terinspirasi dari film: Takut Gak Sih.
menceritakan seorang You Tuber dengan nama Chanel Takut Gak Sih yang membuat konten untuk membongkar kasus kematian para arwah gentayangan dari berbagai daerah dan pulau.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Abdul Rizqi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Dukun Santet Pocong
Di tengah perjalanan Galang tidak sengaja melihat seorang wanita yang sangat mirip sekali dengan Anita.
"Eh Ngat, bukannya itu Anita? Kok dia ada di kampung ini?" Tanya Galang sembari menunjuk Anita yang duduk di teras depan rumahnya bersama seorang pria.
Mereka berdua tampak sedang mengobrol di sana.
Pria itu tampak berbadan kekar dan yang paling mencolok pria itu mengenakan seragam polisi.
Mereka berdua terpaku menatap Anita yang sedang mengobrol di sana bersama seorang pria.
Tampak Galang mengepalkan tangannya dengan erat, "wah... ngga bisa di biarin ini, Ngat!" Ucap Galang bersiap melabrak Anita.
Namun Atmo menghalanginya dengan tangan, Atmo masih terdiam tidak percaya, ia masih berusaha menghadapinya dengan tenang.
"Samperin apa nggak?" Tanya Atmo dalam hatinya penuh emosi.
"Ayo... Ngat..!!! Kesana... ngga usah takot, kita berdua!" Ucap Galang menggebu gebu.
Atmo langsung memegang tangan Galang, "Ngga usah Lang, ayo pergi.." ucapnya lesu.
"Kamu ini gimana sih Ngat?! Kamu ngga lihat istri kamu sama laki laki lain?!" Ucap Galang dengan geram.
"Sstt!! Udah ayok." Atmo langsung menarik tangan Galang pergi dari sana.
Sementara di tempat Anita...
"Weh... hebat kamu Di, sekarang udah jadi polisi..." ucap Anita.
"Hehe, iya Nit."
Tidak lama kemudian seorang wanita keluar dari dalam rumah itu membawa minuman.
"Di minum, Nit." Ucap Wanita itu.
"Makasih kar, Emm... semoga hubungan kalian berdua bisa langgeng sampe tua ya, Ardi Sekar.." ucap Anita.
Kedua pasangan itu tersenyum, "makasih ya Nit.."
Sementara itu Galang terus mengikuti Atmo yang berjalan tanpa arah, Galang menatap Atmo dari samping, matanya tampak berkaca kaca.
"Ngat.." Galang memegang pundak Atmo sembari memanggilnya, namun Atmo sama sekali tidak merespon ia sedang di landa galau.
"Kamu mau kemana Ngat, ayo pulang..."
Atmo masih tidak menjawab sama sekali, tatapan matanya kosong dengan kedua matanya yang berkaca kaca menatap ke jalan setapak di bawahnya. Atmo tetap bungkam walaupun Galang terus menanyainya.
Takut Atmo berbuat nekat Galang terus mengikutinya.
Di depan sana, sekitar jarak 20 meteran terdapat jebatan besar dan di bawahnya terdapat parit kering dengan bebebatuan besar. Ketika sudah sampai di jembatan itu, Atmo berdiri di pembatas besi menatap ke bawah.
"Ngat, istighfar ingat anak dan istrimu di rumah. Semua bisa di bicarakan baik baik.." ucap Galang dengan sungguh sungguh.
"Ngat, jangan lakukan itu ingat dosamu masih sangat banyak..." imbuh Galang.
Tiba tiba ada seorang pria dekil yang hanya menggunakan karung yang di ikat dengan tali untuk di jadikan celana.
Ia menghembuskan nafas berat dan seenaknya mendorong Atmo untuk bunuh diri.
"Mati kau sana, sudah bosan hidup kan? Xixihihihihihi...!!" Ucapnya kemudian tertawa.
Mata Galang mendelik tajam, membuat ODGJ itu pergi dengan ketakutan. Bisa bisanya di saat seperti ini ada yang memprovokasinya.
Atmo mengangkat satu kakinya ke besi pembatas.
"Ehh... ngat-ngat! Jangan ngat!" Galang panik, ia berusaha menarik Atmo.
Namun tiba tiba ODGj tadi datang kembali, "bagus satu kaki lagi naikan lalu lompat, jangan nanggung nanggung bikin gempar. Kebetulan jadi ladang pahala buat tukang gali kubur... kau jadi umpan api neraka... xixixixhhihihi...." ucapnya kemudian kembali berlari.
"Hei... hei... apa itu?" Teriak seseorang, lalu berkerumunlah warga sekitar yang hendak lewat jembatan.
"Istigfar bang, masih muda kok mau bunuh diri. Memang masalah akan selesai?"
"Janda mana yang menyakitimu, bang? Katakan.."
Pipi Galang menggelembung menahan tawa, "justru dia mau menjandakan istrinya..."
Tiba tiba seorang pria paruh baya dengan cangkul di pundak datang, "ya sudah kalau mau bunuh diri silahkan, kebetulan sekali aku ini tukang gali kubur. Memang agak sepi job, karena hampir sebulan ini ngga ada yang mati." Ucapnya enteng.
Tubuh Atmo melorot kebawah, kakinya menyentak nyentak jalan setapak, orang orang di sana hanya diam memperhatikan ada yang menahan tawa juga.
Galang menepuk jidatnya, "bikin malu aja ini si Ngengat!"
Tiba tiba Galang melihat mobil TGS lewat, spontan Galang menghadangnya.
Cahaya, Vina, dan Ustadz malik keluar.
"Ada apa Lang?" Tanya cahaya.
"Ayo bawa Atmo, keburu lebih banyak warga yang datang, malu maluin!"
Keempat orang itu langsung membawa Atmo masuk ke dalam mobil.
"Aku mau di bawa kemana?" tanya Atmo dengan suara serak.
"Mau di bawa kerumah sakit jiwa.." jawab Galang.
"Emangnya ada apa sih Lang?" Tanya Vina.
"Tadi, Atmo lihat Mbak Anita selingkuh..."
"Eh?? Kalian lihat... Sepertinya Mas Atmo salah paham, tadi sewaktu kami mencari ustadz malik kami bertemu dengan Mbak anita dia mengatakan ingin main kerumah teman SDnya, katanya teman SDnya itu sebentar lagi akan menikah sama polisi, polisi itu namanya Ardi dia temen SMPnya Mbak Anita..."
"Eh??" Galang tampak pucat, "untung aku ngga langsung labrak tadi.."
Sementara Atmo mengelap umbel dan air mata yang membasahi wajahnya.
"Beneran Mbak?" Selidik Atmo.
Cahaya dan Vina hanya mengangguk. Sementara Ustadz malik hanya diam menyimak sedari tadi.
Atmo kemudian membuka ponselnya berniat menghubungi Anita, namun sebuah pesan masuk dari Anita yang mengatakan dia izin main kerumah teman SDnya.
Atmo menggaruk kepalanya..
***
Waktu berjalan dengan sangat cepat, malam hari telah tiba, udara dingin menusuk sampai sum sum setiap insan yang keluar malam.
Di tengah malam ini Pak Wiryo terlihat sedang menyembelih ayam cemani di belakang rumahnya, ia ingin mengambil darahnya untuk di jadikan salah satu bahan menyantet Galang dan yang lainnya.
Alasan Wiryo melakukannya tengah malam karena ini merupakan salah satu syaratnya.
"Aku yakin sekali hari ini mereka semua akan mati!" Ucap Wiryo.
Tepat ketika Wiryo selesai menyembelih ayam itu dan mengambil darah hitamnya, tiba tiba Wiryo merasa ingin buang air kecil, sontak ia meninggalkan pekerjaannya sesaat dan masuk ke dalam rumah lewat pintu belakang.
Wiryo membuang air kecil sedikit merinding, entah mengapa bulu kuduknya berdiri, firasatnya mengatakan bahwa ada yang sedang memperhatikannya dari belakang.
Dengan perasaan takut ia menoleh secara perlahan kebelakang, sesosok pocong berdiri tepat bahkan tanpa jarak, wajah Wiryo tepat di depan dada pocong itu, pocong tersebut lebih tinggi dari Wiryo, Wiryo mendongak ke atas.
Pocong tersebut menunduk, kini wajah mereka saling berhadap hadapan, jantung Wiryo rasanya ingin sekali copot. Tampak wajah pocong itu yang masih utuh dengan kulit pucat, kapas tersumpal di kedua lubang hidungnya. Wajah pocong itu benar benar sangat pucat seperti orang yang mati karena tenggelam, dengan bibir yang biru kehitaman tampak keriput.
Tiga detik kemudian, Wiryo sudah tidak sadarkan diri, jantungnya tidak kuat menahan rasa takut yang mendalam menusuk jiwanya.
Keheningan malam hari tanpa siapapun, di sisi lain tampak mbah Abrit berjongkok ia sedang membuang air besar sembari memikirkan Wiryo yang lama sekali. Ia di temani gemercik air kran, yang mengucur kecil di sebuah ember bekas cat 20kg berwarna putih di sebelahnya.
Tiba tiba air kran mati, menyisakan bunyi tetesan air yang menggema, memantul dan nyaring di kamar mandi.
"Waduh, abis kali airnya untung udah penuh embernya." Ucap Mbah Abrit.
Mbah Abrit menyalakan rokok dan memainkan ponselnya mencoba menghubungi Wiryo yang tidak kunjung datang. Namun tetap tidak di angkat.
Krrrrrrrrrrrtttttttt...... kkrrrrrrrrrrrrrttttt....
Tiba tiba lampu kamar mandi berkedip cepat seperti konslet, Mbah Abrit segera menaruh kembali ponselnya dan mengambil Gayung sebelum lampu kamar mandi benar benar padam.
Tidak lama kemudian lampu padam, kamar mandi yang awalnya terang langsung gelap gulita.
Dug... dug... dug...
Pintu kamar mandi terdengar seperti di pukul benda tumpul dengan pelan, Mbah Abrit mengerutkan keningnya ia berfikir tidak mungkin ada arwah yang berani mengganggunya.
Tak lama suara itu menghilang berganti dengan lampu kamar mandi yang menyala dan air kran yang tiba tiba mengucur deras, tidak hanya itu bau yang begitu harum menyeruak begitu pekat dan menyengat. Bau seperti orang meninggal yang sedang di mandikan kental terasa.
Mbah Abrit sudah merasa ada yang janggal, entah mengapa nyalinya kian menciut ia berdiri dengan rasa penuh ketakutan.
Lampu kamar mandi kembali mati, Mbah Abrit kembali meraih ponselnya dan menghidupkan flash light.
Cahaya dari ponsel itu menyala, mata Mbah Abrit terbelalak lebar. Tepat di depannya ada sesuatu berwaran putih bahkan jaraknya tak sampai satu jengkal.
Sesosok pocong setinggi dak cor kamar mandi berdiri tepat di depannya, mbah Abrit mendongak menatap wajah pocong itu.
Cahaya dari ponsel itu bergetar menyoroti wajah pocong yang dingin tanpa ekspresi, wajah pocong itu sangat kering seperti fase menuju tengkorak, hanya tulang yang terbalut kulit kering yang sangat kempot dan tirus dengan kedua bola mata yang terlihat sangat besar saking kurusnya. Seperti wajah mummy.
Kaki mbah Abrit bergetar, ia tak bisa bergerak. Bahkan ia tak sanggup mengucapkan sepatah katapun. Semua syarafnya seperti tidak berfungsi di telan ketakutan yang mendalam.
Plek!
Lampu tiba tiba kembali menyala terang tanpa berkedip, pocong itu sudah tidak ada. Di gantikan dengan sosok kakek tua yang duduk santai di pinggir bak persegi keramik.
Kakek tua itu tersenyum sembari berjalan menghampiri Mbah Abrit.
"Ka.. ka.. kau! Sudah kuduga, kau tidak akan bertobat Mbah Parman!" Ucap Mbah Abrit dengan ekspresi panik, bagaimana tidak ia mengetahui betul siapa Mbah Parman sosok Dukun Santet yang sangat terkenal dengan santet pocongnya di desa ini.
"untuk apa kau mengirimkan santet pocong kepadaku?"
"Dari pada kau memikirkan itu, lebih baik kau pikirkan dirimu sendiri." Ucap Mbah Parman wujudnya tiba tiba berubah menjadi pocong yang tadi dan meludah wajah Mbah Abrit hingga wajahnya meleleh.