Basmara, dalam bahasa sansekerta yang berarti cinta dan tertarik. Seperti Irma Nurairini di mata Gervasius Andara Germanota, sebagai siswa anak kelas 11 yang terkenal Playboy menjadi sebuah keajaiban dimana ia bisa tertarik dan penuh kecintaan.
Namun apalah daya, untuk pertama kalinya Andra kalah dalam mendapatkan hati seseorang, Irma sudah ada kekasih, Andrew, seorang ketua OSIS yang terkenal sempurna, pintar, kaya, dan berbakat dalam non akademi.
Saat terpuruk, Andra mendapat fakta, bahwa Irma menjalani hubungan itu tanpa kemauannya sendiri. Andra bangkit dan memerjuangkan Irma agar sang kakak kelas dapat bahagia kembali.
Apakah Andra berhasil memerjuangkan Irma atau malah perjuangan ini sia-sia?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon keisar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 15: Andra & Irma
Disebuah kamar besar, cahayanya sangat minim, bahkan bisa membuat seseorang risih jika tak terbiasa. Andrew, lelaki itu duduk menyandar pada kursi bergaya boss.
Matanya yang berwarna biru laut itu menajam menatap layar monitornya yang menampilkan Irma, gadis itu dengan riang memilih baju-baju di lemarinya.
Irma mengambil sebuah kaos lengan panjang berwarna merah maroon. "Lumayan nih, gak terlalu tebel tapi gak tipis juga, pas buat malem-malem."
"Sekarang bawahannya," Irma melempar kaos itu keatas ranjangnya, ia melihat ke dalam lemari kembali, setelah mengorek cukup lama, ia menemukan sebuah celana jeans.
"Brengsek," lirih Andrew. "Kenapa Irma jadi seperti ini? Kenapa berbeda sekali saat pergi dengan saya, ia tidak niat jika dengan saya, tapi dengan siapa yang membuat Irma jadi seperti ini?"
Mata Andrew menajam ketika mendengar ponsel Irma yang berbunyi cukup kencang, Irma tampak mengambil ponselnya yang berada diatas meja belajarnya. "Halo pak, iya ini tujuannya ke restoran Ezel emangnya kenapa ya?"
Irma mengulum bibirnya. "Oh gitu pak, saya yang bayar uang bensinnya aja pak," Irma diam mendengar tanggapan dari yang menelpon. "Serius pak, kalo saya bohong, bapak laporkan akun saya."
Sebuah senyuman manis tercetak diwajah Irma. "Iya pak, siap, saya tunggu ya."
"Ezel," ucap Andrew mengingat tujuan Irma berpakaian seperti ini, ia mengambil ponselnya di atas meja dan menelpon seseorang.
"Halo bos!" ucap seseorang dari seberang sana.
"Ya," sahut Andrew. "Kamu lagi dimana Kas? Gua mau ngasih tugas buat lu."
"Weh tugas apa tuh bos, tugas mukulin si Andra kek bos, bosen gua ngikutin Irma mulu," ucap laki-laki bernama Lukas itu.
"Lu bosen? Berarti ini tugas terakhir lu sebelum gua mecat lu," ucap Andrew dengan nada santai.
"Becanda bos," ucap Lukas terdengar panik. "Lu mau ngasih gua tugas apaan? Gua terima-terima aja kok."
Andrew menghela napasnya. "Saya mau kamu ke cafe Ezel, Irma mau ketemu seseorang disana, dan kalau ada kesempatan, ambil ponsel Irma."
"Ngapain ngambil hape Irma doang? Kenapa gak sekalian sama seseorang itu bos?" tanya Lukas.
"Nggak penting," jawab Andrew santai. "Saya mau nyadap ponsel Irma, kalau hanya kamera atau sadapan di boneka kamarnya, dia masih bebas diluar."
"Oke bos, gua mau siap-siap kesana sekarang," ucap Lukas.
Andrew mengerutkan dahi. "Kamu tidak tanya bayaran tugas ini?"
Lukas terdengar terkekeh pelan. "Nggak lah, gua percaya kok, lu pasti bisa ngasih bayaran buat gua hidup."
..........
Andra memelankan motornya ketika melihat bangunan cafe Ezel, lalu ia berbelok ke parkiran cafe. Begitu sudah terparkir, ia mematikan mesin dan keluar dari mobil.
Andra ketika memasuki cafe, terlihat tidak begitu rame, mungkin dari 1-10 keramaiannya mungkin 5, wajar, siapa yang mau makan berat malam-malam begini?
"Dra!" wajah yang tak begitu asing berlari kearahnya, Irma, ia memeluk tubuh Andra dengan erat.
"Kak? Maaf ya udah nunggu lama," Andra mengelus punggung Irma lembut.
Irma menggeleng. "Nggak kok, kalaupun aku nunggu lama, kamu dateng udah lebih dari cukup hapus rasa capek nunggu."
Andra tersenyum. "Bisa aja."
Irma melepaskan pelukannya. "Ayo ke meja aku, aku udah mesen makanan yang pasti kamu suka."
Mereka pun berjalan berdampingan menuju meja Irma yang berada di lantai dua, tiba-tiba Irma menggandeng tangan Andra. Lembut, halus, itulah yang dapat Andra rasakan dari tangan Irma.
Andra menatap Irma dengan wajah kaget. "Kak?"
Irma menoleh, senyuman tercetak di wajahnya, memperlihatkan lesung pipinya. "Kenapa?"
Andra terdiam, itu adalah senyuman tertulus yang pernah dikeluarkan Irma padanya. "Kayaknya ada hubungannya kenapa kak Irma mau cerita, lebih baik gua diem aja," pikir Andra, ia ikut menggenggam tangan Irma.
Begitu sampai di meja, Irma langsung duduk dan menarik Andra agar disampingnya, dipeluknya lengan kekar itu, membuat jarak diantara mereka hanya beberapa milimeter.
Terjadi keheningan sampai pada akhirnya terpecahkan. "Maaf nunggu lama," pelayan datang dengan beberapa pesanan, ia mulai menata satu persatu diatas meja.
Setelah pelayan itu pergi, Irma menggeser semangkuk sayur sop kearah Andra. "Kamu bingung ya, kenapa aku ngajak ketemuan."
Andra mengangguk pelan, Irma terkekeh, tangannya yang ramping mendekatkan pesanannya. "Ini ucapan terimakasih karena udah mau ngehibur aku, tapi aku mau nanya, kamu kok bisa ada disana?"
Andra tersenyum kecil. "Itu rumah lama aku, dan awalnya..."
Flashback on
Andra, lelaki jangkung dengan seragam putih abu-abu itu memasuki rumah bersama sahabat-sahabatnya. Ruang tamu yang penuh lumut, berbeda dengan sahabat-sahabatnya yang langsung berjalan menuju atap, Andra terdiam menatap ruang tamu yang terbilang cukup besar itu.
Memori lama, terulang kembali, seorang pria, jaket bergambar harimau membungkus tubuhnya yang besar. "Dra! Anak papa dimana ya?" pria itu mengitari sofa.
"Baa!" Pria mengageti anak yang bersembunyi di sofa lain, ia menggendong anak itu. "Papa curang! Papa pasti liat dari ataskan?" tuduh anak itu.
"Dra," panggil seseorang yang membuyarkan lamunan Andra dan menghilangkan memori itu, Andra menoleh ke arah tangga, sang sumber suara.
Farel, lelaki dengan rahang tegas itu berdiri di ujung anak tangga, ia berbalik badan lalu menghamipiri Andra. "Kenapa lu Dra?"
Andra menunduk dan menggelengkan kepalanya. "Nggak apa-apa," jawab Andra dengan suara yang bergetar.
Farel merangkul Andra. "Kenapa? Lu kebayang lagi? Mau pindah?"
Andra kembali menggeleng. "Nggak usah, gua yang ngajak kesini, masa gua yang minta pindah," Andra mengusap air matanya dan mendongakkan kepalanya, tangannya menarik tangan Farel. "Ayo."
Mereka berdua berjalan menaiki tangga mengejar yang lainnya. Begitu sampai di atap, terlihat yang lain sedang membersihkan lumut dan beberapa hewan serangga yang hampir memenuhi atap.
Indra melirik kearah mereka dengan wajah yang kesal. "Kemana aja lu berdua? Lu ambil sapu buat bersihin semut sama hewan menjijikkan lainnya Dra, kalo Farel ambil semprotan, bersihin lumut."
Mereka berdua mengangguk, lalu mengambil peralatan yang tidak terlalu jauh dari tempat mereka berdiri. Andra menghampiri kerumunan semut. "Permisi, maaf ya udah ganggu kalian kalian bisa bikin sarang dibawah kok, bismillahirrahmanirrahim."
Andra mulai menyapu kerumunan semut itu ke pintu yang menuju kebawah. Apa yang Andra ucapkan sebelumnya membuat ia mendapat tatapan kaget dari sahabat-sahabatnya. "Kenapa lu pada? Ngeliatin gua sampe kayak gitu."
"Kau mau pindah Islam Dra?" tanya Debrong.
"Insyaallah," jawab Andra lirih.
"Kok bisa sih Dra?" heran Indra. "Padahal selain Debrong, sahabat lu yang Islam cuma ngaku doang."
"Kayak Bagas," sahut Debrong yang mendapat tatapan tajam dari Bagas. "Lah pacaran? Puasa bolong-bolong?" jelas Debrong yang membuat Bagas mengalihkan pandangannya.
Indra tertawa kencang. "Gas-gas, mau marah tapi bener, makannya Gas, rajin sholat, jangan cuma sholat jumat doang."
"Emang iya?" bingung Farel, Mora, Debrong, dan Andra serempak.
Bagas memutar bola matanya malas. "Babi lu Dra!" ia mengejar Indra yang tidak terlalu jauh darinya, dan tentu saja Indra berlari menjauh.
Setelah 30 menit bermain-main, akhirnya atap pun lumayan bersih. Mora menaruh tas sekolahnya dan duduk di sofa yang dulu sempat mereka tinggalkan di rumah ini.
Bagas membuka tas drone yang sedari tadi ia bawa dan mengeluarkan isinya. "Akhirnya bisa main drone juga."
Debrong mengambil tas Mora dan mengeluarkan beberapa plastik berisi jajanan sekolah, seperti telur gulung, cireng dan masih banyak lainnya.
"Kenapa makanan taro di tas gua sih?" protes Mora.
"Memangnya kau keberatan Mor? Kau merasa berat kalau makanan di tasmu?" ucap Debrong.
"Bener kata Debrong, lagian lu nggak bawa buku paket mor, si berat kalo ditambah makanan," timpal Farel.
"Udah udah," Bagas menengahi, ia menyalakan drone dan remote kontrolnya, setelah kamera di drone terhubung dengan remote, Bagas menerbangkan drone nya.
Andra mengambil sebungkus telur gulung dan berjalan mendekati Bagas, ia berjongkok disampingnya dan fokus memperhatikan kamera.
"Eh gas, coba ke pabrik situ dah, penasaran gua dari lama gak pernah keliatan beroperasi," ucap Andra yang dituruti Bagas.
Begitu drone itu terbang menuju pabrik, terlihat beberapa buruh sedang bersiap-siap pulang, Bagas menoleh ke belakang. "Ini ada, lu buta apa dongo Dra selama ini?"
"Mata Andra mah emang senyap Gas, udah dua line, bukannya push line yang satu lagi, malah main hutan," sambar Farel.
"Udah lu nggak usah curhat," Andra kembali fokus ke layar di remote. "Ini mata gua yang salah, atau ini cewek yang nangis diatap pabrik mirip kak Irma?"
Yang lain, kecuali Farel, dengan rasa penasaran mereka ikut melihat layar, dan benar saja, wanita yang sedang menangis itu benar-benar mirip dengan Irma, rambutnya, tangan mungilnya, pinggul rampingnya.
"Mirip sih, tapi kenapa Irma nangis?" ucap Mora.
"Mau kak Irma atau bukan sih kasian banget," Andra berjalan menuju tasnya yang berada tak jauh dari tempat mereka berkumpul.
"Mau ngapain lu Dra?" tanya Farel.
Andra mengeluarkan buku tulisnya dan mencopot kertas dari bagian tengahnya. "Mau ngelakuin sesuatu yang bahagian kakak-kakak itu, Gas, terbangin drone lu balik dah."
"Sia-sia Dra kalau itu bukan Irma," ucap Debrong yang ada benarnya.
Andra menengok ke arah Debrong. "Brong, dalam hadits ibnu abbas, Nabi Muhammad bersabda, bahwa sesungguhnya amal yang paling disukai allah swt adalah membahagiakan muslim lain."
"Emang sekarang lu muslim Dra?" tanya Bagas dengan mata yang fokus kearah kamera drone yang mengarah kesini.
"Siapa tau diitung nya pas gua mualaf," sahut Andra sembari mencatat sesuatu di kertas.
Suara mesin drone terdengar mendekat, Andra berdiri, menggulung kertas dan mengikatnya dibagian bawah drone menggunakan karet bungkus makanan. "Dah, terbangin ke pabrik itu Gas."
"Lu nulis apaan Dra?" tanya Indra.
"Nyuruh kakak-kakak itu kesini, mau gua kasih makanan," jawab Andra dengan santai.
Farel memasang wajah bingung. "Apa hubungannya Dra?"
Andra berdecak. "Dih, pantesan lu jomblo walaupun kaya super imba gelo."
Yang lain pun tertawa kecuali Farel yang memasang wajah kesal, namun Andra segera mendiamkan mereka. "Kalo cewek sedih atau marah, dibujuknya pake makanan."
"Udah daripada lu pada ketawa-ketawa gak jelas, lu pada mending bantuin gua," titah Andra. "Siapa tau kita dibuat istana di surga."
.......
Flashback off
Irma terkekeh pelan mendengar cerita dari Andra. "Kamu baik juga ya ke cewek, Dra."
Andra memasang wajah dongkol. "Ya allah kak, dont judge book by its cover."
Irma tertawa sembari menyandarkan ke lengan Andra. "Bener juga."
Andr terdiam, menatap Irma, hatinya terasa damai melihat senyuman manis dan suara tawa sedikit melengking, benar-benar memberhentikan dunia beberapa saat.
To be continue