Cerita ini mengisahkan sepasang suami isteri yang sudah dua tahun lamanya menikah namun tidak kunjung diberikan momongan.
Mereka adalah Ayana dan Zulfahmi.
Namun karena desakan sang ibu yang sudah sangat mendambakan seorang cucu dari keturunan anak lelakinya, akhirnya sang ibu menyarankan untuk menjodohkan Fahmi oleh anak dari sahabat lamanya yang memiliki anak bernama Sarah agar bisa berpoligami untuk menjadi isteri keduanya
Rencana poligami menimbulkan pro dan kontra antara banyak pihak.
Terutama bagi Ayana dan Fahmi sendiri.
Ayana yang notabenenya anak yatim piatu dan tidak memiliki saudara sama sekali, harus berbesar hati dengan rencana yang mampu mengguncangkan jiwanya yang ia rasakan seorang diri.
Bagaimanakah kelanjutan kisah Ayana dan Fahmi?
Apakah Ayana akan menerima dipoligami dan menerima dengan ikhlas karena di madu dan tinggal bersama madunya?
Ikuti kisahnya..
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mahkota Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Perhatian
"Eh, ini aku habis membeli gorengan dan cemilan. Dibuka, Mal. Mumpung masih panas." Perintah Zidan kepada Kamal.
"Siap, Kyai." Sahut Kamal.
Semuanya tampak berbincang-bincang dan asyik dalam obrolannya.
Ayana menjadi terhibur dan tidak jenuh lagi ketika di Rumah Sakit.
"Kak, aku mau dong! Sepertinya enak." Ucap Ayana ketika melihat semuanya tengah menikmati gorengan dan beberapa cemilan yang dibawa oleh Zidan.
Zidan menoleh ke arah Ayana.
"Jangan, Za. Aku kan sudah bilang, tahan dulu. Kamu harus sehat dulu baru bisa makan yang aneh-aneh." Jawab Zidan.
Kamal, Agata, Amir dan Difa tampak menyimak.
Ayana bersungut kesal.
"Sedikit saja, Kak. Sedikit saja. Please." Bujuk Ayana kembali.
Zidan kemudian mengambil kentang goreng yang berada didalam cup kecil.
Ia berdiri lalu berjalan menghampiri Ayana. Zidan merasa sedikit iba jika Ayana sudah memohonnya.
"Janji ya, sedikit saja?" Ucap Zidan ketika berdiri didekat Ayana.
Ayana mengangguk dengan cepat.
Zidan kemudian mengambil sebuah kentang goreng kemudian ia suapkan kearah mulut Ayana.
Ayana dengan senang hati menerima suapan dari Zidan.
"Sudah ya, satu saja." Ucap Zidan.
"Satu lagi ya, Kak. Tapi, pakai saus sambalnya sedikit saja." Mohon Ayana dengan menatap lembut kearah manik-manik Zidan.
Membuat Zidan tidak berdaya dengan tatapan Ayana dan pada akhirnya luluh juga.
"Janji ya?" Tanya Zidan.
Ayana mengangguk.
Zidan kemudian menuruti kemauan Ayana.
Sedangkan beberapa pasang mata tengah memperhatikan aksi Zidan dan Ayana.
"Ih, so sweet sekali Kyai dan Umi kita ini." Ledek Kamal memperhatikan Zidan dan Umi.
"Ssstttt.. Jangan diganggu, Kamal." Bisik Difa.
"Iya, ih. Kamu tuh jahil sekali." Sahut Amir.
Zidan pun kembali duduk di sofa dan bergabung dengan semuanya.
"Kalian ini kenapa?" Tanya Zidan dengan memandang pegawainya satu persatu.
Semuanya pun terkekeh.
***
"Bagaimana keadaan Ayana, Kak?" Tanya Fahmi pada panggilan suaranya kepada Zidan.
Zidan yang sedang membaca undangan dari Kyai Haji Hasan yang diberikan dari Kamal kepadanya, seketika menghentikan aktifitasnya.
"Alhamdulillah sudah stabil. Tapi, untuk dibagian luka-lukanya, masih terasa sakit. Sekarang Ayana sedang istirahat karena usai minum obat." Jawab Zidan dengan sesekali melirik kearah Ayana yang sedang memejamkan matanya.
"Oh begitu ya, Kak. Alhamdulillah, aku kemungkinan pulang besok pagi, Kak. Jadi, nanti setelah dari Bandara aku langsung on the way ke Rumah Sakit." Ucap Fahmi.
"Apakah kamu tidak sebaiknya istirahat saja dulu di rumah? Nanti, ketika siang atau sore kamu baru datang ke rumah sakit untuk menjaga Ayana?" Jawab Zidan.
"Hmm, sebaiknya begitu saja kali ya? Tapi, apakah Kakak tidak lelah? Barangkali Kakak juga ingin istirahat di Rumah." Sahut Fahmi.
"Kalau bicara ingin istirahat di Rumah ya sudah pasti, karena lebih nyaman. Tapi, ya mau bagaimana lagi. Untuk sementara waktu, ditahan-tahan dulu saja. Yang penting Ayana segera pulih kembali dan cepat pulang." Jawab Zidan.
"Maaf ya, Kak. Kalau aku merepotkan terus."
"Tidak apa-apa, kita ini kan keluarga. Harus saling membantu." Ujar Zidan.
"Ya sudah Kak kalau begitu. Aku izin persiapan flight lagi ya." Ucap Fahmi.
"Oke siap, hati-hati Fahmi."
"Baik, Kak."
Kedua panggilan terputus.
Zidan kembali melanjutkan membaca undangan dari Kyai Haji Hasan Rahman, ayah dari Sarah Adila yang sudah mengantarkan undangan datang ke Pesantren.
"Minggu depan? Hmm.. Sebaiknya aku mengajak siapa ya? Untuk menemani?" Gumamnya.
Zidan tampak berpikir sejenak.
***
"Kak.. Kak.. Kak Zidan!" Panggil Ayana dengan lirih.
Namun, nampaknya Zidan telah tertidur pulas di sofa dalam ruangan Ayana.
"Kak.. Kak.. Kakak tidur ya?" Panggil Ayana kembali.
Tidak ada sahutan dari Zidan. Sepertinya Zidan begitu pulas dan sedang tidak dapat diganggu.
Ayana yang terasa haus ingin sekali menambah air minum dan mengambilnya di dispenser. Namun, posisi dispenser lumayan jauh untuk dijangkau.
Karena Ayana tidak ingin mengganggu Zidan yang sedang istirahat, akhirnya ia memutuskan untuk mengambil air minum sendiri.
Dengan segala usaha ia turun dari ranjang, ketika kaki menyentuh lantai, ia merasakan dingin yang luar biasa dan bagian-bagian lukanya terasa sangat nyeri dan perih.
Ayana menyeringai menahan sakit yang ia rasakan.
Ia menggigit bibir bawahnya karena begitu sakit seluruh tubuhnya disaat ia menggerakkannya.
"Awww... Sakit sekali." Ayana tetap pada pendiriannya.
Ia sangat ingin sekali berjalan mencapai dispenser dan segera meminum air mineral.
Tenggorokannya begitu kering.
Namun, tiba-tiba tubuhnya lemas dan oleng.
Pandangannya menjadi kabur dan buram.
Gubraaaakkkk...!!!
Ia terjatuh ke lantai dengan tiang penyangga infused menimpa dirinya.
Dengan bersamaan, membuat Zidan terbangun dan segera berlari menghampiri Ayana.
"Ya Allah, Ayana!"
"Kak, tubuhku sakit, Kak." Ayana mengeluhkan kondisi tubuhnya.
"Kamu kenapa bisa terjatuh?" Tanya Zidan ketika dirinya langsung mengangkat tubuh Ayana dan memindahkan ke ranjang kembali.
Ayana masih terus menyeringai menahan sakit.
"Aku mau minum. Tapi, digelas airnya kosong. Niat mau mengambil air di dispenser, tapi tubuhku tidak kuat." Jelas Ayana.
Zidan mengerutkan dahinya.
"Ya Allah, mengapa tidak membangunkan aku saja?" Tanya Zidan.
"Aku sudah panggil-panggil kak Zidan berkali-kali, tapi tidak bangun juga." Jelas Ayana kembali.
"Maafkan aku, Za. Aku ketiduran, aku mengantuk sekali." Ungkap Zidan.
Zidan kemudian mengambil gelas dan segera menambahkan air untuk Ayana minum.
Dengan bantuan Zidan, Ayana akhirnya bisa minum air mineral dengan lega.
"Bagian mana yang sakit? Lalu, kamu butuh apa lagi?" Tanya Zidan begitu cemas.
Ayana menggelengkan kepalanya.
"Ya sudah, aku disini. Supaya kalau kamu butuh apa-apa, tinggal tepuk-tepuk aku saja." Zidan kemudian duduk dikursi samping Ayana.
Ayana mengangguk menuruti.
***
Tiga Hari Kemudian..
Ayana telah diperbolehkan pulang ke Rumah. Walau bagian bekas luka masih harus dililit kasa perban dan masih butuh penanganan yang sedikit ekstra.
Untuk kesehatan psikisnya sudah kembali dengan normal.
Karena Ayana yang meminta untuk segera pulang ke rumah, dokter mengizinkan Ayana pulang dengan catatan atas permintaan pasien sendiri.
Sejak saat itu, Ayana lebih berhati-hati kembali dalam bertindak.
Ia sudah ingin kembali mengajar, meski tubuhnya belum seratus persen fit.
"Kak, aku sudah boleh mengajar, kan?" Tanya Ayana kepada Zidan.
Zidan yang sedang berkutat pada layar laptopnya, langsung menoleh kearah Ayana yang telah berdiri didekat Zidan.
"Memangnya kamu sudah sembuh betul?" Tanya Zidan mempersilahkan Ayana untuk duduk.
Ayana kemudian duduk disamping Zidan.
"Insya Allah sudah, aku sudah bosan sekali. Kasihan anak-anak jika terlalu lama ditinggal. Kasihan juga jika Difa yang terus memback-up.
Zidan menarik nafas panjangnya.
"Hmmm.. Apakah sudah diizinkan oleh Fahmi?" Tanya Zidan kembali.
"Sudah, yang penting kata Mas Fahmi, jika aku merasa tubuhku tidak nyaman, aku harus segera istirahat." Jelas Ayana.
"Baiklah kalau begitu, Ibu sudah tidur kah?" Tanya Zidan.
"Sudah, Kak. Ya sudah, kalau begitu aku istirahat dulu ya. Supaya besok bisa memulai untuk mengajar." Ucap Ayana.
Zidan pun mengangguk.
"Iya, selamat beristirahat, Za!"
Ayana tersenyum dan hendak berjalan.
Namun, kakinya masih terpincang-pincang, karena dibagian tulang betis depan masih terasa sakit.
Melihat Ayana berjalan masih tertatih-tatih, Zidan bangkit dari tempat duduknya dan segera membopong tubuh Ayana.
Tanpa meminta persetujuan dari Ayana, Zidan menggendong Ayana dan menaiki anak tangga.
Ayana terkejut dengan aksi Zidan yang membuat dirinya tidak dapat berkata-kata.
Tubuhnya sudah melayang di udara.
Dengan cepat, Ayana melingkarkan tangannya kebelakang leher Zidan.
"Maaf! Tapi, ini demi kebaikan kamu. Kamu masih belum sembuh total." Ucap Zidan dengan terus menaiki anak tangga.
Ayana terus memandang wajah Zidan yang begitu membuat dirinya terasa nyaman, ia hanya membisu.
Sampailah dikamar Ayana, Zidan memasukinya dan membaringkan tubuh Ayana diranjang.
"Selamat beristirahat ya. Semoga mimpi indah." Ucap Zidan yang hendak melangkahkan kakinya untuk keluar dari kamar.
Namun secara tiba-tiba, Ayana menarik tangan Zidan sehingga membuat Zidan menghentikan langkahnya.
"Kak, mengapa kamu melakukannya? Bukankah aku telah memintamu untuk menjaga jarak denganku?"
Zidan yang masih berdiri dengan tubuh menghadap pintu kamar dan tangannya masih digenggam oleh Ayana, segera menjawab pertanyaan dari Ayana.
"Fahmi yang memintaku untuk menjagamu dengan baik, karena aku sudah berjanji dengannya. Aku harus menunaikannya." Jawab Zidan dengan perasaan yang sedang tidak baik-baik saja.
"Terima kasih, Kak." Sahut Ayana seraya melepaskan genggaman tangannya dengan tangan Zidan.
Zidan mengangguk dan segera berlalu meninggalkan Ayana.
***
"Umiiiii......" Seru para santriwati yang tampak bahagia melihat kedatangan Ayana.
Bagaimana tidak, Ayana terkenal dengan sebutan Ibu Peri untuk para santriwati.
"Maaf ya, sayang. Umi sudah libur beberapa hari ini, kalian sehat-sehat saja kan?" Tanya Ayana kepada para santriwati.
"Alhamdulillah, Umi. Kita baik-baik saja. Apakah Umi sudah sembuh?" Tanya salah satu satriwati bernama Indah.
"Alhamdulillah, Indah. Umi sudah merasa lebih baik." Jawabnya.
"Kita semua rindu dengan, Umi. Kita sayang, Umi." Imbuh santriwati bernama Maya.
"Umi juga rindu dengan kalian, makanya Umi pingin cepat-cepat bertemu dengan kalian." Jawab Ayana.
Teng..
Teng..
Teng..
Suara bel jam belajar akan segera dimulai.
"Umi, sudah dulu ya. Kita masuk madrasah dulu. Sehat-sehat, Umi." Ucap Indah kepada Ayana.
"Assalamu'alaikum, Umi." Imbuh Maya.
"Wa'alaikumsalam." Jawab Ayana dengan senyumannya.
Indah dan Maya segera berlalu. Satriwati dengan usia sepuluh tahun itu tampak menyayangi Ayana.
Bahkan beberapa santriwati lainnya memperhatikan dari kejauhan namun tidak berani untuk mendekati.
"Za, masuk ruangan dulu yuk. Aku sudah membuatkan minuman untukmu." Zidan memanggil Ayana agar segera masuk kedalam ruangannya.
Ayana menoleh kearah Zidan dan mengangguk.
"Iya, Kak." Jawab Ayana.
Tampak Kamal dan Agata memperhatikan Ayana bersama dengan Zidan.
"Tuh, romantis sekali kan? Jarang-jarang Kyai membuatkan minuman untuk Umi. Semua itu karna cinta dan sayang Kyai untuk Umi." Kamal keceplosan kepada Agata.
Agata mengerutkan dahinya.
"Cinta dan sayang, Kyai untuk Umi? Maksudnya apa, Mal?"
sarahh
udahh lepasin ayana kasian dia