Shofiyah yang memiliki kekasih yang mapan dan baik akhirnya berjodoh dengan lelaki sederhana bernama Ahmad pilihan ayahnya, lika liku pernikahan yang dia alami menjadikan perjalanan rumah tangganya kian kuat dan bisa tetap langgeng hingga tua dan memliki 7 orang anak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ummu Umar, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Pertengkaran awal pernikahan 2
"Bapak tanya saja sama anak bapak itu". Kesal Shofiyah
"Kenapa ahmad sampai istrimu begitu, muapakanki??
"Tidak tau pak, kami tadi bertengkar kecil tapi adek langsung mengambil pakainnya dan pergi!!".
Mendengar perkataan suaminya Shofiyah meradang, dia tidak terima apa yang dikatakan suaminya.
"Saya tidak suka dipaksa sesuatu yang tidak sesuai dengan ku apalagi sejak awal aku sudah memberitahu!!".
"Pantaskah seseorang yang paham dengan agama memaksakan keinginan nya, padahal sejak awal dia tahu kalau kami memahami sesuatu itu berbeda".
"Aku selalu menghormati dan menghargai walau apa yang kupahami berbeda tapi kenapa harus memaksakan kalau aku tidak setuju dan sependapat!!"..
"Bahkan dia membentak ku dan memukul tembok seperti itu. Bukankah dia seorang yang paham agama.. Menghargai dan menerima perbedaan serta menasehati dengan baik bukankah kalian tahu itu terus kenapa seperti ini!!"..
"Bahkan orang tuaku yang tidak sepaham dengan cadar ku saja tak pernah memaksa ku apalagi kasar seperti itu.. Dia hanya memberitahu ku dengan ketidaksetujuan nya dengan cara baik terus dia yang baru saja menjadi suami ku memaksa hal yang memang sejak awal ku tekankan untuk saling menghargai perbedaan!!"..
"Dia juga sudah dengar dari ayah ku bagaimana aku memegang prinsip ku. Aku bukan tidak menghargai dan mematuhinya tapi dia sudah setuju untuk menghargai perbedaan kami dalam menuntut ilmu agama terus kenapa seperti itu??.. Apalagi membentak ku dengan kasar dan memukul tembok.. Pantaska itu... Begitupun dengan kalian sebagai orang tua aku menatap mereka secara bergantian!! ".
"Jika kalian tidak bisa menghargai prinsip dan cara ku mendapatkan ilmu untuk apa aku disini bukankah setiap orang berhak menolak atau menerima cara kita lantas kenapa kalian terus memaksakan apa yang kalian mau??.. Untuk apa pernikahan jika dasar itu saja tidak bisa kalian hargai.. Kapan aku memaksakan apa yang kuterima dari Wahdah kepada kalian??.. Kasih tau ma.. Bahkan saking kuhargainya kalian aku tidak pernah protes apapun apalagi jika berurusan dengan ilmu dan pengurusan rumah.
"Aku selalu berusaha jadi istri yang baik dan menantu yang baik, mengerjakan segala hal tanpa protes, bahkan aku juga mengikuti taklim kalian untuk menghargai walau aku tak sependapat.. Tapi kenapa kalian memaksaku pergi jaulah dan seakan menekan ku untuk tidak tarbiyah padahal kalian sendiri tau kalau aku lahir dan mendapat hidayah dari lembaga itu??".. Ucapku dengan tenang tapi tegas..
"Maafkan aku jika caraku kasar tapi aku tidak bisa menerima cara kalian dan jika kalian tidak bisa menerima aku bisa pergi dari sini!!". sambil membawa masuk koperku dan aku berbalik.. "Dan ya aku tidak mau diganggu oleh siapapun termasuk anak bapak itu!!".
Suamiku dan kedua orang tuanya tertunduk menyadari kesalahannya... Terserah lah.
Sejak hari itu mereka tidak pernah memaksaku lagi tentang apa yang mereka pahami. Mereka membebaskanku menimbah ilmu agama dengan caraku.
Walau begitu hubungan kami tetap baik-baik saja hanya berbeda ketika itu berurusan dengan cara menimbah ilmu. Sekarang aku kembali bertarbiyah dan bekerja, yaa aku kembali mengajar disekolah Wahdah yang ada dicabang takalar yang jaraknya lumayan jauh karena menempuh jarak hampir sejam lebih perjalanan.
2 minggu sudah berlalu aku tinggal di sini, menjalani rutinitas sebagai IRT yang mengurus seluruh pekerjaan rumah karena secara tenaga dan fisik aku memang lebih baik dibandingkan mertuaku.
Aku yang memang dasarnya tak suka berantakan pasti akan mengerjakan semuanya. Semuanya kulakukan Sambil mengajar karena Sampai saat ini suamiku belum mendapatkan pekerjaan. aku sudah memasukkan beberapa lamaran pekerjaan ke perusahaan tetapi belum ada panggilan mungkin karena suamiku tidak punya ijazah security.
Ya namanya juga usaha tapi belum dapat. Bersabar itulah satu kuncinya hanya saja terkadang orang lain yang melihat selalu meremehkan saat kita belum ada.
Seperti hari ini suamiku kedatangan penagih motor karena terlambat bayar. Mertuaku protes kepada anaknya karena tak kunjung mendapatkan pekerjaan padahal motor nya harus setiap bulan dibayar.
Padahal kami sudah berusaha maksimal mungkin untuk mendapatkannya. Mertuaku membayar sambil terus menggerutu. Aku kadang heran, apakah mertuaku tidak percaya dengan pertolongan Allah sampai harus seperti itu cara menanggapinya.
Bukankah mereka orang paham dengan agama, bukankah mereka orang yang berilmu??. Astaghfirullah.. Aku mengelus dada dan bersabar dengan keadaan. . . Aku bisa saja menanggung semua biaya motornya hanya saja aku harus tetap memiliki pegangan dan itu bukan bagianku.
Membuat berkas dan mengantarnya juga memerlukan biaya belum lagi jika nanti ada yang menerima suamiku bekerja pasti uang bensin dan makan pasti harus ada.
Jika aku menghabiskan tabunganku untuk membayar motor itu, bagaimana kelanjutan ku untuk mengurus lamaran dan pegangan makan karena semenjak aku menikah mertuaku sering meninggalkan kami dalam keadaan tidak ada makanan dan pegangan uang padahal dia tau anaknya tak punya uang.
Aku tidak mengeluh sama sekali kepada suamiku, hanya saja dia selalu memandangku kasian karena keadaannya. Sejak hari itu juga aku tidak pernah lagi mendapatkan perlakuan kasar seperti itu.
Aku selalu menguatkannya dengan sayang, kalau bukan aku siapa lagi yang menguatkannya karena orangtuanya juga seakan tidak perduli. Walau mereka tetap memberi kami makan tetap saja kadang keluar kata menyakitkan yang tidak disengaja dan tindakan yang cukup membuat sakit hati.
Hanya saja suamiku menganggap sikap orangtua nya wajar sedangkan aku yang tidak pernah mendapatkan perlakuan seperti itu tentu saja sakit hati walaupun tak pernah mengatakannya.
Aku berusaha sekuat tenaga untuk membantu suamiku meraih ridho Allah dengan membantunya berbakti kepada orang tuanya salah satunya dengan mengerjakan segala pekerjaan rumah tanpa protes sekali pun aku harus mengajar, tak masalah aku sudah biasa sejak kecil melakukan bahkan yang lebih berat lagi.. aku bersyukur karena mandiri sejak kecil sehingga aku tak kaget dengan kondisi seperti ini.
"Pergilah keluar 40 hari mungkin dengan begitu rejekimu bisa terbuka, dapat pekerjaan". Aku yang mendengar itu mengkerut kan kening. Keluar disaat dia tidak punya uang?? Bagaimana pikiran ini orangtua.
Mauki suruh keluar na tidak ada uangnya??, Memberikan uang kepadaku saja sebagai istrinya saja belum ada bagaimana bisa kalian menyuruhnya seperti itu.
"Maaf ma, bapak bukanka suamiku ini tidak punya uang bagaimana caranya dia pergi begitu lagian kami sudah banyak memasukkan lamaran bagaimana nanti diperjalanan dia keluar seperti itu na ada panggilan pekerjaannya".
"Tinggal telepon saja tidak usah repot, masalah untuk pergi kan kamu punya uang biar beberapa ratus ribu berikan saja pada suamimu untuk berkorban dijalan Allah". Aku mengelus dada sambil beristighfar mendengar jawaban mertuaku. Ya Allah bukanka mencari ridhomu itu sangat sulit.
Bagaimana dek..
"Bisaka pergi Jaulah??
"Tidak keberatan ka kak hanya saja kan kakak sendiri tau kondisi ta bagaimana. Aku bukan tidak mau mengeluarkan uang untuk jalan Allah hanya saja kalau terus keluar tanpa pemasukan habis nanti uang tabunganku. Belum lagi nanti kalau kamu pergi aku sendirian pasti akan beli makanan pakai uang sendiri".
"Tau sendiri orangtuamu suka sekali naik ke saudaramu itu tanpa memikirkan kita bisa makan atau tidak. Dan sekarang mereka malah menyuruh mu pergi sedangkan kamu tak punya uang dan sekarang kita lagi menunggu panggilan kerja". Ucapku dengan sedikit kesal.