NovelToon NovelToon
Pewaris Terhebat

Pewaris Terhebat

Status: sedang berlangsung
Genre:Action / Balas Dendam / Menantu Pria/matrilokal / Crazy Rich/Konglomerat / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:4.2k
Nilai: 5
Nama Author: BRAXX

Datang sebagai menantu tanpa kekayaan dan kedudukan, Xander hanya dianggap sampah di keluarga istrinya. Hinaan dan perlakuan tidak menyenangkan senantiasa ia dapatkan sepanjang waktu. Selama tiga tahun lamanya ia bertahan di tengah status menantu tidak berguna yang diberikan padanya. Semua itu dilakukan karena Xander sangat mencintai istrinya, Evelyn. Namun, saat Evelyn meminta mengakhiri hubungan pernikahan mereka, ia tidak lagi memiliki alasan untuk tetap tinggal di keluarga Voss. Sebagai seorang pria yang tidak kaya dan juga tidak berkuasa dia terpaksa menuruti perkataan istrinya itu.

Xander dipandang rendah oleh semua orang... Siapa sangka, dia sebenarnya adalah miliarder terselubung...

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon BRAXX, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 18 Gugup

“Xander...” Evelyn berbisik lirih, suaranya hampir tenggelam oleh gemericik air mancur di taman. Tatapannya tak bisa lepas dari sosok pria di hadapannya. Dengan hati yang berdebar, matanya mengamati penampilan Xander dari atas hingga bawah. Jas mewah itu, postur tegapnya, dan aura percaya diri yang begitu memancar—semua membuatnya tampak begitu berbeda, namun tetap sama seperti pria yang dulu ia kenal.

“Bagaimana kau bisa berada di sini?” lanjut Evelyn, suaranya bergetar. “Dan... penampilanmu, bagaimana bisa... begini?”

Xander tersenyum kecil, penuh ketenangan. Ia melangkah mendekat. “Bagaimana kabarmu, Evelyn?”

Evelyn menunduk, mencoba menyembunyikan perasaan yang tiba-tiba memenuhi dadanya. Tangannya meremas bajunya erat-erat, seolah itu satu-satunya cara menenangkan jantungnya yang berdetak terlalu cepat. “Aku...” ia tergagap. “Dibandingkan denganku, bagaimana keadaanmu sekarang? Kau terlihat agak berbeda. Itu... terlihat bagus untukmu.”

Senyum Xander melebar sedikit, tapi matanya menyiratkan rasa hangat yang sulit disembunyikan. “Seperti yang kau lihat, aku baik-baik saja sekarang,” jawabnya dengan nada ringan. “Setelah aku diusir dari keluarga Voss, aku menghubungi seorang teman yang bekerja di gedung ini. Dengan bantuannya, aku mendapat pekerjaan di sini. Sisa uangku aku gunakan untuk memulai hidup baru di Royaltown.”

Mendengar itu, Evelyn mengangkat wajahnya perlahan, menatap Xander dengan sorot mata yang sulit diartikan. Sesaat kemudian, ia memalingkan wajahnya ke arah air mancur, berusaha mengalihkan perhatian. Meski begitu, ekor matanya tetap saja mencuri pandang pada pria yang kini berdiri tak jauh darinya.

“Aku senang mendengarnya,” kata Evelyn akhirnya. “Dan aku juga senang melihat keadaanmu saat ini. Syukurlah... aku tidak perlu mengkhawatirkanmu lagi. A-aku yakin kehidupanmu akan lebih baik.”

Xander tertawa kecil, nada rendahnya membawa kehangatan. “Mengkhawatirkanku?” ulangnya, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar.

Evelyn diam sejenak, mengangkat kepala untuk berhadapan dengan Xander. Rasanya benar-benar berbeda meski baru beberapa hari tidak bertemu. Kekhawatirannya dengan cepat sirna. Xander menjadi sosok yang sudah banyak berubah dari segi penampilan, tetapi tetap sama saat memandangnya. “Me-mengenai masalah tempo hari,” Evelyn memulai, suaranya sedikit gemetar, “aku benar-benar minta maaf jika aku terlalu keras padamu. Aku... kau tahu aku tidak bisa...”

Kalimat itu menggantung di udara. Evelyn menggeleng pelan, seolah mencoba mengusir kebingungan yang memenuhi pikirannya. Ia mencondongkan tubuhnya ke depan, suaranya berubah lebih lirih. “Apa kau... membenciku setelah kejadian malam itu, Xander?”

Evelyn bisa merasakan dadanya bergemuruh. Napasnya menjadi terengah-engah. Perkataan Selene tadi pagi sejujurnya benar-benar mengganggunya, terutama perihal Xander yang bisa saja membencinya. Ia memang tidak menyukai Xander, tetapi bukan berarti dirinya akan senang jika pria itu hidup dalam kesusahan.

Xander membuka mulutnya, berniat mengatakan sesuatu, tetapi menutupnya kembali. Tatapannya terhenti pada Evelyn, yang kini tampak gugup dan cantik dalam pandangannya. Pikiran itu muncul tanpa bisa dicegah, “Apa Evelyn secemas itu saat aku pergi? Apakah dia mulai menaruh hati padaku?”gumamnya dalam hati.

“Aku sama sekali tidak membencimu, Evelyn,” Senyumnya merekah saat ia melangkah lebih dekat. Tangannya terulur perlahan, menyentuh lembut rambut Evelyn, lalu menyelipkannya ke belakang telinga. Evelyn tidak memberikan perlawanan, dan itu cukup untuk membuat senyum Xander semakin lebar.

“Xa-Xander…” Evelyn mundur selangkah, menoleh ke arah lain. Wajahnya memerah, dan ia berusaha keras menyembunyikan dadanya yang bergemuruh.

“Apa yang terjadi denganku? Kenapa aku segugup ini hanya karena bertemu dengannya?” pikir Evelyn, mencoba memahami perasaannya sendiri.

Dalam kebingungan itu, ia diam-diam mengeluarkan ponselnya. Dengan gerakan cepat, ia mengambil gambar Xander, lalu buru-buru memasukkan ponsel kembali ke dalam tas.

“I-itu membuatku lega.” Evelyn menatap Xander dengan tatapan senormal mungkin.

“Meski kita tidak lagi menjadi sepasang suami-istri,” lanjut Evelyn pelan, “aku pikir tidak ada salahnya jika kita berteman.”

“Teman?” Xander mengulang kata itu dengan nada sedikit datar. Dalam hatinya, ia merasa kecewa. Ia ingin lebih dari sekadar teman, ingin Evelyn ada di sisinya, selamanya. Namun, melihat kesungguhan di mata wanita itu, ia menekan perasaannya. “Tentu,” jawabnya akhirnya, dengan senyum kecil yang ia paksa. “Kita bisa berteman mulai sekarang.”

“Baiklah, Xander.” Evelyn menunduk, lalu mengembuskan napas panjang. “Aku harus pergi sekarang. Kau tahu, aku datang ke tempat ini bersama Tuan Mason.” Ia melirik Xander sekilas, ragu-ragu sebelum menambahkan, “A-apa kau baik-baik saja dengan itu?”

Xander mengepalkan tangannya erat-erat, berusaha menahan emosi. Tentu saja ia tidak baik-baik saja. Membayangkan Evelyn bersama Mason membuat dadanya sesak. Namun, ia hanya menjawab singkat, “Ya.”

Evelyn melewati Xander dengan langkah terburu-buru, meliriknya sekali sebelum melangkah keluar. “Astaga, aku lupa menanyakan apa pekerjaan Xander,” gumamnya, sedikit menyesal.

Saat Evelyn menghilang di balik pintu, Xander tetap berdiri di tempat, menatap punggungnya hingga benar-benar tak terlihat.

“Nona Evelyn,” suara Grace tiba-tiba terdengar dari arah elevator. “Maaf atas keterlambatanku. Saya akan mengajak Anda ke tempat lain,”

Evelyn mengangguk, mencoba mengalihkan pikirannya dari Xander, lalu mengikuti Grace menuju elevator.

Di sisi lain, Xander melangkah keluar dari taman, matanya masih memandang ke arah Evelyn menghilang. Dalam hati, ia merasa lega karena Evelyn tampak baik-baik saja, tetapi ada kegundahan yang tak bisa ia abaikan.

Xander mengeluarkan ponselnya, mengetik pesan cepat kepada Sophia. Lalu, ia memasuki sebuah ruangan di mana Govin sudah menunggunya, sibuk mengoperasikan layar di atas meja.

“Govin, bagaimana keadaannya?” tanya Xander sambil menjatuhkan diri di sofa.

“Semua sesuai rencana, Tuan,” jawab Govin dengan yakin.

Xander mengalihkan tatapannya ke layar besar di depan mereka. Di sana, terlihat Mason dan Sophia sedang terlibat dalam percakapan di sofa.

Mason duduk dengan gelisah di hadapan Sophia. "Nona Sophia, aku sangat berterima kasih karena Anda mau meluangkan waktu untuk berbicara denganku. Sejujurnya, kedatanganku ke sini adalah untuk bertanya perihal keputusan Phoenix Vanguard yang membatalkan kerja sama dengan keluarga Dagger. Aku ingin tahu apa kesalahan—"

"Aku rasa kau sudah tahu kesalahan apa yang sudah kau perbuat, Tuan Mason," sela Sophia dengan nada dingin.

Mason tersentak. "Ah, masalah itu, Nona... Sepertinya terjadi kesalahpahaman. Aku tidak pernah bertemu dengan keluarga Ashcroft dalam beberapa waktu terakhir, apalagi menghina salah satu dari mereka. Aku tentu tahu batasanku dan keluargaku. Jadi, kami merasa alasan itu terlalu mengada-ada."

Sophia tersenyum tipis, namun tidak menunjukkan keramahan. "Apa kau yakin tidak pernah bertemu dengan salah satu dari mereka dan melakukan tindakan yang menyinggung?" tanyanya sambil melirik jam tangannya. "Kau hanya memiliki waktu sekitar lima menit lagi, Tuan."

Mason mendadak pucat. Jika kesempatan ini tidak menghasilkan apa pun, maka kehancurannya sudah berada di depan mata. la tidak boleh sampai membiarkan pertemuan ini sia-sia. "Aku yakin, Nona. Sebagai seorang yang dibesarkan dengan penuh etika, aku tidak mungkin melakukan tindakan buruk."

Di ruangan lain, Xander menyaksikan adegan itu melalui layar besar. Ia hanya tersenyum kecut. "Kau masih terlalu sombong, Mason," pikirnya.

Sophia menghela napas panjang. "Aku tidak tahu bagaimana kejadian aslinya. Namun, seseorang dari keluarga Ashcroft yang memiliki kedudukan tinggi mengatakan padaku bahwa kau telah menghinanya dengan sangat tidak pantas. Sebagai pegawai, tugasku hanya menjalankan perintah atasanku. Kau jelas sudah melakukan kesalahan besar, Tuan Mason."

Wajah Mason semakin pucat. "Nona, aku benar-benar tidak mengetahui siapa yang sudah aku singgung." Ia membungkuk dalam, hampir mendekati lantai. "Aku sudah memikirkan masalah ini selama beberapa hari terakhir, tetapi aku sama sekali tidak ingat melakukan tindakan buruk kepada siapa pun."

Sophia melirik jam tangannya lagi. "Waktumu tinggal dua menit, Tuan Mason. Jika kau benar-benar merenungkan kesalahanmu, kau pasti tahu siapa yang telah kau singgung—terutama di sebuah jamuan makan malam."

Mata Mason melebar. Jamuan makan malam? pikirnya, mencoba mengingat. Ingatannya langsung mengarah pada jamuan keluarga Voss seminggu lalu—malam di mana ia meremehkan dan menghina Xander di depan semua orang.

"Tidak mungkin," gumam Mason dengan suara tercekat. Wajahnya semakin pucat, kakinya bergetar, dan keringat dingin mengalir deras di dahinya. Xander? Itu tidak mungkin. Tapi jika benar, itu berarti dia adalah...

Mason menatap Sophia dengan penuh permohonan. "Nona Sophia, tolong beri tahu aku siapa sosok keluarga Ashcroft yang telah aku singgung, atau setidaknya izinkan aku menghubunginya."

Sophia tiba-tiba menggebrak meja dengan keras, membuat Mason tersentak. "Berani sekali kau mengatakannya, Mason! Apa kau tidak sadar di mana posisimu sekarang? Semua informasi terkait keluarga Ashcroft bersifat rahasia. Tidak sembarang orang bisa mendapatkannya, bahkan aku sekalipun!"

Mason terdiam, napasnya tersengal-sengal. Ia menyadari bahwa dirinya telah menghancurkan satu-satunya kesempatan untuk menyelamatkan reputasi keluarganya.

"Waktumu habis!" Sophia berdiri dengan tegas. "Silakan tinggalkan ruanganku sekarang!"

Mason tiba-tiba berlutut dengan wajah penuh kepanikan. "Nona Sophia, aku mohon kemurahan hatimu. Jika aku tidak menyelesaikan masalah ini, aku akan diusir dari keluarga Dagger. Aku berjanji akan melakukan apa pun. Tolong bantu aku!"

"Itu bukan urusanku!" ketus Sophia meski masih sedikit bersimpati pada Mason. la hanya menjalankan tugas yang diberikan Xander padanya. Lagipula ia sudah melihat pertunjukan memelas ini beberapa kali dari orang-orang yang sudah hampir di ambang putus asa.

"Aku mohon, Nona." Mason nyaris bersujud. Air matanya sudah menggenang di pelupuk mata di mana dalam satu kedipan tangisnya akan tumpah. Persetan dengan harga diri karena hal inilah yang bisa ia lakukan sekarang. "Tolong bantu aku, Nona."

Setelah hening sejenak. "Sebenarnya, ada satu syarat yang diajukan oleh anggota keluarga Ashcroft yang kau hina. Jika kau memenuhinya, mungkin mereka akan mempertimbangkan untuk menarik hukuman itu."

Mason langsung mendongak dengan ekspresi penuh harap. "Apa itu, Nona?"

Diruangan yang berbeda, Xander tersenyum tipis ketika menikmati wajah menyedihkan Mason. Rasa sakitnya sedikit terbayarkan. Inikah kekuatan dari uang dan kekuasaan?

1
Was pray
keluarga voss keluarga yg terlalu menuhankan harta, sehingga rela menjadi anjing asal dpt harta
Was pray
cinta buta xander pd evelyn akan merendahkan martabat keluarga besarnya,bagaimana mau dpt cinta sejati dan tulus jika penampilan xander saja masih menunjukan dia anak orang kaya, dan sikap balas dendam dg cara menunjukan prestasi lebih elegan dan terhormat dimata org yg pernah merendahkannya,cari wanita yg lebih segalanya dari evelyn itu lebih bermartabat daripada balikan sama evelyn yg telah mencampakkanya
Was pray
xander terlalu ceroboh dlm bertindak, mau menyembunyikan identitas tapi ceroboh dlm bertindak
Was pray
xander terlalu PD, dua arti PD percaya diri dan pekok Dewe( bodoh sekali)
Anton Lutfiprayoga
up
Anton Lutfiprayoga
up...👌👍
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!