NovelToon NovelToon
Between Two Alpha’S

Between Two Alpha’S

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Manusia Serigala / Beda Usia / Cinta Seiring Waktu
Popularitas:2.1k
Nilai: 5
Nama Author: adelita

Elowen, seorang wanita muda dari keluarga miskin, bekerja sebagai asisten pribadi untuk seorang model internasional terkenal. Hidupnya yang sederhana berubah drastis saat ia menarik perhatian dua pria misterius, Lucian dan Loreon. Keduanya adalah alpha dari dua kawanan serigala yang berkuasa, dan mereka langsung terobsesi dengan Elowen setelah pertama kali melihatnya. Namun, Elowen tidak tahu siapa mereka sebenarnya dan menolak perhatian mereka, merasa cemas dengan intensitasnya. Lucian dan Loreon tidak menerima penolakan begitu saja. Persaingan sengit antara keduanya dimulai, masing-masing bertekad untuk memenangkan hati Elowen. Saat Elowen mencoba menjaga jarak, ia menemukan dirinya terseret ke dalam dunia yang jauh lebih berbahaya daripada yang pernah ia bayangkan, dunia yang hanya dikenal oleh mereka yang terlahir dengan takdir tertentu. Di tengah kebingungannya, Elowen bertemu dengan seorang nenek tua yang memperingatkannya, “Kehidupanmu baru saja dimulai, nak. Pergilah dari sini secepatnya, nyawamu dalam bahaya.” Perkataan itu menggema di benaknya saat ia dibawa oleh kedua pria tersebut ke dunia mereka, sebuah alam yang penuh misteri, di mana rahasia tentang jati dirinya perlahan mulai terungkap.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon adelita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Two Alpha's And Mate

Suasana malam begitu sunyi, hanya terdengar dentingan jam tua yang berderak pelan, mengisi keheningan yang mendalam di dalam kamar. Elowen terbaring di atas tempat tidurnya, tubuhnya terasa ringan dan tenang, namun entah kenapa, sesuatu mulai mengusik. Perlahan, suhu tubuhnya naik, hangat yang tak biasa, seolah demam mulai merasuki dirinya. Matanya terpejam, namun pikirannya melayang ke dalam mimpi buruk yang datang tanpa diundang.

Dalam mimpinya, Elowen berada di tengah kegelapan, udara terasa berat, dan tiba-tiba Lucian muncul di hadapannya. Pria itu mendekapnya dengan erat, suaranya terdengar menggema di telinga Elowen saat dia terus mengucapkan kata-kata yang membuat tubuh Elowen merinding.

"Aku cinta padamu, Elowen," kata Lucian, suaranya dalam dan penuh desakan. "Aku cinta padamu, Elowen..." Dia mengulanginya lagi, kali ini lebih dalam, lebih mendalam. Tanpa memberi kesempatan pada Elowen untuk berkata apa-apa, Lucian mencoba menciumnya, bibirnya bergerak mendekat.

Insting Elowen langsung bereaksi. Dengan sekuat tenaga, dia berusaha melepaskan diri, berlari menjauh, namun semakin dia berlari, semakin dekat suara langkah Lucian mengikutinya. Tiba-tiba, dari balik kegelapan, muncul sekawanan serigala besar dengan bulu lebat, bergerak cepat mengejarnya. Rasa takut menguasai Elowen saat dia mencoba menghindari mereka, namun kakinya tersandung, tubuhnya terjatuh ke tanah. Salah satu serigala besar melompat ke tubuhnya, menekan dada Elowen dengan cakar yang tajam.

Elowen menjerit ketakutan, berusaha melepaskan diri, namun tubuhnya tidak bisa bergerak. Teriakannya semakin keras, begitu nyata, begitu mengerikan, sampai akhirnya...

"Ah!" Elowen terbangun dengan napas ngos-ngosan. Keringat dingin mengalir di dahinya, dan jantungnya berdetak sangat cepat, seolah mimpi itu benar-benar terjadi. Dia memandang sekelilingnya, dan matanya menyapu jam di dinding yang menunjukkan pukul 01.30 dini hari. Keheningan kembali menyelimuti kamar, namun perasaan cemas yang ia rasakan begitu nyata, seolah mimpi itu bukan sekadar mimpi.

Elowen duduk di tepi ranjang, tangannya menggenggam teko kaca yang sudah kosong. Rasa haus membuatnya ingin segera minum, tetapi air di dalam teko itu sudah habis. Dengan enggan, dia berdiri dan meraih teko itu, lalu melangkah menuju pintu kamarnya. KLEK. Suara pintu yang dibuka memecah keheningan malam. Tanpa menyalakan lampu, Elowen melangkah pelan menuju dapur, membiarkan kegelapan menjadi teman perjalanannya.

Kehidupan di apartemen kecil ini sudah sangat familiar baginya. Hanya ada dia dan satu orang lagi yang tinggal di sini, membuatnya merasa aman bahkan di tengah malam. Ia sering melakukan aktivitas sendirian saat malam, tanpa rasa takut atau gelisah. Kakinya melangkah ringan di atas lantai dingin, membawa teko kaca kosong yang ia genggam erat.

Saat Elowen memasuki dapur, langkahnya terhenti mendadak. Dadanya berdegup kencang ketika ia melihat sosok tak dikenal berdiri di depan kulkas yang terbuka, diterangi cahaya redup dari dalamnya. Napasnya tercekat, dan tangan yang menggenggam teko kaca tiba-tiba melemah. PRANG! Teko kaca itu jatuh ke lantai dan pecah menjadi serpihan kecil, suara pecahan bergema memecah keheningan.

Sosok pria di depan kulkas itu berbalik perlahan. Tubuhnya tegap, wajahnya sedikit tertutup bayangan, namun cukup jelas untuk Elowen melihat guratan tegas di rahangnya. Brewok tipis menghiasi sisi dagunya, memberi kesan maskulin yang kasar. Mata pria itu menatap Elowen, tajam seperti bilah pisau, namun tanpa emosi yang kentara.

Elowen membeku di tempatnya, tubuhnya gemetar tak terkendali. Lidahnya kelu, tetapi akhirnya dia memaksa kata-kata keluar dari mulutnya. "K-kamu siapa...?" suaranya nyaris berbisik, bergetar karena ketakutan.

Pria itu tidak segera menjawab. Dia hanya berdiri di sana, menatap Elowen dengan tatapan yang tak dapat dibaca, seolah memutuskan apa yang harus dilakukan selanjutnya. Kegelapan di sekitarnya terasa semakin pekat, sementara keheningan menjadi semakin mencekam.

ria itu akhirnya membuka mulut, suaranya dalam dan tenang, seolah tak terpengaruh dengan ketegangan yang melingkupi ruangan. "Maaf, aku mengejutkanmu di tengah malam ini," katanya, nada suaranya sedikit memelas, meski tetap terdengar percaya diri.

Elowen masih terpaku, wajahnya sedikit pucat, namun dia berhasil mengatur napasnya yang terengah-engah. "Ya, kau sangat mengejutkan," jawabnya lirih, suaranya masih sedikit bergetar karena shock. Dia berusaha tetap tenang, meskipun ketakutan masih menggelayuti dirinya.

Pria itu mengangguk perlahan, memperkenalkan diri dengan nada yang santai. "Nama ku Harison, suaminya Valerie," ujarnya sambil sedikit tersenyum, namun senyum itu tidak mampu menenangkan Elowen yang masih bingung dan cemas.

Valerie. Nama itu terdengar familiar di telinga Elowen, meskipun ia tidak bisa langsung mengingat hubungan mereka. Tapi satu hal yang pasti, pria ini bukan orang yang biasa ia temui. Wajahnya asing, dan kehadirannya di tengah malam ini benar-benar membuat situasi semakin aneh.

"Kamu... suaminya Valerie?" Elowen bertanya, mencoba mencerna informasi yang baru saja diterimanya, namun rasa was-was masih mengganggu setiap gerakannya.

" Ya, saya suaminya." jawab Harison. 

Elowen menunduk sedikit, mencoba menenangkan dirinya. "Ah, kalau gitu, maaf aku yang menumpang di rumah istrimu, Om," ucapnya dengan nada pelan, berusaha terdengar sopan meski ketegangan masih tersisa di suaranya.

Matanya beralih pada serpihan teko kaca yang berserakan di lantai. Dia meringis kecil, merasa bersalah atas kekacauan yang dibuatnya. Tanpa berkata apa-apa lagi, Elowen segera mengambil sapu dan serok dari sudut dapur, membersihkan pecahan kaca dengan hati-hati. Harison hanya berdiri di tempatnya, memperhatikannya dengan tatapan tenang tanpa memberikan komentar.

Setelah selesai, Elowen membuang serpihan itu ke tempat sampah dan berdiri dengan tangan yang sedikit gemetar. Dia menghela napas pendek, mencoba menguatkan diri. Rencananya untuk mengambil air minum ia urungkan; rasa canggung menyelimuti pikirannya, ditambah sedikit paranoia yang masih tersisa setiap kali membayangkan pria asing yang muncul tiba-tiba dalam kegelapan seperti ini.

Tanpa banyak bicara, Elowen mengangguk kecil ke arah Harison, Elowen berhenti sejenak di ambang pintu, menoleh ke arah Harison dengan senyum kecil. "Om, aku ke kamar dulu ya," ucapnya sopan.

Namun, langkahnya terhenti ketika Harison menyela, "Tunggu dulu!"

Elowen menoleh lagi dengan sedikit bingung. "Ya, ada apa, Om?"

Harison menghela napas pelan, lalu bertanya, "Apa kau bisa memasak sesuatu?"

"Masak?" Elowen mengerutkan kening, tak menduga permintaan itu.

"Ya, aku tadi mencoba mencari makanan di sini, tapi sepertinya tidak ada yang bisa langsung dimakan," jawab Harison, nada suaranya santai tapi jelas mengisyaratkan rasa lapar.

Elowen tersenyum tipis, mengangguk kecil. "Oh, kalau itu, Om mau makan apa?"

"Apa saja yang cepat masak dan simpel," sahut Harison tanpa berpikir panjang.

Tanpa banyak basa-basi, Elowen melangkah mendekat ke dapur. Tangannya dengan cekatan membuka lemari dan kulkas, mengambil bahan-bahan sederhana. Ia memilih menu jitu yang cocok untuk tengah malam: mie kuah kari ayam dengan irisan cabai rawit merah. Dengan cekatan, ia mulai memotong sayur-sayuran hijau, mencampurnya dengan beberapa bumbu sederhana mie instan.

Harison tetap berdiri di tempatnya, memperhatikan setiap gerakan Elowen di dapur. Ada sesuatu yang menarik dari caranya memasak—gerakan tangannya yang rapi, wajahnya yang tenang meskipun suasana sedikit canggung.

Akhirnya, setelah beberapa saat dalam keheningan, Harison tak bisa lagi menahan rasa penasarannya. Dengan suara yang rendah namun jelas, dia mengajukan pertanyaan yang sejak tadi ada di pikirannya. "Elowen, kau... tinggal di sini bersama Valerie sudah berapa lama?"

etelah beberapa saat memasak dalam keheningan, Harison akhirnya membuka suara. "Apa Loreon sudah menandaimu?" tanyanya tiba-tiba, nadanya serius dan penuh makna.

Elowen menghentikan gerakannya sejenak, menatap Harison dengan bingung. "Menandai? Apa maksud Om?" jawabnya dengan nada datar, mencoba tetap logis meskipun pertanyaan itu terasa aneh di telinganya.

Harison menghela napas, matanya menyipit sedikit, seperti sedang menilai reaksinya. "Apa kau pasangan Loreon?" tanyanya lagi, kali ini lebih menekan.

Elowen mendesah kecil, menggelengkan kepala dengan tegas. "Tidak, aku bukan pasangannya," jawabnya singkat, kembali fokus pada masakannya.

Namun, Harison tidak menyerah. "Apa kau tidak diberitahu kalau kau adalah Mate-nya Loreon?" tanyanya lagi, seakan memastikan sesuatu yang penting.

Elowen berhenti, menoleh ke arahnya dengan ekspresi yang lebih bingung daripada sebelumnya. "Mate? Apa itu? Aku tidak tahu apa yang Om bicarakan," balasnya, mencoba bersikap masuk akal.

Mendengar jawaban itu, Harison hanya menatapnya dalam diam, seolah tak percaya dengan ketidaktahuan Elowen. Sementara itu, Elowen mulai merasa semakin pusing dengan rentetan pertanyaan yang baginya tidak masuk akal. Apa sebenarnya yang dibicarakan pria ini? pikirnya. Tapi dia memilih untuk menjawab setiap pertanyaan dengan logis dan singkat, meskipun jelas tak memahami apa yang sebenarnya sedang dibahas.

Dengan canggung, Elowen mengalihkan perhatian kembali ke masakan di depannya, berharap pembicaraan aneh itu segera berakhir. Harison tampak menghela napas panjang, wajahnya mengernyit seolah kecewa. "Ya sudahlah," katanya pelan, hampir seperti berbisik. "Sepertinya kau belum mengetahui apapun mengenai hal ini. Semua ini sepertinya Loreon bergerak terlalu lambat untuk memberitahu pasangannya."

Elowen hanya diam sejenak, menyendiri dalam pikirannya. Aku sih bodo amat, Om! Kenal dia juga nggak, pikirnya dalam hati, merasa cemas namun sedikit kesal dengan percakapan yang semakin membuat kepalanya pusing.

Meski di luar ia tetap berusaha tenang, dalam hati Elowen merasa seolah terjebak dalam sebuah percakapan yang tidak ada ujungnya. Dia tetap melanjutkan memasak, berharap percakapan itu segera selesai.

1
☆Peach_juice
Ceritanya seru banget😭

oh iya mampir juga yuk dikarya baruku, judulnya ISTRI PENGGANTI TUAN ARSEN😁🙏
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!