NovelToon NovelToon
Beri Aku Waktu 40 Hari Mas

Beri Aku Waktu 40 Hari Mas

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: Yuri_Pen

Halimah, Seorang ibu muda yang tengah mengandung yang harus menerima kenyataan di gugat cerai oleh suaminya karena suaminya lebih memilih perempuan lain yang lebih cantik, lebih mudah dan lebih memperhatikan penampilan dari pada dirinya. dia pun menyetujui permintaan suaminya tersebut dengan syarat dia meminta waktu 40 hari kepada suaminya.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yuri_Pen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Hari Ke-7

Hari ke -7

Baru kali ini aku memakan masakan yang mengocok semua isi perut. Semalaman aku kembali muntah bila teringat dengan rasa masakanku sendiri.

Kupikir, May jago masak. Namun sepertinya dia tidak bisa memasak seperti Halimah.

Belum memakan masakannya saja aku sudah terkapar lemas semalaman. Bagaimana nantinya jika harus memakan masakannya sehari tiga kali?

Aku harus menyuruh dia kursus memasak dari sekarang. Karena mau tidak mau aku lebih suka masakan rumahan daripada masakan di luar. Karena kata Limah, "Kalau kita sendiri yang masak, bisa tahu standar kebersihannya seperti apa. Jadi aman dikonsumsi."

Aku jadi rindu masakan Limah.

Tapi wajar saja dia jago memasak. Sedari kecil dia sudah ditinggalkan ibunya. Memasak dan membersihkan rumah sudah menjadi aktifitasnya sehari-hari.

Sementara May? Dia kan perempuan pekerja keras. Pantas saja jika dia tidak bisa memasak. Bukankah setiap orang pasti memiliki kekurangan dan kelebihan tersendiri?

Aku harus bisa memastikan bahwa May kursus memasak dari sekarang. Setidaknya ada yang menyiapkan makan, ketika aku lelah dengan dunia kerja.

kring..

[Alhamdulillah kemarin aku dan Jingga sampai dengan selamat, Mas.] Pesan dari Limah masuk ke ponselku. Tak mau menunggu lama, aku segera menelponnya.

[Halo Assalamu'alaikum, Mas,]

"Waalaikumsalam, Bagaimana perjalananmu, Dik? Kenapa baru balas pesan, Mas?"

[Maaf, Mas. Baterai Ku lemah kemarin.]

"Apa susahnya di charger, Dik?"

[Kemarin aku langsung mengurus bapak, Mas. Saturasi oksigennya melemah."]

"Ya Allah, terus bagaimana kondisinya sekarang?"

[Mulai membaik,]

jawabnya singkat.

"Jingga bagaimana kabarnya?"

[Baik.]

"Kamu?"

[Baik.] Aku kehilangan pembahasan.

[Yaudah nanti lagi ya, Mas. Aku sibuk.]

"Eh nanti dulu!"

[Apa lagi?]

"Kapan kamu pulang?"

[Entah.]

"Lagi apa sekarang?"

[Duduk.]

"Nanti Mas kesana ya!"

[Gak usah, Mas.] Dia selalu mematikan obrolanku. Kami sama sama terdiam.

[Udah dulu ya, Assalamu'alaikum.] Tanpa menunggu keputusanku, dia memutuskan telpon secara sepihak. Membuatku khawatir kepadanya.

***

"Pak Ridwan, akhir-akhir ini saya lihat kinerja anda menurun. Bapak juga sering terlihat tidak fokus terhadap pekerjaan." Selesai rapat, Pak Anshor langsung menghadang ku.

"Em, anu, Pak. Saya..."

"Dia mau nikah lagi, Pak." Belum selesai aku melanjutkan kata-kata, Anto sudah merepet kemana-mana.

"Nikah lagi? Bukannya istri bapak sebentar lagi mau melahirkan? Kejam sekali anda sebagai seorang suami. Bisa rusak citra kantor ini jika itu terjadi. Jangan sampai karyawan lain meniru perilaku buruk mu itu, Pak! Jika itu sampai terjadi, carilah pekerjaan lain! Saya sebagai pimpinan merasa malu." Pak Anshor dan Anto pergi meninggalkanku sendirian.

Dasar si Anto, memang suka cari perkara. Harus ku buat perhitungan dengannya.

"Anto, tunggu!" Aku mengejar Anto. "Mau cari muka ya kamu di depan Pak Anshor?" Tanganku memegang kerah bajunya.

"Wih, ampun, Bos. Jangan main kasar gini dong. Masa orang berpendidikan marahnya kayak gini," Dia meledek.

"Teman gak tahu diuntung kamu ini memang." Hampir saja tanganku melayang ke wajahnya, dia mengelak dengan cepat lalu menahan tanganku kuat.

"Wan, kita berteman sudah lama. Malu lah kalau saling baku hantam begini. Sabar, aku sudah mengingatkanmu beberapa kali tentang pekerjaanmu yang tak beres, namun kau tidak pernah menggubrisnya. Aku hanya mencoba agar kau kembali fokus. Setidaknya setelah diingatkan oleh, Pak Anshor. Orang yang disegani bersama.

Aku heran, kau selalu berprasangka buruk kepadaku." Dia melepaskan tanganku lalu berlalu meninggalkanku.

Ada benarnya ucapannya. Sering kali lamunanku membuat pekerjaanku terbengkalai. Tapi bukan berarti dia harus bilang ke Pak Anshor aku akan menikah lagi bukan?

***

"Assalamu'alaikum, aku pulang." Kubuka pintu rumah, rumah ini hening. Biasanya ada dua orang perempuan yang menjemput ku di depan rumah. Mereka menyambut hangat kepulanganku, namun akhir-akhir ini aku menghabiskan waktu sendiri.

Ku lirik tanaman Limah, daun-daunnya mulai layu dan mengering. Biasanya semua bunga selalu segar karena ada perawatnya.

Rumah ini sepi, semangatku hilang begitu saja.

Ku ambil sapu di pojok ruangan. Mulai menyapu agar rumah ini tidak terlalu sumpek karena berantakan.

"Mas, pojoknya juga! Mas, kolong-kolongnya!" Suara Limah terngiang-ngiang di kepalaku.

Sedang apa mereka sekarang?

Aku melangkahkan kaki ke kamar. Kulihat baju kotor dan handuk basah di atas kasur, ceceran air bekasku mandi, baju yang keluar semua dari lemari. Ternyata kesedihanku harus berkali lipat melihat rumah yang berantakan seperti ini.

tut... tut... Panggilan video masuk, "May?" Kenapa dia meneleponku?

"Halo Assalamu'alaikum, May. Ada apa?"

[Waalaikumsalam, A. Aa lagi apa? Sibuk nggak?]

"Eh, enggak sibuk, ko. Kenapa May" Aku merapihkan rambutku yang berantakan. Tampan.

[Nggak apa-apa. Aku cuma kangen sama Aa,] Duh si cantik, sabar ya nanti Aa tiap hari ketemu sama Neng May, ko.

"Aa juga kangen sama, Neng May."

[A, tebak deh, hari ini hari apa, tanggal berapa?]

"Sekarang tanggal 28 November 2020, May."

[Iiih bukan itu, A.] May cemberut.

"Iya bener, kok." Ku pastikan sekali lagi dengan melihat kalender di hp.

[Coba deh buka Instagram, May!] Buru-buru kubuka instagramnya.

[Orang-orang udah ngucapin selamat ulang tahun sama May. Tapi Aa nggak ingat sama sekali. Aku kira tadi jam 12 malam lewat sedetik Aa mau ngasih kejutan sama May. Tapi ternyata enggak.] Celotehnya panjang lebar. Ya ampun aku lupa.

[Kan May udah bilang. Tanggal 28, November, May ulang tahun. Harusnya dibuat alarm di hp Aa.] Dia merenggut.

[Duh, maafin Aa ya, May. Aa lupa. Selamat ulang tahun calon istriku, semoga sehat selalu, makin cantik, makin Sholehah, makin menjadi pribadi yang lebih baik lagi, dikabulkan semua keinginannya," ucapku panjang lebar.

[Udah gitu aja?]

"Gimana lagi?" Aku menggaruk kepala yang tak gatal.

[Dasar calon suami gak peka. Aku kira bakal ada kejutan, hadiah, atau apa. Ternyata cuma gitu doang.] May mengerling malas.

"Yaudah deh, Aa ke rumah Neng May sekarang, ya!" Duh kenapa keceplosan gini? Aku memegang mulut.

[Nah gitu dong. May tunggu ya, A. Assalamu'alaikum calon suami] Dia senyam-senyum.

"Waalaikumsalam, calon istri." Aku langsung mematikan panggilan.

Duh apa yang harus aku perbuat sekarang? Jika aku kesana, aku sudah melanggar janjiku terhadap Halimah. Jika tidak kesana, May marah.

Aku bingung tak menentu. Harus mendahulukan janjiku atau merebut hati calon istri dulu.

Ya sudahlah, toh Limah gak ada di sini. Dia gak akan tahu aku ke rumah Neng May.

Aku segera bergegas mandi, lalu mematut diri di depan cermin. Menyisir rambut sedikit saja bisa bikin dua wanita tergila gila. Ku semprotkan minyak wangi, sempurna.

***

"Assalamu'alaikum," Ku sembunyikan hadiah yang tadi dibeli di belakang tubuhku.

Kulihat sekitar, kenapa ramai? Hidangan-hidangan tersaji rapi.

"wa'alaikumsalam, eh akhirnya Nak Ridwan datang juga. Udah ditungguin dari tadi. Ayo masuk, Nak!" Ditunggu dari tadi? Perasaan aku hanya membuat janji dengan May, kenapa jadi banyak orang yang nunggu gini? Dengan ragu-ragu ku langkahkan kaki ke dalam rumah.

Kulihat May memakai gamis brokat berwarna biru telur asin, dia berdandan cukup wah sekarang. Semakin cantik saja.

"Oh jadi ini calon suami Neng May. Duh meuni ganteng pisan si Ujang teh." (ganteng banget si Aa, maksudnya.)

"Kesini nya juga bawa mobil atuh ibu bapak. May mah gak pernah salah milih calon suami." Bu Rumi memperkenalkanku dengan bangga.

"Duh si May mah beruntung pisan pokoknya mah. Udah mah cantik, calon suaminya ganteng, mapan. Ah ini mah langsung aja atuh Bu Rumi, Pak Otang." Yang lain ikut menimpali.

Aku duduk dengan tegang. Apa yang harus aku katakan? Susah payan ku telan air liurku, aku gugup sekarang.

"Pastinya atuh Ibu-ibu, Bapak-bapak. Kedatangan si Ujang Ridwan kesini itu untuk melamar Neng May." Deg, aku kaget mendengar ucapan Pak Otong.

'Duh pengen ambles aja ke dalam Bumi. Kenapa jadi kacau begini si?'

Bayangan Limah dan Jingga menari-nari di otakku. Aku dikejar rasa bersalah yang teramat.

"Bukan begitu, Nak Ridwan?" Aduh apa yang harus aku katakan sekarang.

Jika kukatakan iya, sungguh tujuanku kesini bukan untuk itu. Jika kukatakan tidak, mau ditaruh dimana mukaku?

Kulihat May yang menunduk dengan wajah bersemu merah.

Ish, May! Kenapa kamu bertindak sendiri begini?

"Jang Ridwan!" Pak Otang memanggil lirih,

"Oh, em i-Iya, Pak." Ingin ku maki diri sendiri. Kenapa mudah sekali berkata iya, May?!

"Alhamdulillah.. Kami teh sangat senang pisan dengan niat baik Ujang Ridwan ke si May teh." Bu Rumi berbinar-binar sambil ngerumpi sana-sini.

"Hebat ya, May. Dilamar pas ulang tahun ke-21. Saya kira teh cerita kayak gini cuma ada di film-film atau cerita-cerita drama. Aa punya teman tidak? Siapa tahu bisa dikenalkan dengan saya." Sahabat May ikut angkat suara.

Aku hanya bisa tersenyum, bingung harus bicara apa lagi.

"Jadi gimana, May? Tuh Jang Ridwan kesini teh mau ngelamar Neng. Diterima enggak?" Pak Otang sangat bersemangat ketika anak gadisnya mau dilamar orang. Lebih tepatnya mendadak ngelamar.

"Neng mah ikut bapak sama ibu aja," Jawabnya malu-malu.

"Iya, Jang. Si Eneng teh mau Nerima lamaran, Ujang. Sok ku bapak we wakili, si Neng mah malu-malu." Pak Otang mengusap punggungku. Mungkin sedikit aneh karena bajuku basah, keringatku bercucuran deras.

"Sok atuh, pasangin cincinnya!" Sambungnya lagi.

Aku tersentak kaget. Aku hanya bawa bunga sama coklat aja, gak ada bawa-bawa cincin segala.

"Ayo langsung maju aja!" Bapak-bapak yang lain menarik tanganku, begitupun dengan salah satu ibu yang menarik tangan May.

"Sok dipasangin cincinnya, Jang! Keburu Maghrib." Perintahnya. Aku hanya gelagapan.

"Ayo, A. Neng siap ko," May menjulurkan jari-jari tangannya yang lentik.

Keringatku semakin deras, kakiku gemetaran.

May melotot, aku hanya memberi isyarat bahwa aku tidak membawa cincin.

"Duh maaf sepertinya gak kebawa," Hanya kata itu yang bisa ku lontarkan.

"Huh si Ujang teh kumaha? Masa yang pentingnya gak dibawa?" Orang-orang sibuk menggerutu, dan kulihat May sedih menahan malu.

1
Sarifah aini eva rrgfwq
lanjut trus donk jgn pke sambung jdi putus2 bcany
YURI_PEN: Hallo kak terima kasih sudah mau membaca Novelku. biar gak ketinggalan setiap episode nya yuk jangan lupa follow dan bantu suport aku untuk terus berkarya.... Terima kasih
total 1 replies
Becce Ana'na Puank
Luar biasa
Fushito UwU
Duh, kehidupan karakternya keren bingits!
YURI_PEN: Yuk bantu Follow akun ini biar aku bisa lebih semangat menulisnya dan ikuti terus kisah Halimah☺️
total 1 replies
Celia Luis Huamani
Bukan sekadar cerita, tapi pengalaman. 🌈
Beerus
Kereen! Seru baca sampe lupa waktu.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!