Tak semua perjodohan membawa kebahagiaan, hal ini terjadi pada Melisa Prameswari dan Dion Mahessa.
Keduanya menikah atas kesepakatan antara keluarga. Namun, setelah bertahun-tahun membina rumah tangga, tak ada kebahagiaan sama sekali.
Hingga satu hari, Dion dan Melisa pindah ke rumah baru dan saat itulah Melisa seolah menjadi sosok berbeda setelah bertemu dengan seorang pemuda bernama Arvino Sanjaya.
Puncaknya, saat Dion dengan mata kepalanya sendiri menyaksikan perselingkuhan istri dan tetangga nya itu.
Bagaimanakah nasib pernikahan Dion dan Melisa? Apakah akan berakhir atau sebaliknya, ataukah Melisa malah memilih Arvin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon sendi andriyani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 16 - SANG PEBINOR
Sore hari nya, Dion pulang dengan wajah kusut nya. Seperti biasa dia di sambut oleh sang istri yang masih bau dapur, karena sedang memasak untuk makan malam nanti.
"Mel, buatkan kopi."
"Ya." Jawab Melisa singkat, tanpa menoleh sedikit pun ke arah suami nya yang sudah duduk di meja makan. Pria itu mengambil bakwan jagung yang tersedia di meja, terasa ada yang aneh dengan bakwan yang tengah dia makan.
"Bakwan kapan ini?"
"Yang kemarin, kalau di buang nanti mubadzir, jadi aku hangatkan." Jawab Melisa.
"Kalau kamu gak suka, jangan di makan. Itu bukan buat kamu kok." Lanjut Melisa lagi, tanpa menoleh sedikit pun, dia terlihat fokus dengan apa yang dia lakukan, yakni memotong sayuran untuk makan malam nya.
"Malam ini aku kepengen makan sarden."
"Gak ada, kamu makan aja sama yang ada. Kalau gak suka, beli atau masak sendiri." Jawab Melisa sedikit ketus, membuat Dion terheran-heran. Dia mengernyitkan kening nya, kenapa istrinya berubah secepat ini?
"Kau baik-baik saja?"
"Iya, kamu bisa melihat nya sendiri." Jawab Melisa, membuat Dion langsung bangkit dari duduknya dan mendekat ke arah sang istri, dia membalik tubuh Melisa dan menatap wajah wanita itu dengan tajam.
"Kau kenapa hah?"
"Aku? Aku tidak kenapa-kenapa, Mas. Tumben kamu nanya, padahal biasa nya kamu gak peduli sama aku. Mau aku baik-baik saja, atau aku sakit sekalipun kamu gak peduli."
"Melisa, jangan memancing kemarahan ku!"
"Lalu, kamu ingin aku menjawab apa hmm?" Tanya Melisa, dengan berani dia menatap mata Dion. Padahal, biasanya Melisa hanya akan menundukan kepala nya saat Dion mengajak nya bicara.
"Jawab aku dengan benar, Melisa!"
"Astaga, untuk pertanyaan yang mana?"
"Kau kenapa hah? Kenapa kau berubah?" Tanya Dion sambil mengguncang bahu Melisa, namun wanita itu langsung menepis tangan suami nya cukup kasar.
"Aku tidak berubah, Mas. Hanya saja, aku bertindak sesuai apa yang aku dapatkan." Jawab Melisa, dia tersenyum kecil membuat Dion mengepalkan kedua tangan nya.
"Semut pun akan menggigit jika dirinya terinjak-injak, Mas. Apalagi aku manusia, sudahlah ini hanya masalah kecil. Lebih baik kamu mandi, tubuh mu penuh dengan debu." Melisa berbalik dan kembali fokus dengan apa yang sedang dia kerjakan tadi.
Dion pun memutuskan untuk pergi ke kamar mandi untuk membersihkan tubuh nya, namun sepanjang acara mandi nya, Dion tetap memikirkan kenapa Istrinya berubah. Tak ada lagi Melisa yang penurut sekarang, apa dia mulai berani melawan nya?
"Tidak, tidak mungkin. Melisa takut padaku, aku takkan membiarkan nya melawan padaku!"
"Selamanya dia harus tunduk padaku, dia harus takut padaku. Lihat saja, aku akan membuat wanita itu kembali menurut padaku." Gumam Dion, dia mengepalkan tangan nya, lalu meninju tembok tidak bersalah di depan nya. Bahkan saat jemari nya berdarah pun, Dion tidak memperdulikan nya.
Tujuan nya hanya satu sekarang, yakni membuat Melisa menderita. Namun, sebelum itu dia harus mencari tahu, apa yang membuat istrinya mulai berulah. Pertama-tama, dia harus membuat Melisa kembali tunduk dan merasa takut padanya, agar lebih mudah mengendalikan wanita itu.
Melisa tersenyum kecil, seperti nya dia berhasil membuat suami nya kesal. Entah kenapa, sejak Arvin menawarkan hubungan baru padanya, rasa takut nya hilang entah kemana. Dia percaya pada Arvin, lagipun pemuda itu selalu memperlakukan nya dengan baik.
Ucapan Arvin benar, dia harus berubah. Kalau ingin membalas suami nya, dia harus berubah total. Seperti nya, dia harus memulai dengan merubah penampilan nya.
Terlepas dari tulus atau tidak, perlakuan pemuda itu padanya, biarlah dia memikirkan hal itu nanti. Saat ini, yang terpenting adalah dia ingin menemukan kebahagiaan nya sendiri. Dia tak mau jika harus selalu mengalah pada suami nya yang kejam itu.
Apapun cara nya, dia benar-benar harus berubah. Itu bukan karena Arvin, tapi karena pemuda itulah dia memiliki motivasi untuk berubah. Perkataan pemuda tampan itu masih terngiang-ngiang di kepala nya.
"Yeahh, aku akan berubah. Lihat saja." Gumam Melisa sambil tersenyum, dia pun kembali melakukan kegiatan nya. Namun, mata nya malah salah fokus dengan Arvin yang tengah bermain gitar di sofa ruang tengah rumah nya.
Dia bernyanyi lagu galau, suara pemuda itu juga enak di dengar, terdengar merdu membuat Melisa lebih bersemangat memasak. Dia duduk setengah berbaring di sofa, dengan bertelanjaang dada. Hanya koloraan saja dengan rambut acak-acakan, seperti nya dia baru saja bangun tidur siang, karena terlihat sekali muka bantal nya.
Namun, itu semua tak membuat kadar ketampanan Arvin berkurang. Malah semakin bertambah berkali-kali lipat tampan nya dengan penampilan seperti itu.
Arvin tersenyum, dia memberikan finger heart ala-ala Korea ke arah nya, membuat Melisa tersenyum malu. Aahh biarlah dia di bilang gampangan karena baper hanya karena perlakuan seperti itu, tapi dia benar-benar menyukai apa yang di lakukan Arvin. Lebih tepat nya, semua yang dia lakukan, Melisa menyukai nya.
Tak lama kemudian, Dion keluar dari kamar mandi dengan handuk yang melingkar di pinggang nya. Aroma masakan menguar memenuhi indra penciuman pria itu.
"Menu makan malam nya apa?"
"Buat kamu ada gurame saos asam manis, kalau aku sama tumis bakso pedas." Jawab Melisa.
"Ohh, ya sudah." Jawab Dion sambil melengos keluar. Kebetulan, Dion tidak menyukai bakso. Jadi, nanti Melisa akan membagi nya dengan Arvin mungkin, karena dia memasak cukup banyak bakso.
"Mel.."
"Hmmm, kenapa lagi Mas?" Tanya Melisa sambil menatap jengah ke arah suami nya.
"Tidak." Jawab Dion, lalu pergi dari dapur saat mendengar ponsel nya berbunyi.
"Gak jelas banget dia tuh." Gumam Melisa.
Tak lama kemudian, Arvin kembali ke dapur dengan wajah kusut nya.
"Kenapa wajah di tekuk begitu, Mas?" Tanya Melisa saat melihat wajah suami nya di tekuk.
"Biasa, mumet sama kerjaan."
"Ohh, jangan sampai mempengaruhi selera makan mu, Mas."
"Hmmm, seperti nya tidak." Jawab Dion begitu melihat makanan yang tersaji di depan mata nya.
Melisa pun menyajikan makanan nya, dia juga memindahkan bakso pedas nya ke mangkok.
"Mau kemana?" Tanya Dion saat Melisa hendak pergi.
"Mau nganter ini ke rumah Arvin."
"Memang nya kenapa? Tumben nganterin makanan." Tanya Dion dengan kening yang mengernyit heran. Karena, tak biasa nya Melisa mau membagikan masakan nya. Wanita itu begitu pemalu, jadi tak mungkin berani membuat macam-macam.
"Gak kenapa-napa sih, soalnya tadi aku lihat Arvin kurang enak badan. Jadi aku kasih ini, kali aja mendingan."
"Ohh, yaudah sana. Jangan lama, apalagi berbuat macam-macam." Peringat Dion pada istrinya.
"Hmmm, baiklah. Makan yang banyak, Mas." Dion hanya menganggukan kepala nya, lalu memulai acara makan malam nya dengan lahap. Tentu nya, dia tidak mempermasalahkan Melisa pergi ke rumah Arvin, karena biasa nya pun mereka tak pernah makan bersama.
Melisa keluar dari rumah dengan membawa piring berisi bakso pedas yang dia campur dengan otak-otak, sebenarnya ini adalah pesanan Arvin tadi untuk menu makan malam nya. Sekaligus, Melisa juga ingin mengantarkan sambel yang tadi dia janjikan pada pemuda itu.
Wanita itu mengetuk pintu nya lirih, tak lama berselang Arvin keluar dengan wajah semringah nya menyambut sang pujaan hati. Dia merentangkan tangan nya, bermaksud untuk memeluk Melisa.
"Jangan berbuat ceroboh, Mas Dion melihat kita nanti."
"Hmm, beginilah susah nya kalo pacaran sama istri orang. Gak bebas, mau pelukan aja harus nunggu sepi dulu." Gerutu Arvin sambil cemberut.
"Besok kan bisa pelukan nya."
"Hmmm, jangan kunci pintu belakang ya."
"Iya, ini makanan pesanan kamu sekalian sama sambel cumi buatan aku."
"Wahh, makan enak malam ini." Ucap Arvin sambil tersenyum, pemuda itu menerima piring dari tangan Melisa lalu sempat menyimpan nya dulu ke meja yang ada di ruang tengah.
"Jangan banyak-banyak makan sambel nya, nanti mencreet."
"Okey, sayang."
"Yaudah, aku pulang dulu ya. Nanti Mas Dion curiga."
"Iya, kalau ada apa-apa teriak aja ya."
"Hmmm, oke." Jawab Melisa. Wanita itu pun pergi dengan langkah santai, dia tak mau terburu-buru pulang ke rumah. Sedangkan Arvin, pemuda itu menatap punggung Melisa yang mulai menjauh dengan tatapan nanar.
"Sosok wanita yang sempurna untuk di jadikan istri, andai saja aku lebih dulu bertemu dengan Melisa, mungkin saat ini kita bersatu dan hidup bahagia. Sayang sekali, kamu malah bersuamikan pria biadap yang tak punya hati nurani." Gumam Arvin.
Andai saja takdir lebih dulu mempertemukan mereka, mungkin saja saat ini dia sudah bahagia bersama Melisa, sosok wanita pujaan nya. Tapi balik lagi, ini juga sudah takdir nya. Kalau Melisa tidak menikah dengan Dion, lalu pindah ke desa ini, dia juga takkan bisa bertemu dengan Melisa.
"Tapi, aku berjanji kalau aku akan mendapatkan hati mu, apapun cara nya kita harus bersama, Mel. Aku tidak peduli dengan sebab dan akibat nya nanti, aku akan tetap merebut hatimu."
"Aku pasti akan bisa mendapatkan dirimu dengan cara ku sendiri, aku sangat berharap akan hal itu." Gumam Arvin lagi, pemuda itu pun masuk ke rumah dan menutup pintu nya dengan perlahan.
Melisa juga sudah masuk ke dalam rumah, Dion juga sudah selesai makan. Pria itu tengah meminum secangkir kopi yang tadi sudah Melisa siapkan di atas meja, dia tau benar kebiasaan suami nya sendiri, setiap habis makan pasti langsung ngopi juga merokok.
"Maaf, bisa gak merokok nya di luar, Mas?"
"Memang nya kenapa? Kau terganggu hmm?" Tanya Dion dengan tatapan tajam nya.
"Tentu saja aku terganggu, karena asap nya membuat aku kesulitan bernafas." Jawab Melisa, sambil mengibas-ngibaskan tangan nya mengusir asap yang mulai mendekati nya, bahkan hampir saja Melisa menghirup asap rokok itu.
Udara di dalam rumah, sangat pengap karena asap rokok dari Dion.
"Tidak, memang nya apa hak mu melarang aku merokok?"
"Hmmm, ya terserah Mas saja." Melisa pun pergi ke dapur untuk makan malam, perut nya juga sudah terasa lapar. Meskipun, dia tak bisa mencicipi gurame goreng asam manis nya karena Dion sudah menghabiskan nya, hanya menyisakan duri nya saja.
'Ckk, pria egois. Benar kata Arvin, dia pria yang egois. Aku berharap, kalau dia tersedak duri ikan.' Batin Melisa, akhirnya dia mendoakan sesuatu yang buruk terjadi pada suami nya.
Tapi, author maupun pembaca yang budiman tak bisa menyalahkan Melisa, karena Dion memang pantas kalau mendapatkan hal itu, anggap saja sebagai karma atas semua yang sudah dia lakukan pada Melisa, istrinya sendiri.
.......
🌻🌻🌻🌻🌻