Apa jadinya ketika seorang mantan Casanova jatuh cinta pada seorang gadis yang polosnya tingkat dewa?
"Kau tahu tidak apa artinya cinta?"
"Tahu,"
"Apa?"
"Kasih sayang dari orangtua pada anak mereka."
Jleebb
Akan bagaimanakah kisah mereka selanjutnya? Mampukah seorang CIO MORIGAN STOLLER menaklukkan hati sang pujaan hati yang terlalu lambat menyadari perasaannya?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
~ 5
Patricia langsung tersedak begitu mendengar perkataan Elil perihal dadanya yang rata. Dia yang berniat menjenguk, malah dijadikan pasien dadakan saat kesulitan bernapas saking syok mendengar keinginannya.
"Bibi kenapa? Apa ingin membesarkan dada juga?" tanya Elil dengan polosnya. Dia bicara sambil membantu menepuk punggung ibunya Cio.
"Ti-tidak, tidak seperti itu juga. Astaga," Patricia terus menarik napas dalam-dalam guna menstabilkan emosinya. Bicara dengan Elil sangatlah menguras tenaga. Dia seperti melihat Elea versi lebih bodoh lagi. Adiknya sih cerdas, tapi kalau gadis ini ... benar-benar sudah tak tertolong.
(Apa jadinya nasib keluargaku jika Elil sampai menikah dengan Cio? Sebenarnya mudah saja untuk tidak memaksa mereka menikah, tapi Elea pasti akan merasa tak senang jika tahu Cio telah melecehkan Elil dan tidak bertanggung jawab. Pantangan besar di keluarga kita harga diri wanita dipermainkan. Huh, memang dasar anak sialan! Gara-gara ulah burungnya sekarang aku dan Junio harus jadi korban kepolosan gadis ini. Astaga)
"Elil, tolong dengarkan ucapan Bibi baik-baik ya. Hal yang seperti itu tidak pantas dilakukan oleh perempuan baik sepertimu. Jangan mencontoh mereka yang memang sengaja merubah pemberian Tuhan demi mengejar napsu dunia semata. Kau tidak serendah itu, sayang," ucap Patricia mencoba menasehati.
"Jadi tidak boleh ya?"
"Tidak. Menyalahi takdir adalah tindakan yang sangat buruk. Tuhan bisa marah nanti,"
Elil menyimak dengan seksama penjelasan ibunya Cio tentang keinginannya. Ingat akan sesuatu, dia pun tak ragu menanyakannya.
"Cio bilang dada mereka dibuat oleh dokter dengan menggunakan plastik. Bagaimana caranya, Bi?"
"Kalau itu Bibi tidak tahu. Kan Bibi tidak pernah melakukan hal semacam itu,"
"Bagaimana kalau kita pergi mencobanya saja? Jadikan kita bisa tahu. Mau tidak?"
Kriik kriik kriikk
Gelas di tangan Junio hampir terlepas begitu mendengar tawaran yang diajukan oleh Elil. Jiwa psikopat yang telah lama hilang, mendadak muncul saking gemas pada gadis tersebut. Belum jadi menantunya saja dia dan Patricia dibuat hampir mati karena kesal, apalagi jika gadis ini sudah menjadi bagian dari keluarga Stoller. Junio rasa umur mereka tidak akan panjang.
"Ah, aku jadi rindu pada Ilona. Kalau dia ada di sini, aku pasti sudah dijitak kepalanya karena ingin memperbesar pay*dara," Elil bergumam seraya bertopang dagu. Hari ini dia gagal keluar karena Cio memaksanya kembali ke apartemen. "Kok aku merasa seperti sedang dijadikan tahanan ya? Akukan bukan penjahat, kenapa di kurung?"
"Tidak ada yang mengurungmu," sahut Junio pasang badan membela putranya.
"Cio tidak membiarkan aku keluar, Paman."
"Dia begitu karena peduli padamu. Sebentar lagi kan kalian akan menikah. Wajar kalau dia cemas,"
"Menikah ya?" Elil bergumam. "Tapi dia tidak punya pekerjaan. Masa iya aku menikah dengan pengangguran?"
Ingin rasanya Patricia dan Junio menjerit saat Elil menyebut putra mereka sebagai pengangguran. Tidakkah gadis ini tahu kalau Junio punya kekayaan yang sangat banyak?
"Elil, menurutmu Cio itu seperti apa?" tanya Patricia memaksakan diri untuk tersenyum. Sabar sabar.
"Dia menyebalkan. Suka mengataiku gadis jelek berdada rata,"
"Lalu tentang penampilannya?"
"Menurutku biasa saja sih, Bi. Tidak ada yang istimewa,"
"Kau yakin?"
Elil mengangguk.
"Dia kaya raya,"
"Masa sih? Cio pengangguran. Kerjanya hanya memarahi orang lewat ponsel kemudian minum air surga. Mana ada dia kaya. Bibi ini bercanda saja,"
"Elil, Cio itu punya mobil lebih dari lima lho. Bajunya juga barang branded semua. Belum lagi aksesoris yang dia pakai. Sekali berjalan, ratusan bahkan miliaran uang melekat di tubuhnya. Apa kau tidak penasaran dari mana dia mendapatkan semua barang mahal tersebut?"
"Tidak."
"Hah?"
Junio dan Patricia kompak melongo. Gadis ini ... apakah buta?
"Punya banyak barang apa gunanya kalau tidak bekerja. Ayahku dulu pernah bilang kalau laki-laki hebat itu adalah yang tak pernah melewatkan waktu hanya untuk berleha-leha saja. Pergi pagi pulang petang. Itu baru orang kaya namanya," ucap Elil memberitahu orang tua Cio definisi pria kaya versi dirinya.
"Sayang, kau yakin akan tetap menikahkan Elil dengan Cio? Aku khawatir kejiwaan putra kita terguncang jika punya istri yang bahkan tidak bisa melihat kekayaan milik suaminya sendiri. Cio pasti merasa dirinya adalah seorang pecundang," bisik Junio antara ingin menangis dan juga takut.
"Diamlah dulu. Aku juga sedang menimang keputusanku setelah melihat bagaimana cara Elil menilai kehidupan glamor putra kita. Sungguh, baru kali ini aku bertemu wanita yang tidak tertarik pada Cio. Apa kurangnya anak itu coba?" sahut Patricia tak kalah risau dari Junio. Dia yang ngotot ingin menikahkan mereka, sekarang dia juga yang ketakutan. Masa depan putranya sedang diujung tanduk. Maju salah, mundur juga salah.
"Putra kita tidak kurang apapun. Gadis ini saja yang bodoh. Bisa-bisanya dia ragu menjadi istrinya Cio. Apa dia tak waras?"
"Hilang keperawanan saja tak dia hiraukan, apalagi menikah dengan Cio. Kataku sih Elil ini bukan lagi tak waras, tapi gila permanen."
Melihat ayah dan ibunya Cio malah asik berbisik-bisik, Elil memutuskan untuk melamun saja. Sahabatnya sudah menikah dan sekarang dia tidak diijinkan bekerja.
"Jenuh sekali. Apa aku lapor polisi saja ya supaya dibantu keluar dari sini?"
"Kau bilang apa?" Junio merespon ucapan Elil.
"Paman, aku ingin pergi dari sini. Aku tidak mau menikah dengan Cio. Aku ingin kembali bekerja," rengek Elil dengan mata berkaca-kaca.
"T-tidak mau menikah dengan Cio? Tapi kalian sudah tidur bersama. Apa kau lupa?"
"Cuma tidur saja kok. Kami tidak melakukan apa-apa sampai harus menikah. Boleh ya?"
Sunyi. Ruangan tersebut berubah sesunyi kuburan saat Elil menyebut tidak melakukan apa-apa saat tidur bersama Cio. Dia seolah melupakan fakta tentang dirinya yang kesulitan berjalan saat bangun tidur.
"Aku tidak punya ponsel. Boleh pinjam ponsel kalian untuk menelpon Ilona tidak? Siapa tahu kalau dia yang bicara pada Cio, aku akan diijinkan pulang ke kontrakan. Aku ini yatim piatu Paman, Bibi. Tidak ada yang menjamin masa depanku kalau bukan aku sendiri. Tolong bantu aku keluar dari sini ya? Aku janji nanti akan mengajak kalian makan malam di warung soto langgananku dengan Ilona. Ya?"
Ada perasaan terenyuh di hati Patricia melihat Elil memohon agar diijinkan pergi. Setengah hatinya menolak, tapi setengah hatinya lagi merasa tak tega. Gadis ini benar-benar sangat polos. Entah setan mana yang telah merasuki pikiran Cio sehingga tega merenggut kesuciannya. Dan yang lebih memperihatinkan lagi, Elil sama sekali tak sadar akan apa yang telah diperbuat oleh Cio. Dia tak tahu kalau dirinya sudah tak suci lagi.
"Mau Bibi antarkan pulang tidak? Cio bisa marah kalau tahu kau pulang sendirian," ucap Patricia memutuskan untuk menurunkan ego. Biarlah. Dia masih bisa memantau meski Elil tak lagi tinggal seatap dengan putranya.
"Jadi aku boleh pulang?" pekik Elil kegirangan.
"Boleh,"
"Wahhh, terima kasih banyak ya, Bi. Bibi sangat baik. Aku yakin bukan Bibi yang menurunkan sikap buruk pada Cio. Pasti orang lain,"
Junio? Dia sangat terkesima akan keberanian Elil yang secara tidak langsung menyebut kalau darinyalah sikap buruk Cio diturunkan. Junio lalu terpikir untuk menjadikan gadis ini sebagai koleksi patung manekin.
Pletakk
"Ku bunuh kau kalau berani macam-macam padanya!" ancam Patricia sambil memelototkan mata. Dia tahu benar rencana busuk apa yang ingin dilakukan oleh suaminya.
***
cio bukan pengangguran 😀
tapi sayang banyak cerita yg belum selesai
Namun meski begitu aku selalu setia dgn karya2 nya....