Pelatihan SIG atau Sistem Informasi Geografi yang di lakukan Amira bersama teman-teman sebagai kegiatan dalam semester 3, siapa sangka akan mempertemukan Amira dengan seorang pria yang akan menjadi tambatan hatinya. Sang asisten Dosen pelatih yang awalnya Amira kira sangat menyebalkan namun dengan cara ajaib bisa meluluhkan hatinya, membuatnya jatuh cinta dan menerima kehadiran pria itu sebagai pemiliki hati.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Firda 236, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
THIRTY FOUR
Ku injak perlahan bayangan itu dengan gerakan kesal. Namun siluet yang tak kunjung hilang membuat ku tersenyum samar merutuki kebodohan dengan air mata yang bergulir jatuh perlahan.
"Mas.. "
"Ya?"
Ku angkat pandanganku, menatap pria yang berdiri di depan ku sekarang dengan senyum kecil tanpa mengurangi air mata yang luruh sebelum menerjang dengan pelukan pada dia yang selama ini jauh.
"Kalo Ami ada salah tolong bilang. Saya janji gak bakal bohong lagi" aku mengambil opini bahwa perubahan sikap pria di depannya ini karena kebohongan yang dia lakukan waktu itu. Menimbulkan tawa kecil dari bibir Mas Fahmi.
"Maaf karena biarin kamu mikir kaya gitu. Maaf juga karena kesibukan saya buat kamu ngerasa saya ngambil jarak dari kamu" aku menatapnya sendu dengan sudut bibir di gigit menahan isak tangis yang tersendat.
Mas Fahmi mengajak ku untuk duduk, dengan tanganya yang tak lepas dari genggaman ku. Aku takut dia pergi, bodohnya aku!
"Kamu mau maafin saya?" tangan lebar itu mengusap pipi ku, menciptakan hangat sepanjang garis usapannya.
"Jelasin dulu" pinta ku, nada manja yang timbul sedikit aku sesali karena lolos begitu saja, membuatnya menatap ku dengan senyum semakin lebar.
"Mas ngejar target proyek biar bisa ngabisin waktu sama kamu hari itu sama satu minggu ini. Kamu udah Ujian tengah semester kan?" aku mengangguk membenarkan.
"Jangan sedih lagi ya?" aku tetap menunduk, rasa sedih masih menghantui ku yang tak mengerti posisi Mas Fahmi. Pria itu mungkin sudah berusaha keras agar bisa menghabiskan waktu dengan ku di sini sekarang.
"Loh kok makin deres air matanya, kenapa Mi?" aku menggeleng menolak menjawab, dan lebih memilih mengusap air mata ku cepat-cepat.
"Nanti kita jalan-jalan ya Mas" lagi lagi nada manja ini, mengapa aku tidak bisa menjadi dewasa di depan Mas Fahmi?
"Permisi!" seorang pria dengan tampilan biasa berhenti tepat di depan pagar, mengintruksi kami agar melihat ke arahnya.
Aku baru hendak beranjak saat Mas Fahmi menepuk punggung tangan ku disusul langkah lebar pria itu menghampiri seseorang yang ku lihat bertanya sebentar sebelum menyerahkan sesuatu yang ku yakini sebagai undangan.
Mas Fahmi mendekat dengan menepuk- nepuk undangan ditelapak tanganya. Sebelum kemudian menyerahkan padaku dan mendudukan diri.
Aku menatap undangan yang sekarang berpindah ke tangan ku dengan tatapan tanya juga heran. Nama yang di tulis dengan tinta emas diatas undangan yang dibuat secantik mungkin itu menyita perhatian ku sepenuhnya, membuat Mas Fahmi memandang ke arah yang sama bertanya-tanya ada apa gerangan.
"Itu temen kamu?" aku menggeleng. Sejak kapan memangnya antara aku dan Pak Stevan terikat pertemanan.
Ya deretan nama dengan tinta emas itu nama Pak Stevan lengkap dengan tittle yang dia dapat, M. Hum -humaniora-. Dengan nama wanita yang belum pernah ku dengar. Aku terburu membuka plastik yang membungkus undangan itu, membukanya guna melihat seperti apa wanita yang akan dinikahinya juga apa aku mengenalnya atau tidak.
Dan tidak, wanita dalam foto undangan itu asing dan tak pernah ku ketahui siapa. Membuat raut bingung terpatri di wajah ku sempurna.
Mengingat sifat dan tingkah Pak Stevan yang masih berusaha mendekati ku saat UTS kemarin dengan kabar pernikahannya yang mendadak ini.
