Legenda Pedang Surgawi

Legenda Pedang Surgawi

Panggilan Takdir 命运的呼唤

Kabut putih melayang-layang di sekitar puncak Gunung Kunlun, menciptakan pemandangan bak lukisan tinta yang mengambang di antara langit dan bumi. Di salah satu sudut istana yang megah, seorang pemuda berpakaian sederhana duduk termenung di tepi kolam teratai. Pantulan wajahnya di air menunjukkan fitur yang tampan namun lelah, dengan lingkaran hitam di bawah matanya yang tajam.

Wei Xialong menghela napas panjang. Sudah tiga bulan berlalu sejak ia terbangun di tubuh pangeran muda yang dikutuk ini, namun ia masih belum bisa memahami sepenuhnya apa yang terjadi. Yang ia ingat terakhir kali hanyalah sedang mengerjakan tugas akhir di perpustakaan universitasnya di Beijing modern, sebelum semuanya menjadi gelap.

"Pangeran Ke-lima," suara seorang pelayan tua memecah lamunannya. "Yang Mulia Kaisar memanggil Anda ke Aula Keadilan Surgawi."

Xialong bangkit perlahan, membersihkan jubah sederhananya yang berwarna biru pudar. Berbeda dengan para pangeran lain yang selalu mengenakan jubah mewah dengan bordiran naga emas, ia lebih memilih pakaian sederhana—sesuatu yang sering mengundang cemoohan dari saudara-saudaranya.

"Baiklah, Paman Chen. Aku akan segera ke sana."

Sepanjang perjalanan menuju aula utama, para dayang dan pejabat yang berpapasan dengannya segera menepi dan menunduk, namun Xialong bisa mendengar bisikan-bisikan yang familiar:

"Itu Pangeran Ke-lima, yang tidak bisa menggunakan Qi..." "Kasihan sekali, padahal ia putra Selir Yang yang cantik itu..." "Ssst! Jangan keras-keras. Bagaimanapun dia tetap seorang pangeran..."

Xialong tersenyum tipis. Ia sudah terbiasa dengan gosip-gosip semacam ini. Di dunia di mana kekuatan Qi adalah segalanya, seorang pangeran yang tidak bisa menggunakan energi spiritual dianggap sebagai aib kerajaan. Namun ada sesuatu yang tidak mereka ketahui—sesuatu yang bahkan Xialong sendiri baru mulai memahaminya.

Setiap malam, ketika ia bermeditasi sendirian di paviliunnya, ia bisa merasakan sesuatu yang berbeda dalam aliran darahnya. Bukan ketidakmampuan untuk mengendalikan Qi seperti yang semua orang kira, melainkan sebuah kekosongan yang haus—seolah tubuhnya adalah sebuah wadah tak berdasar yang siap menyerap segala bentuk energi spiritual.

Aula Keadilan Surgawi menjulang tinggi dengan pilar-pilar merah dan atap berlapis emas. Di dalamnya, Kaisar Li Tianming duduk di singgasana naga emasnya, dikelilingi oleh para pejabat tinggi dan empat pangeran lainnya yang berdiri dalam barisan rapi.

"Wei Xialong," suara Kaisar menggelegar. "Kau terlambat."

"Maafkan hamba, Ayahanda Kaisar." Xialong membungkuk dalam, mengambil posisi di ujung barisan, jauh dari keempat saudaranya yang menatapnya dengan campuran kasihan dan mencemooh.

"Hari ini," Kaisar melanjutkan, "adalah hari yang ditunggu-tunggu. Para ahli nujum telah meramalkan bahwa Pedang Surgawi Tian Jian akan memilih pewaris barunya."

Suara bisik-bisik kagum memenuhi aula. Tian Jian, pedang legendaris yang konon ditempa dari bintang jatuh dan diberkati oleh para Dewa Pedang, telah tertidur selama seribu tahun di Kuil Pedang Surgawi. Menurut legenda, hanya mereka yang memiliki takdir besar yang bisa membangunkan dan menggunakan pedang tersebut.

"Keempat putraku yang berbakat," Kaisar menatap bangga pada empat pangeran di barisan depan, "akan mengikuti ritual pemilihan. Dan Xialong..."

Semua mata tertuju padanya.

"...kau juga akan hadir sebagai saksi."

Xialong bisa mendengar tawa tertahan dari Pangeran Ketiga, Wei Tianfeng, saudaranya yang paling suka mengejek kelemahannya. Namun ia tetap membungkuk hormat. "Terima kasih atas kemurahan hati Ayahanda."

Perjalanan ke Kuil Pedang Surgawi memakan waktu setengah hari. Rombongan kerajaan bergerak dalam formasi megah, dengan para pengawal berkuda dan kereta-kereta mewah yang dihiasi lambang naga emas. Xialong memilih untuk menunggang kuda sendiri di bagian belakang rombongan, menikmati pemandangan gunung yang semakin liar dan mistis.

Ketika mereka tiba, matahari sudah condong ke barat, memberikan cahaya keemasan yang memantul di atap kuil yang terbuat dari jade putih. Di halaman kuil, puluhan pendeta Tao berbaju putih telah menunggu, dipimpin oleh seorang tetua tua dengan jenggot putih panjang.

"Yang Mulia Kaisar," tetua itu membungkuk. "Tian Jian telah menunjukkan tanda-tanda kebangkitan. Bintang-bintang telah berbaris dalam formasi Pedang Surgawi."

Ritual dimulai dengan pembakaran dupa dan pembacaan mantra kuno. Para pangeran berbaris di depan altar utama, tempat Tian Jian beristirahat dalam sarung pedang jade hijaunya. Xialong berdiri di sudut, mengamati dalam diam.

Satu per satu, para pangeran maju untuk mencoba mengangkat pedang tersebut. Pangeran Pertama, Wei Tianhao yang terkenal dengan kultivasi Qi-nya yang mencapai level Awan Ungu, mencoba dengan penuh percaya diri—namun pedang itu tetap tak bergerak. Pangeran Kedua dan Keempat mengalami nasib yang sama.

Ketika giliran Pangeran Ketiga, Wei Tianfeng, suasana menjadi tegang. Di antara semua pangeran, dialah yang dianggap paling berbakat dalam ilmu pedang. Dengan gerakan anggun, ia mengulurkan tangan, jemarinya hampir menyentuh gagang Tian Jian.

Tiba-tiba, angin kencang bertiup dari nowhere, memadamkan semua lilin di altar. Kabut putih yang biasanya menyelimuti puncak gunung berubah keemasan, berpilin seperti naga yang menari-nari di udara.

Dan di tengah kekacauan itu, Xialong merasakan sesuatu yang aneh. Darahnya berdesir, seolah merespons panggilan dari sesuatu yang kuno dan berkuasa. Tanpa sadar, kakinya melangkah maju.

"Lancang!" Wei Tianfeng berteriak. "Kau tidak diizinkan mendekati Tian Jian!"

Namun Xialong seolah tidak mendengar. Matanya terpaku pada pedang di altar, yang kini mengeluarkan cahaya kebiruan yang lembut. Semakin ia mendekat, semakin kuat resonansi yang ia rasakan dalam darahnya.

Ketika jemarinya menyentuh gagang Tian Jian, dunia seolah membeku. Suara-suara di sekitarnya menghilang, digantikan oleh dengung halus yang familiar—seperti melodi kuno yang telah lama terlupakan.

"Akhirnya..." sebuah suara bergema dalam kepalanya, "sang pewaris telah kembali."

Dengan satu gerakan mulus, Xialong mengangkat Tian Jian dari altar. Pedang itu terasa ringan di tangannya, seolah telah menunggunya selama ribuan tahun. Cahaya kebiruan memancar lebih terang, membungkus tubuhnya dalam balutan energi spiritual yang murni.

"Tidak mungkin..." Wei Tianfeng tergagap. "Bagaimana bisa seseorang yang bahkan tidak bisa menggunakan Qi..."

Namun kata-katanya terputus ketika melihat apa yang terjadi selanjutnya. Qi murni dalam jumlah besar mulai mengalir dari segala arah, tertarik seperti magnet ke tubuh Xialong. Fenomena yang belum pernah terlihat sebelumnya—seorang kultivator yang mampu menyerap dan mengendalikan Qi dalam skala sebesar ini.

Tetua Tao tua itu tiba-tiba berlutut, diikuti oleh semua pendeta lainnya. "Ramalan kuno telah terpenuhi... Sang Pewaris Dewa Pedang telah kembali!"

Wei Xialong berdiri tegak, Tian Jian berkilau dalam genggamannya. Untuk pertama kalinya sejak ia terbangun di dunia ini, ia merasakan kepastian dalam hatinya. Inilah takdirnya. Inilah alasan mengapa ia dipanggil ke dunia ini.

"Aku, Wei Xialong," suaranya bergema di seluruh kuil, "dengan Tian Jian sebagai saksiku, bersumpah akan mengungkap misteri takdir ini dan melindungi keseimbangan tiga alam!"

Saat ia mengangkat Tian Jian ke langit, petir menyambar di kejauhan, seolah surga sendiri memberi restu pada sumpahnya. Era baru dalam sejarah Kekaisaran Tianchao telah dimulai, dan Wei Xialong, sang pangeran yang dulunya dikutuk, akan segera membuktikan bahwa takdir terkadang memilih jalannya sendiri yang misterius.

Terpopuler

Comments

Hạ Khiếtttt

Hạ Khiếtttt

Aku yakin ceritamu bisa membuat banyak pembaca terhibur, semangat terus author!

2025-01-06

0

lihat semua

Download

Suka karya ini? Unduh App, riwayat baca tak akan hilang
Download

Bonus

Pengguna baru dapat mengunduh App untuk membuka 10 bab secara gratis

Ambil
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!