SANG PEBINOR
"Mas, ini tas kerja nya." Ucap Melisa pada suaminya, Dion. Pria tampan dengan wajah datar nan acuh menerima tas kerja dari sang istri tanpa mengucapkan sepatah kata pun.
"Mas.."
"Apa?" Tanya nya ketus, namun Melisa sudah terbiasa dengan nada bicara suaminya, seperti inilah caranya bicara pada nya, selalu ketus dan terkesan datar.
"Uang belanja habis." Lirih Melisa.
"Heh, kamu ini boros banget ya. Nyari duit tuh susah, kamu tau nya cuma minta aja." Ucap Dion dengan nada tinggi, membuat Melisa menunduk. Ya, dia memang tidak bekerja. Dia hanya seorang ibu rumah tangga, meskipun dia lulusan terbaik semasa kuliah.
Tapi, setelah menikah dengan Dion, Melisa ingin mengabdikan dirinya untuk melayani suaminya dan inilah yang dia dapatkan. Cercaan dan hinaan, kata-kata yang tak pantas seorang suami ucapkan pada istrinya.
"Tuh duit, jangan minta lagi seminggu kedepan!" Dion melempar lima lembar uang seratus ribuan ke wajah istrinya, lalu pergi membawa amarah yang menggebu-gebu.
Pria itu melajukan kendaraan roda dua nya meninggalkan rumah sederhana yang menjadi saksi bisu hampa nya kehidupan rumah tangga nya bersama Melisa, gadis yang dia nikahi dua tahun silam karena perjodohan.
Tak semua perjodohan membawa kebahagiaan, seperti di novel-novel. Nyatanya, itu tak berlaku bagi Melisa dan Dion.
Melisa menahan air mata nya yang hampir menetes, meskipun sudah terbiasa mendapat perlakuan semacam ini, tapi bukan berarti hatinya mati rasa. Melisa tetap merasakan sakit yang teramat di hatinya, membuat nya sesak.
"Kapan kamu akan berubah dan menerima ku, Mas? Sudah dua tahun berlalu, tapi sikap mu masih sama." Gumam Melisa, sambil menggenggam uang yang di lempar suaminya di dada.
Dion Mahessa, pria berwajah pas-pasan berusia 30 tahun bekerja sebagai guru honorer di desa sebelah. Kehidupan di desa, memanglah sederhana tak semua nya harus beli seperti di kota, karena Melisa rajin menanam sayuran di kebun belakang rumah nya.
Melisa Prameswari, wanita cantik nan manis dengan lesung pipit di pipi kanan membuat senyum nya terlihat lebih manis. Di tambah lagi, Melisa memiliki kepribadian yang ramah dan mudah berbaur, membuatnya di sukai banyak orang.
Namun, seperti nya hal itu tak berlaku bagi Dion. Dia menganggap Melisa seperti musuhnya, dia selalu bersikap acuh dan datar pada Melisa.
Selama dua tahun pernikahan, tak pernah satu kali pun pria itu memperlakukan Melisa dengan baik selayaknya pasangan suami istri. Bahkan selama pernikahan itu, mungkin bisa di hitung jari berapa kali mereka melakukan hubungan intiim.
Melisa mengusap sudut mata nya, lalu menyimpan uang dari suaminya ke dalam dompet. Setelah itu, Melisa pergi ke belakang berniat untuk mencuci baju. Tak ada mesin cuci, jadi Melisa hanya bisa menggunakan papan sebagai alas nya mencuci baju dengan tangan.
"Aduh, lupa kalau sabun nya habis."
Melisa pun kembali keluar dari kamar mandi, terpaksa lah dia mengambil satu lembar uang yang tadi di berikan suaminya, lalu pergi ke warung yang ada di depan rumahnya.
"Bu, beli sabun cuci nya dua. Sama pewangi nya satu renceng." Ucap Melisa.
"Ini Neng, lima belas ribu."
"Kemarin saya ngutang mie instan dua, sekalian saya bayar ya, Bu."
"Iya Neng." Ibu itu pun memberikan kembalian nya pada Melisa.
"Makasih ya, Bu."
"Sama-sama Neng, gak usah sungkan kalau sama ibu ya."
"Iya Bu, kalau begitu saya pergi dulu ya, mau nyuci." Ibu itu pun mengangguk, Melisa kembali pulang ke rumah nya dengan menenteng kresek berisi sabun cuci.
Beruntung nya, pemilik warung itu sangat baik padanya. Sering kali, dia mengutang dulu kalau suaminya belum memberikan jatah belanja mingguan.
Melisa mencuci pakaian dengan tangan, itu membuat tangan nya kasar karena busa sabun. Tapi Melisa yang awalnya putri yang di manja oleh kedua orang tua nya, kini harus beradaptasi dengan kehidupan baru nya bersama Dion.
Setelah selesai mencuci nya satu persatu, Melisa pun merendam pakaian suaminya dengan pewangi, sedangkan pakaian miliknya tak menggunakan pewangi. Toh, dia hanya di rumah, tak apa hanya menggunakan sabun saja.
Selesai dengan mencuci pakaian, Melisa lanjut menjemur nya di depan rumah.
"Duhh, laper. Lupa kalo belum sarapan." Gumam Melisa, dia membuka tudung saji di atas meja. Dia menghela nafas nya saat melihat tak ada lauk yang di sisakan oleh suaminya, padahal tadi dia memasak cukup banyak tapi sekarang tak tersisa apapun.
"Hmmm, lain kali aku harus menyimpan dulu untuk ku."
Melisa pun pergi ke kebun belakang, lalu memetik cabai dan mengambil beberapa sayur seperti kacang panjang dan terong, dia akan menumis sayur itu. Meskipun cukup bosan, tapi dari pada hanya memakan nasi saja, lebih baik makan dengan sayur seadanya.
Dion selalu meminta di masakan makanan enak, seperti ikan atau daging. Paling sederhana itu tahu atau tempe, itupun dia akan berkomentar pedas jika hanya di masakan makanan itu saja.
Melisa memasak sayuran yang baru saja dia ambil itu, lalu memakan nya dengan lahap karena hari sudah cukup siang untuk sarapan.
Sore harinya, Melisa keluar untuk menyapu teras rumahnya. Beberapa tukang jualan berlalu lalang, membuat Melisa harus kuat-kuat menahan keinginan nya. Dia harus hemat, agar uang 500 ribu itu cukup hingga satu minggu kemudian.
Jika tukang sayur di desa lain akan berjualan pagi hari, di sini tukang sayur nya berjualan sore hari. Melisa berjalan sedikit menjauh dari rumahnya untuk membeli daging pesanan suami nya.
"Bang, daging ayam setengah kilo berapa?"
"Dua puluh ribu, Neng."
"Yaudah, setengah aja." Jawab Melisa, lalu mengambil uang recehan kembalian dari warung tadi.
"Emang nya kenyang makan daging cuma setengah kilo, Neng?"
"Di kenyang-kenyangin aja, Bang. Masih lama gajian soalnya, buat Mas Dion aja, saya mah sama sayur juga laku." Jawab Melisa sambil tersenyum.
"Yaudah, di bonusin sayap sama ceker ya."
"Wahh, makasih bang." Ucap Melisa tersenyum kegirangan. Kebetulan suaminya tak suka sayap atau ceker, jadi dia bisa makan enak malam nanti.
"Sama-sama, Neng."
"Ini uang nya, saya duluan ya Bu ibu." Pamit Melisa ramah, ibu-ibu itu tersenyum lalu menganggukan kepala mereka.
"Kasian ya Neng Meli, dia tuh lulusan kampus terbaik, ehh malah hidup sederhana sama suaminya yang cuma guru honorer." Celetuk salah satu ibu-ibu, dia merasa iba dengan Melisa.
Sikap kasar Dion pada Melisa bukanlah sebuah rahasia lagi, sepertinya seluruh warga pun tau bagaimana Dion memperlakukan istrinya. Hal itu, tentunya mengundang banyak rasa iba, terutama pada Melisa.
Pernah satu hari, Melisa datang membeli sayur seperti hari ini dengan pipi yang lebam, seperti nya bekas tamparan. Namun, wanita itu sebisa mungkin menyembunyikan sikap kasar suaminya, padahal semua orang pun sudah tau.
"Iya, tapi ya itulah jodoh."
"Kalo gak di jodohin, mungkin Neng Meli gak bakal kayak gini."
"Ganteng sih ganteng, tapi kalo sikap nya kayak preman mah buat apa? Kasian ceweknya." Balas yang lain.
Biasalah, kaum ibu-ibu kalau sudah ngumpul pasti menggosip.
"Ehh, Mas sudah pulang." Melisa menyambut suaminya yang baru saja pulang dengan wajah kuyu nya.
"Kamu ini bisa gak sih dandan sedikit buat nyambut suami pulang kerja? Mana pake baju daster lusuh kayak gini, bau bawang putih. Jaga badan dong, belum juga punya anak tapi udah kucel." Hardik Dion saat melihat istrinya yang nampak kusut.
"Ta-pi Mas.."
"Diamlah, aku muak melihat bahkan mendengar suara mu, Mel. Pergilah, buatkan aku kopi." Perintah Dion, Melisa menurut dan pergi dari hadapan suaminya dengan membawa rasa sakit di hatinya.
......
🌻🌻🌻🌻
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 104 Episodes
Comments
Wagiyem Ibune Wilda
mampir aq
2024-10-27
1
Fhebrie
wajah dion pas pasan ato memang ganteng thor
2023-09-27
3
SR.Yuni
semoga alurnya tidak mengecewakan...
2023-07-30
1