Kematian kakak Debora, Riska, sungguh membuat semua keluarga sangat berduka.
Riska, meninggal saat melahirkan anak pertamanya. Tubuhnya yang lemah, membuat dia tidak bisa bertahan.
Karena keadaan, semua keluarga menginginkan Debora, menggantikan
posisi kakaknya yang sudah meninggal, menjadi istri kakak iparnya.
Debora terpaksa menerima pernikahan itu, karena keponakannya yang masih bayi, perlu seorang Ibu.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon KGDan, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 30.
Tiga Pelayan diam saja berdiri, melihat Debora memasak makan malamnya.
Dengan wajah datar, sedikitpun dia tidak berbicara kepada para Pelayan itu.
Gadis itu terlihat fokus memasak makan malamnya, dengan tangan yang begitu trampil dan cekatan.
Selama di kota kecil, tempat tinggalnya selama ini, Debora sudah terbiasa memasak sendiri.
Gadis itu sangat senang menuangkan ide di kepalanya, meracik berbagai menu masakan menjadi masakan yang sangat lezat dan gurih.
Seperti suatu hobi, dia memegang peralatan memasak, dan pisau dengan ringan, layaknya seperti seorang chef.
Debora menyelesaikan empat macam, menu makan malamnya.
Para Pelayan itu begitu termangu melihat cara Debora memasak, sangat enak di pandang.
Gerakan tangan, tubuh, dan kecepatan cara ia memotong, mencuci dan memasak, membuat mata tidak bisa beralih kemana pun.
Selesai memasak, Debora tidak lupa untuk membersihkan apa pun yang sudah dia pakai, dan sentuh.
Dapur terlihat rapi kembali.
Debora memandang ke arah para Pelayan tersebut, dengan wajah datar dan pandangan yang dingin.
"Sekarang, siapa yang bertanggung jawab membuat makan malam Tuan kalian?" tanyanya dengan datar.
"Saya Nyonya!" sahut Bibi Koki.
"Sepertinya Bibi sudah bisa untuk menyiapkannya, sudah dekat untuk jam makan malam Tuan kalian!" sahut Debora.
"Baik, Nyonya!" jawab Bibi Koki.
Debora mendorong teroli makanan ke ruang makan, dan menyajikan sendiri untuk dirinya sendiri ke atas meja makan.
Kemudian Debora pun duduk, dan mulai menikmati makan malamnya.
Bibirnya tersenyum puas, begitu makanan itu menyentuh lidahnya.
Wajahnya terlihat ceria, dia merasa kemampuan memasaknya, dari hari ke hari semakin meningkat.
Pada saat menyendok suapan terakhir, makan malamnya, Victor muncul di pintu ruang makan.
Debora merasakan, tatapan tajam Victor memandangnya.
Tapi Debora terlihat biasa saja, tidak sedikitpun menoleh ke arah Victor.
Dengan tenang gadis itu menyelesaikan makan malamnya, dengan sempurna.
Semua wadah tempat menu makan malamnya, bersih tidak bersisa sedikitpun, sisa lauk maupun sayur.
Kepala Pelayan masuk ke ruang makan, dan bergegas menarik kursi Victor.
"Silahkan, Tuan!" sahut Kepala Pelayan kepada Victor.
Dengan perlahan Victor menghampiri kursi tersebut, lalu meletakkan bokongnya ke atas kursi.
"Makan malam anda sebentar lagi akan selesai, Tuan!" ujar Pelayan itu.
Victor tidak menjawab, matanya terus saja memandang Ke arah Debora, yang tidak melihat sedikitpun ke arahnya.
Karena sudah selesai makan, Debora pun menaruh wadah yang kosong, dan piringnya ke atas troli kembali.
"Tidak ada untukku?" sahut Victor tiba-tiba bersuara.
Debora merasa pertanyaan itu bukan untuk dirinya, dia pun perlahan mendorong troli itu menuju ruang dapur.
"Debora!" panggil Victor nyaris dengan nada tinggi.
Debora menghentikan langkahnya, lalu menoleh memandang ke arah Victor.
"Mana untukku?" tanya Victor.
"Bukankah tadi sudah di katakan sebentar lagi akan selesai!" sahut Debora tidak perduli.
Debora kembali mendorong teroli, dan meninggalkan ruang makan, tanpa merasa perduli dengan Victor.
Begitu dia masuk ke dalam, Pelayan yang bernama Ira bergegas masuk ke ruang makan, membawa makan malam Victor.
Debora membawa semua wadah dan piring kotornya ke wastafel.
Kemudian dia pun mulai mencuci, tapi baru saja ia akan mencuci piring itu, Debora mendengar suara Pelayan yang bernama Ira itu, kembali masuk ke dalam dapur.
"Kenapa?" tanya Bibi Koki.
"Tuan Victor tidak mau makan, dia bilang tidak berselera, dan pergi begitu saja!" jawab Ira dengan suara yang begitu sedih.
Lalu matanya dengan tajam memandang punggung Debora, yang sedang mencuci piring di wastafel.
Debora yang mendengar itu, diam saja tidak merespon sedikitpun.
Bersambung.....