annisa ...."
"Kak Ghibran ...," ucap Annisa tidak kalah terkejutnya.
Ghibran mempersilakan keduanya masuk. Tak lupa Ikhbar menyalami kakak iparmya itu. Annisa merupakan anak dari tantenya Ghibran.
"Siapa yang mengatakan Kakak di sini?" tanya Ghibran setelah mereka bertiga duduk.
"Aku tak tahu jika Kak Ghibran ada di sini. Aku justru ingin bertanya, ada hubungan apa Kakak dengan Aisha?" tanya Annisa.
"Kamu kenal dengan Aisha? Jadi kamu datang untuk Aisha?" tanya Ghibran. Annisa menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Tampaknya wanita itu masih terkejut dengan keberadaan Ghibran di rumah Aisha.
Ghibran tersenyum mendengar pertanyaan adik sepupunya itu. Dia memang belum mengatakan pada keluarga besarnya tentang lamaran yang dia lakukan pada Aisha. Rencananya semua akan tahu saat lamaran resmi berlangsung, tapi takdir berkata lain. Dia menikah tanpa satu orang pun dari keluarga yang tahu, kecuali ayah dan ibunya.
Aisha yang telah selesai berpakaian keluar dari kamar. Dia yang belum tahu siapa yang datang langsung berjalan menuju ruang tamu.
"Mas ...." Ucapan Aisha terhenti saat melihat siapa tamu yang datang. Wajahnya menegang.
Ghibran yang melihat perubahan wajah Aisha, langsung berdiri dan memeluk istrinya itu. Dia menjadi bertanya, ada apa dengan Annisa dan Ikhbar sehingga wajah wanita itu menjadi tegang.
"Sayang, kamu kenapa?" tanya Ghibran dengan lembutnya.
Annisa dan Ikhbar saling pandang mendengar Ghibran memanggil sayang dengan Aisha. Apa lagi saat melihat pria itu memeluknya. Dia berdiri ingin menyalami Aisha dan mengucapkan duka.
"Mas, aku tidak mau melihat mereka. Usir mereka, Mas," ucap Aisha. Dia telah menangis terisak.
Ghibran memeluk istrinya. Dia tidak tahu ada hubungan apa Aisha dengan Annisa dan suaminya. Kenapa dia tidak menginginkan kehadiran mereka? Tanya Ghibran dalam hati.
Tubuh Aisha tampak gemetar. Dia teringat kembali kepergian ibunya karena kedua orang itu. Memang semua takdir Allah, tapi mereka penyebab kematian ibunya. Melihat tubuh istrinya yang gemetar, Ghibran bisa menebak jika memang kehadiran kedua kerabatnya itu tidak diinginkan.
"Mbak Aisha, aku dan Mas Ikhbar datang hanya ingin mengucapkan bela sungkawa. Aku juga ingin meminta maaf," ucap Annisa.
Ikhbar juga ikut berdiri dan mendekati Aisha. Sebenarnya dadanya sesak melihat Aisha yang tampak terpuruk. Saat ini saja dia begitu terluka, apa lagi ketika ayahnya meninggal dulu, ucap Ikhbar dalam hatinya.
"Aisha, aku minta maaf. Jika kedatangan kami kemarin menjadi penyebab meninggalnya ibu. Aku tidak pernah bermaksud membuat ibu syok. Aku hanya ingin meminta maaf atas apa yang pernah aku lakukan," ucap Ikhbar.
"Pergilah kau dari rumahku! Aku tidak akan pernah memaafkan kamu. Kedua orang tuaku meninggal karena kamu. Tidak bermaksud, tapi yang terjadi memang ibuku syok dan pergi karena kedatangan kamu!" ucap Aisha dengan suara tinggi.
Ghibran tidak percaya saat melihat wanita itu marah. Aisha yang dia kenal begitu lembutnya bisa begitu marahnya. Sebesar apa kesalahan Ikhbar dengannya.
"Sayang, istighfar. Jangan marah-marah," ucap Ghibran.
"Mas, aku tak mau melihat mereka. Dia pembunuh kedua orang tuaku!" Aisah berucap dengan suara gemetar. Beruntung pelayat belum pada hadir.
"Iya, Sayang. Kamu masuklah ke kamar dulu," ucap Ghibran. Dia mengantar istrinya masuk ke kamar dan meminta Aisha berbaring. Dia lalu menyelimuti tubuh wanita itu.
"Mas, aku tak mau mereka di rumahku," ucap Aisha saat Ghibran ingin meninggalkan kamar.
"Iya, Sayang. Kamu tenang saja," ucap Ghibran sebelum melangkah pergi.
Ghibran menemui adik sepupunya yang berada di teras rumah Aisha. Dia melihat kedua suami istri itu sedang berbincang. Entah apa yang mereka katakan.
"Maaf, Annisa, Ikhbar, aku terpaksa mengusir kalian pergi dari sini. Aku tidak ingin Aisha menjadi emosi hanya karena kehadiran kalian. Aku tidak mau istriku makin terpuruk," ucap Ghibran.
Mendengar pria itu menyebut Aisha sebagai istrinya, Ikhbar dan Annisa sangat terkejut. Kapan mereka menikah? Kenapa dia tidak di undang, pikir Annisa.
"Apakah aku tidak salah dengar, Kak? Apakah benar Mbak Aisha itu istrimu?" tanya Annisa.
"Ya, Nissa. Kami telah menikah secara agama. Kakak tak tahu apa yang terjadi antara kamu dan Aisha, tapi Kak Ghibran mohon, pergilah. Jangan buat Aisha tertekan. Dia sedang berduka," ucap Ghibran.
"Kak, aku tak tahu harus mengucapkan apa atas pernikahan Kak Ghibran dan Mbak Aisha. Semoga saja kedepannya pernikahan Kakak tetap baik-baik saja. Apakah Kakak pernah mendengar tentang masa lalu Aisha?" tanya Annisa.
"Annisa, sebaiknya kita pergi. Acara takziahnya akan segera di mulai. Jangan karena kehadiran kita semuanya jadi berantakan," ucap Ikhbar.
Ikhbar belum siap masa lalunya dan Aisha diketahui Ghibran. Selama ini seluruh keluarga besar Annisa begitu memujinya sebagai pria yang baik.
"Terima kasih atas pengertiannya, Ikhbar. Lain kali kita bisa bicarakan ini," ujar Ghibran.
"Kami pamit dulu, Mas. Selamat atas pernikahannya. Semoga langgeng," doa Ikhbar.
Dia mengajak Annisa meninggalkan rumah Aisha. Para pelayat yang akan memberikan doa telah berdatangan. Ghibran masuk ke kamar dan melihat istrinya sedang menangis.
"Sayang, kamu mau ikut pengajian atau di kamar saja?" tanya Ghibran dengan lembutnya.
"Mas, apa mereka telah pergi?" Bukannya menjawab pertanyaan suaminya, Aisha justru balik bertanya.
"Sudah. Kalau kamu kurang enak badan. Tidur saja. Aku saja mewakili kamu," jawab Ghibran.
Aisha bangun dari tidurnya. Dia langsung memeluk pinggang Ghibran yang berdiri di depannya.
"Mas, entah kebaikan apa yang pernah aku lakukan sehingga Allah mengirimkan pria sebaik kamu," ujar Aisha dengan terisak.
Ghibran mengusap kepala istrinya yang tertutup jilbab. Mengecupnya dengan lembut.
"Sayang, jangan terlalu mengagumi aku. Takutnya nanti jika aku tidak seperti yang kamu pikirkan, kamu akan kecewa," balas Ghibran.
Aisha menengadahkan kepalanya, menatap wajah sang suami. Dia yakin pria yang sedang dia peluk saat ini adalah yang terbaik. Tidak mungkin kecewa. Aisha makin mempererat pelukannya.
"Kamu mau ikut pengajian?" tanya Ghibran lagi.
Aisha menganggukan kepalanya sebagai jawaban. Mereka berdua keluar dari kamar dan mengikuti pengajian. Setelah pengajian selesai, Ghibran memberikan nasi kotak bagi yang datang.
Aisha menatap tanpa kedip semua yang pria itu lakukan. Tidak henti dari mulutnya terucap kata syukur. Ghibran sangat membantunya. Jika tidak ada pria itu, entah apa yang bisa dia lakukan.
Setelah semua tamu pulang, Ghibran mengunci pintu rumah. Aisha telah masuk ke kamar lebih dahulu. Istrinya itu sudah mengganti bajunya dengan baju tidur.
"Sayang, kamu sudah mau tidur?" tanya Ghibran.
"Kenapa, Mas?"
"Aku ganti baju dulu. Sebelum tidur kita ngobrol dulu," ucap Ghibran.
Dia ingin bertanya tentang Ikhbar dan Annisa. Di mana Aisha mengenal mereka dan mengapa istrinya itu seperti membenci keduanya.
...----------------...