Hanya karena dipuji ketampanannya oleh seorang wanita, Miko justru menjadi target perundungan sang penguasa kampus dan teman-temannya.
Awalnya Miko memilih diam dan mengalah. Namun lama-kelamaan Miko semakin muak dan memilih menyerang balik sang penguasa kampus.
Namun, siapa sangka, akibat dari keberanian melawan penguasa kampus, Miko justru menemukan sebuah fakta tentang dirinya. Setelah fakta itu terungkap, kehidupan Miko pun berubah dan dia harus menghadapi berbagai masalah.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon rcancer, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Miko Dan Ayahnya
Setelah bepergian hampir seharian penuh, Miko dan kedua kakeknya memutuskan untuk pulang. Sebelum berpisah dengan ketiga teman Miko, Hendrick dan Albert memberi beberapa hadiah kepada teman-teman sang cucu.
Mungkin menurut dua pria itu, hadiah yang mereka berikan nampak biasa saja. Namun bagi ketiga teman Miko yang hidupnya hanya berkecukupan, barang-barang yang mereka terima, sudah termasuk kategori uar biasa.
Jika ditotal keseluruhan, hadiah yang diterima ketiga teman Miko sekitar 10 juta per anak, dan itu termasuk uang buat orang tua mereka. Jumlah itu tidak termasuk makan, tiket ataupun pengeluaran kecil lainnya, selama mereka mengunjungi beberapa tempat.
Hendrick dan Albert memberikan hadiah kepada mereka sebagai ucapan terima kasih karena mereka mau berteman dengan Miko dan mereka juga saling menjaga satu sama lain.
"Tuh, mereka pulang," tunjuk Rena, kala melihat sebuah mobil masuk di halaman rumahnya.
Seruni yang sedari tadi sedikit cemas, sekarang merasa lebih lega karena sang anak pulang dalam keadaan baik-baik saja.
"Apa kalian sedang menunggu kami pulang?" tanya Albert. Begitu turun dari mobil, pria itu segera mendekat, ke tempat tiga wanita yang sedang duduk bersama di teras rumah.
"Ini, Seruni, dari tadi dia mengkhawatirkan anaknya," jawab Rena.
"Miko baik-baik saja, Run, jangan khawatir," ucap Hendrick.
"Iya, makasih, Om," jawab Seruni canggung.
"Kenapa kamu manggilnya masih Om aja? Apa William nggak jadi nikahin kamu?" protes pria berusia 63 tahun itu.
"Jadi dong, Dad," Amelia yang balas. "Kalau nggak jadi ya, bakalan aku rujak tuh anak."
"Tuh kan, kamu dengar sendiri," balas Hendrick. "Biasakan panggil aku Daddy. Kalau panggil Om cukup ke Albert aja."
Seruni mengangguk pelan sembari tersenyum.
Bersamaan dengan itu, mobil yang dikendarai William pun memasuki pelataran rumah.
"Kamu pulang sendiri? Thomas mana?" tanya Amelia kala sang anak mendekat kepadanya.
"Thomas lagi ada acara keluarga," jawab Wiliam. "Kalian lagi pada ngapain? Kok tumben kumpul di luar?"
"Ini, si Seruni, dia khawatir karena Miko nggak pulang-pulang dari tadi pagi, jadi kita menunggunya di luar," Rena yang menjawab.
"Oh..." balas William. "Gimana tadi di kampus? Aman kan?" William melempar pertanyaan sekaligus menatap Miko.
"Aman," Hendrick yang menjawab. "Miko malah katanya pengin ngomong empat mata sama kamu."
Miko terperanjat. Bahkan dia langsung melempar tatapan pada Hendrick.
"Ngomong empat mata? Ngomong apa?" tanya William sembari kembali menatap Miko.
"Ya ngomong antara laki-laki dan laki-laki," Albert ikut memprovokasi
"Beneran?" William terus menatap sang anak.
Mau tidak mau, Miko pun mengangguk pelan.
"Ya udah ngomongnya nanti aja kalau sudah makan," ucap Amelia. "Mending sekarang kalian mandi, terus kita makan sama-sama."
"Oke," jawab Hendrick.
Tanpa banyak perbincangan lagi, satu persatu dari mereka masuk ke dalam rumah.
"Emang apa yang mau kamu bicarakan sama ayah kamu?" tanya Seruni yang sengaja mengikuti Miko menuju kamar sang anak.
"Bukan masalah yang penting banget kok, Bu, cuma masalah kampus aja," jawab Miko sembari melepas hodie. "Ini aja, Kakek yang maksa aku."
Seruni mengangguk paham. Meski dia penasaran dengan apa yang akan disampaikan Miko pada ayahnya, Seruni memilih tidak melanjutkan pertanyaannya.
"Apa Ibu betah tinggal di sini?" pertanyaan Miko sontak menghentikan gerakan tubuh Seruni yang sedang memperhatikan kamar baru anaknya.
"Betah sih, cuma Ibu merasa tidak enak," jawab Seruni. "Secara tidak langsung tapi nampak begitu jelas, Ibu telah menghancurkan rumah tangga orang."
Kening Miko sedikit berkerut. Pemuda yang baru saja melepas sepatunya itu, menatap lekat sang Ibu.
"Tapi kan kalau bukan karena tipuan wanita itu, Ibu sudah menjadi salah satu nyonya di rumah ini kan?"
"Apapun alasannya, kalau dilihat dari kondisi untuk saat ini, tetap saja, posisi Ibu yang salah di mata orang-orang," balas Seruni. "Apa lagi rumah tangga mereka sudah sangat terkenal. Pasti semua orang bakalan menuduh ibu, sebagai seorang pelakor."
Miko mengangguk paham. Dia sangat mengerti keadaan ibunya yang posisinya amat sulit. Miko pun sontak berpikir, mencari cara agar nama Ibunya tidak tercemar.
"Lebih baik kamu cepat mandi. Kasihan Nenekmu, menahan lapar demi menunggu kalian pulang," ucap Seruni sembari beranjak menuju pintu.
Miko langsung mengiyakan dan dia segera melangkah menuju kamar mandi sembari melepas semua pakaiannya.
Begitu selesai menikmati makan malam, Miko kini sudah berada di ruang kerja ayahnya. Tentu saja di sana sudah William yang datang terlebih dahulu ke ruangan tersebut.
Posisi mereka saat ini, Miko duduk di sofa panjang, sedangkan William duduk di belakang meja kerja menghadap laptop. William berada di posisi seperti itu bukan tanpa alasan.
Jujur, pria itu juga sebenarnya merasa canggung berhadapan dengan darah dagingnya sendiri. Karena masa lalu yang cukup pahit, membuat pria itu tetap dirundung rasa bersalah, sehingga William tidak bisa mengekspresikan perasaan lainnya.
"Jadi, apa yang ingin kamu katakan?" William mengawali pembicaraan dengan melempar pertanyaan.
Karena rasa canggung yang mendera benaknya, Miko sampai bingung memulai pembicaraanya dengan kalimat seperti apa, hingga dia terus terdiam. William yang tahu akan situasinya, memilih mengambil sikap duluan, membuat Miko cukup merasa lega.
"Ini tentang Kelvin," jawab Miko. Ucapannya agak menggantung karena ada rasa ragu dalam benaknya.
"Kelvin?" kening William bahkan sampai berkerut karena dia cukup terkejut dengan pertanyaan anaknya. "Ada apa dengan Kelvin?"
Miko berusaha mengatur perasaannya yang cukup membuat dia sedikit gugup.
"Sejak peristiwa kemarin, katanya, teman-teman kampus, tidak melihat Kelvin dimanapun dan dia juga susah dihubungi. Kalau boleh tahu, bagaimana keadaan dia?"
William tidak langsung menjawab. Dia terdiam beberapa saat, mencerna semua kata yang keluar dari mulut anaknya.
"Dia baik-baik saja," jawab William beberapa detik kemudian.
Entah kenapa Miko justru malah agak terkejut mendengar jawaban William. Namun dia segera mengangguk dan berusaha untuk tersenyum.
"Syukurlah, kalau dia baik-baik saja," jawab Miko. "Saya tahu, dia akan selalu aman jika sudah bersama anda."
William terperanjat mendengar ucapan Miko. Dia merasa sang anak telah salah paham atas jawaban yang dia berikan.
"Maksud kamu?" tanya pria yang usianya hampir memasuki kepala 4 itu.
Miko mencoba tersenyum. "Tidak ada maksud apa-apa. Kalau begitu saya permisi dulu, saya mau memberi kabar pada teman-teman," Miko pun langsung bangkit dari duduknya.
"Hai, kamu jangan salah paham, Miko," William segera ikut bangkit dari duduknya.
"Tidak, saya mengerti, maaf atas kelancangan saya," ucap Miko dan dia segera pergi dari sana, meninggalkan William yang terpaku tanpa bersuara meski mulutnya terbuka.
"Aduh, Miko pasti salah paham," gumamnya. Dia pun segera keluar untuk menyusul sang anak, tapi begitu tubuhnya berada tepat di ambang pintu, Hendrick sudah berada di sana, menatapnya tajam.
"Miko kenapa? Raut wajahnya seperti kaya anak yang kecewa?" tanya Hendrick dengan tatapan menyelidik.
berarti cerita ini konyol...😄😄😄
anak penguasa dengan banyak bodyguard kok bisa lepas pengawalan...😄😄😄
konyol...😄😄😄
lanjut thor 🙏