NovelToon NovelToon
Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Mahar Nyawa Untuk Putri Elf

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Perperangan / Elf / Action / Budidaya dan Peningkatan / Cinta Murni
Popularitas:1.8k
Nilai: 5
Nama Author: Tiga Alif

Dibuang ke neraka Red Line dengan martabat yang hancur, Kaelan—seorang budak manusia—berjuang melawan radiasi maut demi sebuah janji. Di atas awan, Putri Lyra menangis darah saat tulang-tulangnya retak akibat resonansi penderitaan sang kekasih. Dengan sumsum tulang yang bermutasi menjadi baja dan sapu tangan Azure yang mengeras jadi senjata, Kaelan menantang takdir. Akankah ia kembali sebagai pahlawan, atau sebagai monster yang akan meruntuhkan langit demi menagih mahar nyawanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Tiga Alif, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 29: Malam Perayaan

Lantai kaca Aula Dansa Kristal memantulkan kemilau ribuan lampu gantung yang ditenagai oleh mana murni, menciptakan ilusi seolah-olah siapa pun yang menginjaknya tengah berjalan di atas gugusan bintang. Namun, bagi Kaelan, kemewahan ini terasa lebih menyesakkan daripada ruang interogasi obsidian di bawah tanah Solaria. Ia berdiri di balkon lantai dua, mengenakan seragam ksatria Elf berwarna perak gelap dengan sulaman benang emas yang kaku. Kerah tinggi seragam itu seolah mencekik lehernya, mengingatkannya pada belenggu budak yang baru saja ia lepaskan.

"Berhenti menarik kerahmu, Kaelan. Kau akan merusak sulamannya," suara Mina terdengar dari belakang, pelan namun tajam.

Kaelan menoleh, melihat Mina yang mengenakan gaun apoteker formal, tangannya dengan cepat memeriksa perban di balik seragam Kaelan. "Sulaman ini tidak sepenting kulitku, Mina. Ramuanmu mulai terasa panas."

"Itu karena lukamu terbuka lagi," desis Mina sambil menekan bahu Kaelan. "Evolusi energi perakmu saat menghancurkan Alaric kemarin meninggalkan residu yang belum stabil. Jika kau memaksakan diri berdansa malam ini, jahitan luka di punggungmu akan pecah. Kau tahu itu, bukan?"

"Aku tahu," jawab Kaelan, rahangnya mengeras saat ia menahan denyut nyeri yang menjalar ke tulang belakangnya. "Tapi rakyat Solaria sedang menonton. Jika Komandan Legiun Karang tampak lemah di malam pemulihan namanya, maka martabat yang kita perjuangkan akan dianggap sebagai belas kasihan, bukan kemenangan."

"Martabat tidak ada gunanya bagi mayat, Kaelan," sahut Bara yang muncul dengan zirah berat yang sudah dipoles mengilap. "Tapi aku mengerti. Para bangsawan di bawah sana menunggumu melakukan kesalahan. Mereka ingin melihat manusia ini tersungkur di lantai dansa yang suci."

Kaelan mengembuskan napas panjang, menatap sapu tangan Azure yang ia lilitkan di pergelangan tangan kirinya, tersembunyi di balik manset seragamnya. "Aku tidak akan memberi mereka kepuasan itu."

Tarian di Atas Luka

Musik biola sihir mulai mengalun, memenuhi ruangan dengan melodi yang elegan namun terasa artifisial. Pintu besar aula terbuka, dan High Lord Valerius melangkah masuk. Wajahnya tampak pucat di bawah cahaya lampu kristal, dan Kaelan bisa melihat tangannya sedikit gemetar saat memegang tongkat otoritas. Di sampingnya, Lyra berjalan dengan anggun. Gaun putihnya berkilau seperti embun pagi, namun langkahnya sedikit ragu karena pandangannya masih tertutup kain sutra tipis—akibat dari luka mata yang ia dapatkan saat mereka menghadapi naga di dasar Abyss.

Kaelan turun dari balkon, setiap langkahnya di tangga marmer terasa seperti tusukan jarum di punggungnya. Ia bisa merasakan darah hangat mulai merembes, membasahi kain bagian dalam seragamnya, namun wajahnya tetap tenang, sedingin es.

"Putri Lyra," ucap Kaelan saat ia sampai di hadapan mereka. Ia membungkuk hormat, sebuah gerakan yang membuat otot punggungnya menjerit protes. "Maukah Anda memberikan kehormatan bagi saya untuk dansa pertama malam ini?"

Lyra tersenyum kecil, meskipun matanya terbebat. Ia mengulurkan tangannya yang halus. "Aku sudah menunggumu, Kaelan. Sejak kita masih berada di tumpukan debu di Garis Merah, aku selalu membayangkan saat-saat seperti ini."

Kaelan meraih tangan Lyra, menuntunnya ke tengah lantai dansa. Ribuan pasang mata Elf tertuju pada mereka—sebuah pemandangan yang tak terbayangkan sebelumnya: seorang manusia memimpin dansa putri tertinggi di jantung Aethelgard.

"Kau gemetar," bisik Lyra saat mereka mulai berputar mengikuti irama musik. "Dan detak jantungmu... sangat cepat. Kaelan, ada apa?"

"Hanya sedikit gugup karena disaksikan oleh seluruh kota yang pernah menginginkan kepalaku," jawab Kaelan berbohong, mencoba menjaga kestabilan napasnya.

"Jangan berbohong padaku," suara Lyra merendah, penuh dengan kepedihan yang tiba-tiba muncul. "Resonansi ini tidak berbohong. Aku bisa merasakan rasa panas di punggungmu. Luka itu pecah, bukan? Bau darahmu... aku bisa menciumnya di antara wangi bunga Azure ini."

Kaelan mempererat genggamannya, menarik Lyra sedikit lebih dekat agar tidak ada yang bisa mendengar percakapan mereka. "Hanya sedikit rembesan, Lyra. Tetaplah berdansa. Jika kita berhenti sekarang, mereka akan melihat kelemahan kita."

"Kau selalu seperti ini," air mata mulai menggenang di balik kain penutup mata Lyra. "Selalu menjadi perisai bagi martabatku, bahkan saat tubuhmu sendiri hancur. Kaelan, aku tidak butuh ksatria yang sempurna. Aku butuh kau hidup."

"Malam ini, aku adalah ksatria Solaria yang sah," jawab Kaelan dengan nada berwibawa yang tertahan. "Dan seorang ksatria tidak akan jatuh sebelum musik berakhir. Rasakan langkahku, Lyra. Jadilah penglihatanku, dan aku akan menjadi tumpuanmu."

Mereka terus berdansa, menciptakan siluet yang memukau di atas lantai kaca. Namun, di balik keindahan itu, Kaelan berjuang melawan kegelapan yang mulai menyerang syarafnya. Setiap putaran terasa seperti dunia yang berputar terbalik. Ia menyadari bahwa rasa sakit ini bukan hanya dari luka fisik, melainkan sirkulasi energi Ignition miliknya sedang bereaksi terhadap sesuatu di luar aula.

Firasat di Balik Kemewahan

Di sudut ruangan, Valerius tampak terbatuk-batuk, menutup mulutnya dengan sapu tangan yang kemudian ia remas dengan cepat agar tidak ada yang melihat noda darah di sana. Ia menatap ke arah jendela besar yang memperlihatkan pemandangan langit Solaria. Langit yang seharusnya cerah dengan cahaya bulan, kini tampak memiliki semburat ungu gelap yang tidak wajar.

"Kenapa musiknya terasa semakin lambat?" tanya Lyra tiba-tiba, langkahnya terhenti sejenak.

"Bukan musiknya yang melambat," ucap Kaelan, matanya menyipit menatap lampu-lampu kristal yang mulai berkedip tidak stabil. "Aliran mana di aula ini sedang ditarik secara paksa."

Tiba-tiba, suara dentuman rendah terdengar dari bawah lantai kaca, membuat air di dalam gelas-gelas kristal di meja perjamuan bergetar hebat. Para bangsawan Elf mulai berbisik cemas, beberapa dari mereka mulai memanggil pengawal.

"Alaric..." gumam Valerius dari kursinya, suaranya parau. "Residu Soul Grafting yang ia tinggalkan di pilar utama... dia tidak hanya mencuri jiwa, dia menanamkan virus energi Void."

"Kaelan, ada sesuatu yang datang dari arah Gerbang Azure!" teriak Bara sambil menghunus perisainya, mengabaikan protokol pesta.

Lampu kristal raksasa di tengah aula mendadak berderak keras. Cahaya emasnya yang hangat berubah menjadi ungu pekat sebelum akhirnya meledak, menghujani lantai dansa dengan serpihan kaca tajam. Dalam sekejap, kegelapan mutlak menelan seluruh ruangan. Jeritan histeris pecah, menggantikan musik biola yang baru saja mati dengan suara horor.

"Tetap di dekatku, Lyra!" Kaelan menarik Lyra ke belakang punggungnya.

Meskipun dalam kegelapan total, kulit Kaelan mulai memancarkan pendar perak yang intens. Evolusi Ignition miliknya bereaksi terhadap ancaman, menyinari area kecil di sekitar mereka. Namun, cahaya itu juga memperlihatkan sesuatu yang mengerikan: uap hitam mulai merayap keluar dari celah-celah lantai kaca, membawa bau belerang dan kematian yang sangat akrab bagi Kaelan.

"Lampu padam... tapi kenapa aku bisa merasakan hawa dingin yang begitu pekat?" tanya Lyra, suaranya bergetar hebat.

"Ini bukan sekadar sabotase," jawab Kaelan, tangannya meraba gagang pedang di pinggangnya. "Ini adalah undangan untuk kiamat yang kita tunda di Abyss."

Kegelapan di dalam Aula Dansa Kristal terasa seolah memiliki massa fisik yang menghimpit paru-paru. Jeritan para bangsawan Elf yang tadinya angkuh kini berubah menjadi lengkingan horor yang memecah kesunyian malam. Dalam kehampaan cahaya itu, pendar perak dari kulit Kaelan menjadi satu-satunya mercusuar yang tersisa. Cahaya Ignition miliknya berdenyut tidak stabil, memicu rasa perih yang luar biasa pada luka di punggungnya yang kini benar-benar telah membasahi seragam peraknya dengan darah.

"Bara! Mina! Amankan sayap kiri!" Kaelan memberi komando, suaranya menggelegar menembus kepanikan.

"Kami di sini, Komandan!" suara berat Bara menyahut dari kegelapan, diikuti bunyi denting perisai logamnya yang menghantam lantai. "Hawa ini... ini bukan sekadar residu. Sesuatu sedang menarik paksa mana dari pilar-pilar pelindung kota!"

Kaelan merangkul bahu Lyra, mencoba menstabilkan napasnya yang mulai tersengal. "Lyra, bisakah kau merasakan sumbernya melalui matamu? Aku tahu kau belum bisa melihat cahaya, tapi bisakah kau merasakan aliran kegelapan itu?"

Lyra mengangguk lemah, tangannya mencengkeram lengan seragam Kaelan hingga buku-buku jarinya memutih. "Di bawah kita, Kaelan... tepat di bawah lantai kaca ini. Ada sesuatu yang berputar seperti pusaran air yang haus. Alaric... dia tidak menghancurkan pilar, dia menjadikannya pintu masuk!"

Martabat di Tengah Histeris

Tiba-tiba, permukaan lantai kaca di tengah aula meledak. Bukan karena ledakan fisik, melainkan karena tekanan energi hitam yang meluap dari bawah. Sesosok bayangan berbentuk manusia dengan sisa-sisa jubah pengawal Alaric muncul dari dalam retakan, namun tubuhnya telah terdistorsi; wajahnya hilang, digantikan oleh lubang hitam yang memancarkan aura Void yang mencekam.

"Tiran yang jatuh akan membawa dunianya ikut tenggelam!" bayangan itu mengerang dengan suara yang terdengar seperti gesekan batu makam.

Para penjaga Elf mencoba menyerang dengan tombak cahaya mereka, namun senjata-senjata itu meredup dan hancur bahkan sebelum menyentuh bayangan tersebut. Kekuatan mereka diserap habis oleh residu Void yang telah diprogram oleh Alaric sebagai tindakan balas dendam terakhirnya.

Kaelan melangkah maju, melepaskan pegangannya pada Lyra sejenak. Ia berdiri di antara Lyra dan makhluk tersebut. Meskipun rasa sakit di punggungnya terasa seperti ditarik oleh ribuan kait besi, ia memaksakan tubuhnya untuk tetap tegak.

"Martabat manusia tidak diukur dari seberapa terang lampu yang menyinarinya," Kaelan berbisik, namun suaranya terdengar jelas di seluruh aula yang mendadak senyap karena ketakutan. "Tetapi dari bagaimana ia berdiri saat seluruh dunia menjadi gelap."

Ia menghunus pedangnya. Bilah logam itu tidak lagi berpendar putih, melainkan perak tajam yang memotong kegelapan. Kaelan memicu Ignition hingga mencapai batas maksimal tahap kedua, menciptakan gelombang kejut yang menghempas kabut hitam di sekitarnya.

"Kaelan, jangan memaksanya! Meridianmu akan hancur!" Mina berteriak dari kejauhan, mencoba menerobos kerumunan untuk mencapai Kaelan.

"Jika aku tidak melakukannya sekarang, tidak akan ada Solaria yang tersisa untuk diobati besok, Mina!" jawab Kaelan tanpa menoleh.

Dansa Terakhir yang Nyata

Dengan satu gerakan eksplosif, Kaelan menerjang. Ia tidak menyerang dengan teknik pedang Elf yang elegan, melainkan dengan kekuatan murni Iron Bone Marrow yang ia asah di tambang-tambang kematian. Pedangnya menghujam tepat ke inti bayangan tersebut. Benturan itu menciptakan ledakan energi yang mematikan, membuat sisa-sisa kaca di aula tersebut hancur berkeping-keping.

Darah segar menyembur dari mulut Kaelan saat energi Void mencoba membalas menyerang sistem syarafnya. Namun, ia tidak mundur. Ia mencengkeram energi hitam itu dengan tangan kosongnya yang berpendar perak, meremukkannya hingga makhluk itu melenyap menjadi debu hitam.

Keheningan kembali melanda, namun kali ini lebih mencekam. Kaelan terjatuh dengan satu lutut bertumpu pada lantai yang retak. Seragam ksatria yang megah itu kini hancur, robek di bagian bahu dan punggung, menyingkap perban yang telah sepenuhnya memerah oleh darah.

"Kaelan!" Lyra berlari mendekat, jatuh berlutut di sampingnya. Ia tidak peduli lagi dengan martabatnya sebagai putri; ia meraba wajah Kaelan dengan tangan yang gemetar. "Kenapa kau selalu melakukan ini? Kau sudah membersihkan namamu... kau tidak perlu menjadi tumbal lagi!"

Kaelan tersenyum getir, menyeka darah di sudut bibirnya. "Nama yang bersih tidak ada gunanya di kota yang hancur, Lyra. Aku berdansa malam ini untuk membuktikan bahwa kita masih berdaulat atas nyawa kita sendiri."

Di ujung aula, Valerius berdiri dengan bantuan tongkatnya, menatap Kaelan dengan tatapan yang sulit diartikan—antara rasa hormat yang mendalam dan ketakutan akan masa depan. Ia menatap ke luar jendela, di mana langit Solaria kini sepenuhnya tertutup oleh awan hitam yang berputar.

"Ini bukan lagi sabotase internal," suara Valerius terdengar sangat tua dan rapuh. "Langit telah runtuh. Segel yang dijaga oleh garis keturunan Elviana selama ribuan tahun telah retak sepenuhnya."

Tiba-tiba, suara raungan yang memekakkan telinga terdengar dari angkasa. Itu bukan suara angin, melainkan jeritan ribuan monster laut yang turun dari langit hitam, membawa tsunami energi Void yang siap menelan Benua Langit.

Kaelan bangkit dengan sisa kekuatannya, menarik Lyra ke dalam pelukannya. Di tengah aula yang hancur dan gelap, ia menatap ke arah cakrawala yang kini dipenuhi oleh titik-titik merah mata para penjajah.

"Pesta sudah berakhir," gumam Kaelan, suaranya dingin dan tajam seperti mata pedangnya. "Besok, kita tidak akan berdansa dengan musik. Kita akan berdansa dengan maut."

Ia menatap Lyra, mencium keningnya di balik kain sutra penutup mata itu. Sebuah janji tanpa kata bahwa meski kiamat datang menjemput, ia akan tetap menjadi perisai terakhir bagi wanita yang telah memberinya alasan untuk tetap menjadi manusia di tengah dunia yang kejam.

1
prameswari azka salsabil
awal keseruan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sungguh pengertian
prameswari azka salsabil
kasihan sekali kaelan
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
luar biasa
Kartika Candrabuwana: jos pokoknya👍
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ujian ilusi
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
sesuai namanya
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
syukurlah kaelan meningkat
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ada petubahan tradisi?
Kartika Candrabuwana: pergerseran nilai
total 1 replies
prameswari azka salsabil
kaelan bertahanlah
Kartika Candrabuwana: ok. makasih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bertarung dengan bayangan🤣
Indriyati
iya. untuk kehiduoan yang lebih baik
Kartika Candrabuwana: betul sekali
total 1 replies
Indriyati
ayo kaelan tetap semanhat😍
Kartika Candrabuwana: iya. nakasih
total 1 replies
Indriyati
bagus kaelan semakinnkuat👍😍
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
Indriyati
iya..lyra berpikir positif dan yakin👍💪
Kartika Candrabuwana: betul
total 1 replies
Indriyati
seperti di neraka😄🤭🤭
Kartika Candrabuwana: iya. makssih
total 1 replies
prameswari azka salsabil
wuihhh. asyik benere👍💪
prameswari azka salsabil
iya kasihan juga ya🤣🤣
Kartika Candrabuwana: iya betul
total 1 replies
prameswari azka salsabil
ini pertambangan ya😄
Kartika Candrabuwana: kurang lebih iya
total 1 replies
prameswari azka salsabil
hidup kaelan👍💪
Kartika Candrabuwana: baik. ayo kaelan
total 1 replies
prameswari azka salsabil
bersabar ya
Kartika Candrabuwana: iya. makasih
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!