Siapkan kanebo kering untuk menyeka air mata!
Bermaksud menolong seorang pria dari sebuah penjebakan, Hanna justru menjadi korban pelampiasan hingga membuahkan benih kehidupan baru dalam rahimnya.
Fitnah dan ancaman dari ibu dan kakak tirinya membuat Hanna memutuskan untuk pergi tanpa mengungkap keadaan dirinya yang tengah berbadan dua dan menyembunyikan fakta tentang anak kembarnya.
"Kenapa kau sembunyikan mereka dariku selama ini?" ~ Evan
"Kau tidak akan menginginkan seorang anak dari wanita murahan sepertiku, karena itulah aku menyembunyikan mereka." ~ Hanna
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kolom langit, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 23
Sebuah mobil melaju dengan kecepatan sedang membelah jalan-jalan lengang di kota Amasya. Baru beberapa menit mereka meninggalkan hotel tempat Cleo dan Nyonya Flora menginap, namun sudah beberapa kali Evan melirik arloji yang melingkar di pergelangan tangannya.
“Osman ...” panggil Evan menatap pria yang duduk di kursi kemudi. Osman sejenak mengalihkan pandangannya ke belakang melalui kaca spion, kemudian kembali terfokus pada jalan di depan.
“Iya, Tuan.”
“Kenapa Cleo dan ibunya begitu jahat pada Hanna? Bukankah mereka keluarga, Hanna adalah adiknya Cleo, meskipun berbeda ibu tapi mereka satu ayah. Tapi kenapa Cleo begitu ingin mencelakai adiknya sendiri, bukankah itu sangat aneh?”
“Apa anda tidak tahu? Nona Cleo dan Nona Hanna tidak memilikki hubungan darah, Tuan. Nona Cleo adalah anak Nyonya Flora dengan suami terdahulunya, sebelum menikah dengan Tuan Urhan Mehmed Cabrera.”
Evan tertergun mendengar jawaban Osman, alisnya saling bertaut. Ia tidak pernah tahu sebelumnya bahwa Cleo dan Hanna tidak memiliki hubungan darah. “Aku benar-benar tidak tahu. Cleo menggunakan nama belakang Cabrera. Aku pikir dia anak ayahnya Hanna juga.”
“Ayah Nona Hanna dulu memiliki perusahaan keramik yang cukup sukses. Mungkin karena itu Nyonya Flora mengganti nama belakang anaknya, agar memiliki hak yang sama dengan Nona Hanna dalam pembagian harta warisan,” papar Osman. “Menurut informasi dari beberapa tetangga, Nyonya Flora dan anaknya sangat senang menghamburkan uang, hingga perusahaan Tuan Urhan mengalami krisis hingga bangkrut.”
“Dan Hanna?”
“Mereka bilang, Nona Hanna sering mendapat perlakuan buruk. Tapi Tuan Urhan tidak bisa berbuat apa-apa untuk membelanya, karena Nona Hanna adalah anak dari istri keduanya yang meninggal saat melahirkan Nona Hanna. Bahkan Nona Hanna tidak pernah diberi fasilitas seperti yang didapatkan Nona Cleo.”
Melirik ke belakang melalui kaca spion, Osman mencoba membaca ekspresi tuannya. Meskipun pencahayaan seadanya, tetapi ia dapat melihat dengan jelas rahang Evan yang mengeras.
“Jadi seperti itu mereka memperlakukan Hanna. Bedebah!”
“Iya, Tuan. Dan sepertinya Nona Cleo menyukai pria yang sama dengan Nona Hanna. Bukankah ini seperti drama Cinderella dalam negeri dongeng?”
Mendengar ucapan bernada sindiran itu, Evan sontak menatap tajam Osman. “Hentikan ocehanmu!”
“Ehm ... Maaf, Tuan.”
Kebisuan tercipta selama beberapa saat. Evan mengeluarkan selembar foto dari saku jas bagian dalam. Senyum tipis terlukis di wajahnya. Ada kebahagiaan yang melambungkan hatinya.
Gadis yang menghabiskan malam dengannya tujuh tahun lalu ternyata adalah Hanna. Namun, jika teringat semua tuduhan, hinaan dan makian yang pernah ia berikan kepada Hanna, rasanya akan sulit untuk mendapat maaf.
“Osman ...”
“Iya, Tuan.”
“Bagaimana kau mendapatkan foto ini? Malam itu aku mabuk dan tidak ingat apapun. Aku sudah memerintahkan orang untuk mencari tahu siapa wanita yang menghabiskan malam denganku, tapi mereka tidak menemukannya. Lalu bagaimana kau menemukan ini dengan mudah?”
“Saya hanya menyuap pelayan yang bekerja di rumah Nyonya Flora dengan sejumlah uang dan dia memberikan informasi apapun.”
“Oh ...” Evan menatap lagi foto itu hingga kemudian tersadar. “Siapa saja yang sudah melihat foto ini selain kau?”
“Tidak ada. Hanya saya, memangnya kenapa, Tuan?”
Tangan evan mengulur mencengkram kuat bahu Osman, yang mana membuat laki-laki itu merinding. “Apa kau masih menyimpan foto seperti ini?”
“Tidak, Tuan. Hanya itu. Pelayan yang bekerja di rumah Nyonya Flora sudah menyerahkan semua foto serupa dan saya sudah membakar sisanya.”
“Bagus! Aku tidak mau ada orang lain lagi yang melihat foto Hanna seperti ini.”
“Ba-baik—”
Osman menarik napas dalam-dalam demi mencukupi kebutuhan udara dalam paru-parunya. Ia baru saja menebak jika tuannya sedang merasa cemburu jika ada orang lagi yang melihat foto Hanna yang setengah tela*njang.
“Oh ya, tolong kau perintahkan orang-orangmu membuatkan dua kamar anak-anak di rumahku, kalau bisa kerjakan secepat mungkin. Satu untuk anak laki-laki dan satu untuk anak perempuan. Buatlah seindah mungkin dan isi dengan mainan-mainan yang bagus.”
“Baik, Tuan. Dan ... Bagaimana dengan Nona Hanna? Apa perlu dibuatkan kamar khusus juga untuknya?”
Osman tiba-tiba merinding saat mendengar suara dengusan yang panjang. Kemudian melirik kaca spion.
“Ba-baik, Tuan. Saya mengerti.”
****