Demi mendapatkan biaya pengobatan ibunya, Arneta rela mengorbankan hidupnya menikah dengan Elvano, anak dari bos tempat ia bekerja sekaligus teman kuliahnya dulu.
Rasa tidak suka yang Elvano simpan kepada Arneta sejak mereka kuliah dulu, membuat Elvano memperlakukan Arneta dengan buruk sejak awal mereka menikah. Apa lagi yang Elvano ketahui, Arneta adalah wanita yang bekerja sebagai kupu-kupu malam di salah satu tempat hiburan malam.
"Wanita murahan seperti dirimu tidak pantas diperlakukan dengan baik. Jadi jangan pernah berharap jika kau akan bahagia dengan pernikahan kita ini!"
Follow IG @shy1210_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon SHy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 - Bersandar Di Pundakmu
Arneta telah tiba di rumah setelah pergi dari minimarket. Saat baru saja masuk ke dalam rumah, Arneta terkejut melihat keberadaan Nyonya Rossa di sana. "Mama..." Arneta gegas menghampiri nyonya Cahya. Mengambil tangannya untuk menyaliminya.
"Mama udah lama sampai?" Arneta bertanya dengan perasaan tidak enak hati. Di saat mertuanya datang ke rumah, dia justru tidak menyambutnya.
Nyonya Rossa hanya tersenyum. Kemudian mengajak Arneta untuk duduk. El yang kini duduk berhadapan dengan mereka hanya diam dengan wajah yang nampak dingin. Kenapa juga El bersikap demikian. Perasaan tadi suaminya itu kelihatan baik-baik saja.
"Arneta, gimana keadaan kamu sekarang. Apa sudah semakin membaik?" Nyonya Rossa melupakan dulu kekesalannya pada El dan lebih mementingkan memastikan kondisi Arneta sekarang.
"Sudah, Mah." Balas Arneta. Padahal ia cukup sering bertemu dengan Nyonya Rossa. Namun, mertuanya terus saja perhatian dengan mempertanyakan keadaanya.
Dringgg
Ponsel El berbunyi. Membuat pria itu beranjak pergi setelah melihat siapakah orang yang menelefonnya. Kepergian El dimanfaatkan Nyonya Rossa dengan baik untuk mengintrogasi Arneta.
"Arneta, apa kamu tahu kalau tadi ada teman kamu yang namanya Cahya datang ke sini?"
Wajah Arneta nampak kaget. Dia sama sekali tidak mengetahui hal itu. Di saat pergi meninggalkan rumah tadi, Arneta tidak melihat keberadaan Cahya di rumahnya. Melihat mimik wajah Arneta sudah dapat membuat Nyonya Rossa menyimpulkan apa yang terjadi.
Nyonya Rossa menghela napas sejenak sebelum berbicara pada Arneta. "Apa Cahya sering datang ke rumah ini di saat kamu tidak ada?" Wajah Nyonya Rossa nampak begitu serius. Arneta jadi ragu untuk menjawab. Dia takut bila nanti Nyonya Rossa jadi bertengkar dengan El karena jawaban darinya.
"Mama gak suka dibohongi, Arneta. Jadi Mama harap kamu gak ada niatan buat bohongin Mama." Nyonya Rosa mengintrupsi. Membuat Arneta mau tidak mau berkata jujur.
"Cukup sering, Mah. Terkadang aku pulang dari kantor dia udah ada di rumah bersama El."
Kedua bola mata Nyonya Rossa melotot. Amarah mulai menyergap di dadanya. Nyonya Rossa sangat marah dengan El dan ingin memberi ultimatum segera dengan El.
"El itu benar-benar keterlaluan. Gak seharusnya dia bersikap begitu. Istri gak di rumah malah bawa wanita lain ke rumah!!"
Arnet jadi merasa bersalah udah menjawab jujur. Karena dugaannya benar jika Nyonya Rossa jadi marah kepada El. Setelah El kembali duduk bergabung bersama mereka, Nyonya Rossa memberikan ultimatum pada El panjang lebar. Membuat El hanya mengangguk meresponnya. El juga tidak menyalahkan Arneta karen sudah berkata jujur pada ibunya. Toh dia sadar jika dirinya lah yang bersalah dalam hal ini.
Setelah hari itu, Cahya sama sekali tidak pernah lagi menunjukkan batang hidungnya di rumah El. Sepertinya El sudah memberitahu wanita itu agar tidak lagi datang berkunjung ke rumahnya. Walau sudah tidak bisa lagi datang berkunjung ke rumah El, Cahya masih memiliki seribu satu cara untuk bisa bertemu dengan El. Tentu saja salah satu caranya mengajak El bertemu di luar dengan alasan tertentu.
"Kamu ngapain masih suka ketemu sama Cahya, El?" Ezra bertanya pada El saat mereka bertemu membahas sebuah proyek yang saat ini sedang dipegang oleh El.
El menatap wajah Ezra dengan dahi yang nampak mengkerut. "Memangnya kenapa?" Bukannya menjawab, dia justru balik bertanya.
"Kupikir ada baiknya kamu jangan terlalu sering deh bertemu sama dia. Apa lagi Tante Rossa udah kasih peringatan sama kamu. Nanti hubungan rumah tangga kamu dan Arneta bisa rusak karena kamu masih suka bertemu dengan dia."
El menghembuskan napas bebas di udara. Dia mengerti maksud Ezra. Namun, sepertinya Ezra melupakan sesuatu tentang dirinya. "Arneta sama sekali tidak mempermasalahkannya. Toh kalau pun saat ini hubungan rumah tangga kami mulai membaik, tidak akan membuatku bisa cinta kepadanya. Kamu tahu sendiri maksudku bagaimana, kan?"
Ezra mengangguk. Dia sangat paham. Tapi bukan itu maksudnya. "Bukan maksud menggurui kamu, El. Walau pun kamu gak mencintai Arneta, setidaknya kamu hargai dia. Bagaimana pun juga dia masih istri kamu."
El bergeming. Nampaknya perkataan Ezra barusan bisa masuk ke dalam benak El hingga membuat El jadi kepikiran.
"Baiklah. Aku akan berusaha untuk tidak sering bertemu Cahya lagi." El kemudian bersuara dan membuat Ezra tersenyum lega mendengarnya.
**
Akhir pekan telah tiba. Seperti biasanya Arneta akan memanfaatkan waktu liburnya untuk berziarah ke makam ibunya sembari membersihkannya. Pukul delapan pagi, Arneta nampak sudah bersiap untuk pergi. El yang baru saja keluar dari dalam kamar mandi mengerutkan dahi melihat penampilan Arneta saat ini.
"Mau kemana kamu?" Tanya El.
"Aku mau pergi ke makam ibu. Bukannya tadi malam aku udah kasih tahu sama kamu?"
El terdiam. Sepertinya dia tidak terlalu mendengar perkataan Arneta tadi malam karena terlalu fokus pada layar laptopnya. "Sama siapa?" Dengan bodohnya El bertanya seperti itu. Padahal dia sudah tahu jika Arneta selalu pergi sendiri kemana-mana. Maklum saja, wanita itu tidak lagi mempunyai teman dekat yang bisa dia ajak pergi bersama.
"Sendiri." Balas Arneta walau sedikit bingung kenapa El bertanya seperti itu.
El diam beberapa saat. Hingga perkataan yang keluar dari mulutnya membuat Arneta jadi terkejut mendengarnya. "Kebetulan hari ini aku gak ada kegiatan dan bosan di rumah. Gimana kalau aku anterin."
Arneta tentu saja kaget. Tidak biasanya sekali suaminya itu mau ikut dengannya. Apa lagi sampai berziarah ke makam ibunya.
"Apa kamu yakin?" Dia memastikan. Bisa saja El khilaf saat mengatakannya barusan.
El mengangguk. Dia gegas berganti baju setelah mendapatkan persetujuan dari Arneta untuk ikut.
"Kenapa El mau ikut denganku. Apa dia sedang tidak enak badan sekarang sehingga sikapnya bisa berubah?" Gumam Arneta dalam hati.
Kini Arneta dan El sudah tiba di makam Bu Maria. Walau pun sudah sering mengunjungi makam ibunya, Arneta selalu saja menangis saat berkunjung ke sana.
"Ibu..." dengan mata yang sudah tergenang Arneta duduk di samping pusara ibunya. El mengikuti pergerakannya dan kini sudah jongkok di sebelah Arneta.
Selama berada di sana, dia lebih banyak diam. Mendengar setiap barisan doa yang keluar dari mulut Arneta untuk ibunya yang sudah tenang di keabadian. Tanpa sadar, El sudah ikut mendoakan mertuanya. Walau pun mereka tidak terlalu dekat. Namun, El tetap mengharapkan mertuanya bisa beristirahat dengan tenang di keabadian.
"Kalau kamu membutuhkan sandaran, kamu boleh memakai pundakku untuk bersandar sebentar." Tawar El saat melihat Arneta semakin rapuh dan air matanya sudah semakin mengalir membasahi kedua pipi.
"A-aku..." Arneta meragu. Ini adalah pertama kalinya El menawarkan sandaran kepadanya. Rasanya dia segan untuk mengiyakannya. Namun, dia merasa membutuhkannya untuk mengurai rasa sesak di dada hingga akhirnya dia memberanikan diri bersandar di pundak El.
"Terima kasih."
serta ditunggu karya selanjutnya lopeupull 😘😘😘