seorang CEO cantik, seksi, dan galak, yang terjebak dalam dinamika dunia kerja dan cinta. Dia harus menghadapi tantangan dari mantan suaminya, mantan pacar Tanier, dan berbagai karakter wanita seksi lainnya yang muncul dalam hidupnya. Tanier, karyawan Lieka yang tampan, sabar, dan kocak, berjuang untuk memenangkan hati Lieka dan membantu perusahaan mereka bertahan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon tanier alfaruq, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 35: Rindu yang Membara
Setelah ketegangan yang terus-menerus menghantui mereka di kantor, baik dari ancaman Sugi maupun kehadiran Sundari, malam itu Tanier dan Lieka memutuskan untuk menghabiskan waktu bersama di apartemen Lieka. Keduanya tahu bahwa tekanan dari pekerjaan dan masalah pribadi telah membuat segalanya menjadi rumit, dan momen untuk melepaskan diri dari semua itu adalah sesuatu yang sangat mereka butuhkan.
Di apartemen yang mewah, suasana malam mulai tenang. Kota Jakarta yang ramai terlihat gemerlap dari jendela besar ruang tamu, namun di dalam, hanya ada keheningan yang hangat antara Tanier dan Lieka. Mereka duduk berdampingan di sofa, tanpa banyak bicara, menikmati satu sama lain dalam keheningan yang menenangkan.
Lieka menatap Tanier, tatapannya lembut namun penuh hasrat yang tak bisa disembunyikan. Dia merasa ada sesuatu yang lebih dalam dari sekadar hubungan profesional di antara mereka. "Terima kasih sudah selalu ada buat aku," bisiknya, suaranya nyaris tenggelam dalam heningnya ruangan.
Tanier merespon dengan senyuman hangat, lalu menggenggam tangan Lieka. "Aku akan selalu ada di sini, Lieka. Apa pun yang terjadi."
Tangan mereka yang saling menggenggam perlahan berubah menjadi sentuhan yang lebih intim. Lieka mendekatkan dirinya, merasakan panas tubuh Tanier yang membangkitkan rasa rindu yang sudah lama dia pendam. Bibir mereka akhirnya bertemu dalam ciuman yang lambat namun penuh gairah. Ada kehangatan yang menjalar di antara mereka, membawa perasaan nyaman yang tidak bisa mereka dapatkan dari dunia luar yang keras.
Tanier menarik Lieka lebih dekat, tangannya menyelusup ke rambut hitamnya yang panjang, sementara ciuman mereka semakin dalam. Lieka merespons dengan melingkarkan lengannya di leher Tanier, membiarkan dirinya terbawa oleh momen ini. Gairah yang mereka rasakan tidak lagi bisa dibendung, dan dunia di sekitar mereka seolah menghilang.
Dengan lembut, Tanier memeluk Lieka dan mengangkatnya dari sofa, membawanya menuju kamar tidur. Mereka tidak memerlukan kata-kata lagi—mereka tahu persis apa yang mereka inginkan satu sama lain. Di dalam kamar, Lieka menatap Tanier dengan mata yang penuh cinta dan hasrat, tubuhnya mulai melepas setiap penghalang antara mereka.
Malam itu, kehangatan tubuh mereka menyatu dalam irama yang sempurna. Setiap sentuhan, setiap ciuman, setiap bisikan membuat mereka semakin tenggelam dalam satu sama lain. Lieka menyerahkan dirinya sepenuhnya kepada Tanier, dan Tanier memberikan seluruh cintanya dalam momen-momen intim yang terasa abadi. Mereka berdua menemukan pelarian dari segala masalah dunia dalam pelukan satu sama lain.
Kehangatan ranjang mereka tidak hanya menyatukan tubuh, tetapi juga hati mereka yang selama ini ragu-ragu untuk terbuka sepenuhnya. Kini, tidak ada lagi kebimbangan di antara mereka. Hubungan ini, meskipun dilandasi oleh banyak masalah, terasa semakin kuat.
Setelah detik-detik penuh keintiman, ruangan menjadi hening kembali, namun kali ini dengan suasana yang lebih nyaman dan damai. Lieka merasa terlindungi dalam pelukan Tanier, dan Tanier merasa seperti pria yang paling beruntung di dunia karena bisa memeluk wanita yang ia cintai.
Mereka berdua masih terbaring di tempat tidur, selimut tipis menutupi tubuh mereka. Lieka menatap langit-langit kamar dengan perasaan yang bergejolak. Gairah dan kedekatan yang baru saja mereka alami begitu kuat, tetapi di dalam pikirannya, masih ada keraguan tEntang masa depan. Apakah hubungan mereka bisa bertahan di tengah tekanan pekerjaan, persaingan, dan intrik pribadi yang terus mengejar?
Tanier, yang merasakan perubahan di wajah Lieka, menarik dirinya sedikit agar bisa menatap wajahnya. "Apa yang kamu pikirin, Lieka?" tanyanya lembut sambil mengusap pipi wanita itu dengan lembut.
Lieka tersenyum tipis, namun ada keraguan yang terlihat di matanya. "Aku hanya... bingung, Tanier. Dengan semua yang terjadi, dengan perusahaan, dengan Sugi yang kembali... Aku takut hubungan kita nggak akan bertahan."
Tanier menatapnya dengan penuh kasih sayang. "Kita sudah melalui banyak hal, Lieka. Aku nggak akan menyerah begitu saja. Aku akan selalu ada untuk kamu, apapun yang terjadi. Dan aku percaya, kamu juga punya kekuatan untuk menghadapi semuanya."
Lieka terdiam, merasakan ketulusan di dalam setiap kata-kata Tanier. Dia tahu bahwa Tanier tidak akan meninggalkannya begitu saja, tetapi masa depan tetap terasa begitu penuh ketidakpastian.
"Terima kasih, Tanier," ucapnya pelan. "Kamu selalu tahu bagaimana membuatku merasa lebih baik."
Tanier hanya tersenyum, lalu memeluk Lieka lebih erat. "Kita berdua tahu, hidup nggak selalu mudah. Tapi selama kita bersama, nggak ada yang nggak bisa kita atasi."
Malam itu, mereka tidur dalam pelukan satu sama lain, dengan keyakinan bahwa apapun yang terjadi, cinta mereka akan menjadi kekuatan yang bisa menghadapi setiap rintangan yang datang.
Keesokan paginya, sinar matahari menyelinap masuk melalui celah tirai, menerangi ruangan dengan hangat. Lieka terbangun dengan perasaan segar, meskipun bayangan ketegangan dan tantangan masih membayangi pikirannya. Dia melihat Tanier yang tertidur pulas di sampingnya, dengan ekspresi damai di wajahnya. Dia merasa bersyukur memiliki seseorang seperti Tanier yang selalu mendukungnya.
Dia bangkit pelan, berusaha agar tidak membangunkan Tanier. Setelah mandi dan merapikan diri, Lieka memutuskan untuk membuat sarapan. Dia menyusuri dapur, mengambil bahan-bahan yang ada, dan mulai memasak. Aroma makanan yang menggugah selera mulai memenuhi ruangan, dan tak lama kemudian, Tanier terbangun dengan suara perutnya yang keroncongan.
“Wah, ada apa ini? Harum sekali!” kata Tanier sambil meregangkan tubuhnya.
Lieka tersenyum lebar. “Aku masak sarapan untuk kita. Semoga kamu suka!”
“Kalau kamu masak, pasti enak,” jawab Tanier dengan semangat. Dia segera melangkah ke dapur dan membantu Lieka menyajikan makanan. Keduanya berbincang hangat sambil menikmati sarapan, menghabiskan momen berharga sebelum mereka terjun kembali ke dunia yang penuh tekanan.
Setelah sarapan, mereka bersiap-siap untuk pergi ke kantor. Lieka mengenakan blazer hitam yang menekankan kecantikannya, sementara Tanier memilih kemeja biru yang membuatnya terlihat rapi dan profesional. Saat mereka keluar, Tanier menggenggam tangan Lieka erat-erat.
“Siap menghadapi hari ini?” tanyanya sambil tersenyum.
Lieka mengangguk, meskipun hatinya sedikit berdebar. “Mari kita lihat apa yang bisa kita lakukan.”
Di kantor, suasana terasa tegang. Mereka disambut oleh beberapa karyawan yang sudah menunggu. Beberapa dari mereka terlihat khawatir dengan keputusan-keputusan penting yang harus diambil Lieka. Dia tahu bahwa mantan suaminya, Sugi, telah menyebarkan rumor dan menciptakan masalah baru di perusahaan. Lieka berusaha untuk tetap fokus dan tenang.
Setelah beberapa rapat dan diskusi, Tanier memperhatikan bahwa Lieka terlihat semakin stres. Dia mencoba untuk memberikan dukungan, namun kadang-kadang, wanita yang kuat dan mandiri itu tampak terjebak dalam pikirannya sendiri.
“Saya rasa kita butuh istirahat sejenak,” ujar Tanier dengan nada lembut, saat mereka berdua beristirahat di ruang kerja Lieka.
“Aku hanya... aku ingin semua ini cepat selesai,” jawab Lieka, menatap jendela yang memandang ke arah gedung-gedung tinggi di luar. “Rasanya seperti semua orang melawan kita.”
“Aku di sini, ingat? Kita bisa menghadapi semuanya bersama-sama,” Tanier menekankan.
Lieka tersenyum, menyadari betapa berharganya keberadaan Tanier. “Kamu benar. Aku sangat beruntung punya kamu di sisiku.”
“Mungkin kita perlu melakukan sesuatu yang menyenangkan untuk meringankan suasana,” Tanier mengusulkan. “Bagaimana kalau kita pergi keluar malam ini setelah semua ini selesai?”
Lieka mengangguk, hatinya mulai terasa lebih ringan. “Itu ide yang bagus. Kita bisa menghabiskan waktu berdua dan melupakan semua masalah sejenak.”
Malam itu, setelah pekerjaan selesai, mereka pergi ke restoran yang romantis. Suasana hangat dan intim membuat mereka merasa lebih dekat satu sama lain. Mereka berbagi cerita dan tawa, merayakan setiap momen kecil yang membuat mereka lebih kuat.
Setelah makan malam, Tanier membawa Lieka ke taman yang indah. Di tengah-tengah jalan setapak yang dipenuhi lampu-lampu kecil, Tanier berhenti dan menatap Lieka dengan penuh kehangatan.
“Lieka, aku ingin kamu tahu bahwa apa pun yang terjadi, aku akan selalu mendukungmu. Kamu tidak sendirian dalam ini,” ucap Tanier, menggenggam tangan Lieka dengan erat.
Lieka merasakan getaran emosi yang mendalam. Dia memandang Tanier dengan mata berkaca-kaca. “Aku tahu, dan itu membuatku sangat beruntung. Terima kasih, Tanier.”
Dengan hati-hati, Tanier membungkuk dan mencium Lieka, menciptakan momen magis di tengah taman yang dihiasi cahaya. Ciuman itu membawa semua rasa cemas dan tekanan pergi, menggantinya dengan rasa cinta dan keintiman yang mendalam.
Mereka kembali ke apartemen dengan perasaan bahagia, meskipun tantangan masih menanti di depan. Namun, malam itu mereka tahu bahwa selama mereka saling mendukung, tidak ada yang tidak bisa mereka hadapi bersama.