Sebagai seorang wanita yang sudah kehilangan rahimnya, dia tetap tegar menjalani hidup walau terkadang hinaan menerpanya.
Diam-diam suaminya menikah lagi karena menginginkan seorang anak, membuat ia meminta cerai karena sudah merasa dikhianati bagaimanapun dia seorang wanjta yang tidak ingin berbagi cinta dan suami.
Pertemuannya dengan seorang anak kecil membuat harinya dipenuhi senyuman, tapi ia juga dilema karena anak itu meminta ia menjadi ibunya itu berarti dia harus menikah dengan Papa dari anak itu.
Akankah Yasna menerima permintaan anak kecil itu atau kembali kepada mantan suami?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon husna_az, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
16. Hari pertama
Pagi-pagi sekali Yasna sudah bersiap akan mencari pekerjaan, ia sudah menyiapkan semua persyaratan yang dibutuhkan.
"Kamu mau kemana Na?" tanya Alina.
"Aku mau ngelamar jadi Guru Bu, di taman kanak-kanak tempat temanku," jawab Yasna.
"Guru? Kamu yakin?" tanya Alina ragu.
Yasna ingin mencari kesibukan untuk melupakan sejenak kesedihannya, saat seorang temannya sedang mencari tenaga pengajar di taman kanak-kanak, tanpa ragu ia menawarkan diri, selain itu ia ingin merasakan bagaimana rasanya menjadi Ibu meski anak-anak itu bukan darah dagingnya.
"Yakin kok Bu, disana kan ada teman aku juga, nanti dia yang bakal arahin aku," ujar Yasna.
"Yasudah kalau kamu memang sudah yakin," sahut Alina.
"Aku berangkat dulu Bu, Ayah mana?" tanya Yasna.
"Kamu berangkat saja, tadi Ayah pergi ke balai desa ada pertemuan, entah pertemuan apa? Ibu tidak tahu," ujar Alina.
"Baiklah, kalu begitu Yasna berangkat, Assalamualaikum," pamit Yasna sambil mencium punggung tangan Alina.
"Waalaikumsalam," sahut Alina.
Yasna mengendarai motor matic milik Ibunya, menelusuri jalanan kota Pahlawan menuju tempat dimana ia akan mengajar, tak membutuhkan waktu lama Yasna akhirnya sampai, terlihat seorang wanita melambaikan tangan pada Yasna.
"Assalamualaikum, maaf kesiangan ya aku?" tanya Yasna merasa tidak enak.
Mereka bersalaman dan cipika-cipiki, Nadin adalah sahabat Yasna saat SMA, tapi saat kuliah Nadin memilih kuliah diluar kota dan bekerja disana hingga membuat mereka terpisah, baru satu tahun yang lalu Nadin kembali saat orang tuanya menjodohkan Nadin dengan laki-laki pilihan orang tuanya dan laki-laki itulah pemilik Yayasan tempat Yasna bekerja saat ini.
"Waalaikumsalam, enggak kok, hari ini kan kamu masih pengenalan dulu, besok harus lebih pagi ya!" ucap teman Yasna yang bernama Nadin.
"Siap Bu," ucap Yasna sambil memberi hormat ala tentara.
"Kamu ini bisa saja," ucap Nadin.
Nadin memperkenalkan Yasna pada para pengajar dan juga pada murid, mereka menyambut dengan baik kedatangan Yasna dan itu membuat Yasna senang.
"Terima kasih ya Nad, kamu udah bolehin aku ngajar disini," ucap Yasna.
"Kamu ini kan temanku, aku tahu banget bagaimana kepribadian dan watak kamu, maka dari itu aku memperbolehkanmu mengajar disini, semua pengajar disini diterima bukan hanya pendidikan mereka yang tinggi tapi juga kesabaran dan ketelatenan mereka," ujar Nadin.
Yasna dan Nadin membicarakan banyak hal, tentang sistem mengajar disana dan mengenai anak-anak disana juga dan tanpa sengaja pandangan Yasna berhenti pada seorang anak perempuan dan Yasna merasa pernah bertemu dengannya, tapi dimana? Itu yang Yasna lupakan.
"Aku tinggal bentar ya Na," pamit Nadin.
"Iya, tidak apa-apa," jawab Yasna.
Yasna mendekati anak yang ia lihat tadi.
"Hallo lagi apa? kok sindirian saja?" tanya Yasna.
"Alin nggak mau main cama meleka," jawab Afrin.
'Aa aku baru ingat, namanya Afrin, anak yang di danau waktu itu,' batin Yasna.
"Kenapa?" tanya Yasna, namun Afrin hanya menggelengkan kepalanya.
"Ini kotak makan siang kamu?" tanya Yasna dan Afrin mengangguk.
"Kenapa nggak dimakan?" tanya Yasna.
"Nggak enak," jawab Afrin.
Yasna tersenyum, ia jadi teringat saat-saat masih kecilnya, ia juga sama seperti Afrin yang susah jika disuruh makan dan Ibunya akan selalu berusaha untuk membujuknya dengan segala cara.
"Mau Tante suapi?" tawar Yasna.
Afrin menatap Yasna sejenak sebelum mengangguk Antusias. Afrin senang karena ada orang lain yang menyuapinya, karena selama ini hanya Omanya saja yang menyuapinya, bahkan Papanya saja tak pernah menyuapinya.
Yasna menyuapi Afrin sambil berbincang dengan gadis kecil itu, mereka berbincang sesekali tertawa karena merasa lucu, hingga tak terasa makanan Afrin habis tak tersisa.
"Waah, Afrin hebat, nih lihat makanannya habis!" seru Yasna.
"Yeay." Mereka bersorak sambil bertepuk tangan dan akhirnya tertawa bersama.
Yasna begitu senang melihat tawa Afrin, tawa yang membuat dunianya kembali cerah setelah suram karena badai.
"Sekarang Afrin masuk kelas ya! Bentar lagi mau masuk," ucap Yasna.
"Iya, Tante," sahut Afrin.
Afrin pergi meninggalkan Yasna sambil melambaikan tangannya dan tersenyum.
*****
Keesokan paginya Yasna kembali bersiap akan pergi mengajar, ini hari pertamanya dan ia tidak boleh telat, karena itu pagi-pagi sekali ia sudah bersiap.
"Kamu pagi sekali Na, berangkatnya?" tanya Alina.
"Iya Bu, disana para pengajar diharuskan datang setengah jam sebelum masuk kelas," jawab Yasna.
"Oh, yasudah kamu sarapan duluan saja, nanti terlambat, Ibu nanti saja sama Ayah," ucap Alina.
"Maaf ya Bu, Yasna sarapan duluan," sesal Yasna.
"Kamu ini, seperti orang lain saja," ucap Alina.
Yasna menikmati sarapannya seorang diri, ia juga membawa bekal karena teringat Afrin, ia ingin makan bersama Afrin nanti siang.
Yasna mengendarai motor menuju tempat ia mengajar, disepanjang perjalanan Yasna terus saja tersenyum, membayangkan wajah-wajah anak tak berdosa yang akan ia didik dan yang akan ia sayangi nanti.
Setelah menempuh perjalanan selama setengah jam, akhirnya Yasna sampai ditempat ia mengajar, tampak beberapa pengajar yang sudah sampai, ada juga para orang tua yang sudah mengantarkan anak mereka dan para pengajar menyambut dan membawa mereka kedalam.
Yasna memasuki ruang kelas dan memperkenalkan diri, beberapa murid juga menyukainya, tapi Yasna melihat Afrin sedari tadi hanya diam saja tak mengatakan apapun.
"Afrin kenapa diam?" tanya Yasna, namun Afrin hanya menggeleng.
"Yasudah... anak-anak sekarang Bunda mau tanya, ini gambar hewan apa?" tanya Yasna pada semua muridnya, semua murid disekolah ini memang diharuskan memanggil para pengajar dengan panggilan bunda.
"Jerapaahh..." semua anak menjawabnya serentak.
Semua anak begitu senang saat Yasna mengajar, sedangkan Afrin, meski hanya diam ia tetap menyimak pelajaran yang Yasna berikan, hingga tak terasa jam istirahat pun tiba.
Semua anak berlari keluar, ada yang bermain ada pula yang memakan bekal mereka, Yasna didalam kelas membereskan semua peralatan yang anak-anak pakai, tampak Afrin masih didalam kelas memperhatikan Yasna.
"Afrin nggak keluar?" tanya Yasna, namun Afrin hanya menggeleng sebagai jawaban.
"Bawa bekal nggak?" tanya Yasna.
"Bawa, Bunda mau cuapin aku lagi?" tanya Afrin senang.
"Boleh, yuk kita makan diluar saja, Bunda juga bawa bekal tadi," ajak Yasna.
Mereka berjalan menuju sebuah kursi dibawah pohon, Afrin terlihat sangat antusias membuka bekal yang ia bawa.
"Waah, Afrin bawa kue?" tanya Yasna.
"Iya, Bunda bawa apa?" tanya Afrin balik.
"Nasi goreng, Afrin mau?" tanya Yasna.
"Mau," jawab Afrin sambil mengangguk.
"Bunda suapin ya," ucap Yasna, yang diangguki Afrin lagi.
Afrin terus tersenyum saat disuapi Yasna, Afrin juga bercerita banyak hal, Yasna hanya menjadi pendengar saja sambil sesekali berpura-pura terkejut karena kagum pada Afrin.