GURUKU ADALAH CINTAKU, BIDADARI HATIKU, DAN CINTA PERTAMAKU.
******
"Anda mau kan jadi pacar saya?" Seorang pria muda berjongkok, menekuk satu kakinya ke belakang. Dia membawa sekuntum mawar, meraih tangan wanita di hadapannya.
Wanita itu, ehm Gurunya di sekolah hanya diam mematung, terkejut melihat pengungkapan cinta dari muridnya yang terkenal sebagai anak dari pemilik sekolah tempatnya bekerja, juga anak paling populer di sekolah dan di sukai banyak wanita. Pria di hadapannya ini adalah pria dingin, tidak punya teman dan pacar tapi tiba-tiba mengungkapkan cintanya ... sungguh mengejutkan.
"Saya suka sama anda, Bu. Anda mau kan menerima cinta saya?" lagi pria muda itu.
"Tapi saya gurumu, Kae. Saya sudah tua, apa kamu nggak malu punya pacar seperti saya?"
Sang pria pun berdiri, menatap tajam kearah wanita dewasa di hadapannya. "Apa perlu saya belikan anda satu buah pesawat agar anda menerima cinta saya? saya serius Bu, saya tidak main-main,"
"Tapi..."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Grace caroline, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 15. Melakukan PDKT
Bel pulang sekolah sudah berdentang. Kaesang melangkah santai di lorong, siap menuju parkiran. Tiba-tiba, suara Rudi memanggilnya dari belakang. Rudi berlari kecil, mengejar Kaesang.
"Kae, hhh, capek gue. Lo jalan cepet banget sih," keluh Rudi, sambil menarik napas panjang, ngos-ngosan. Kaesang menoleh dan menatap Rudi heran.
"Kenapa? gue mau balik," jawab Kaesang santai.
Napas Rudi tersengal-sengal, langkah kakinya tampak berat, seakan lari bukanlah aktivitas yang mudah baginya.
"Lo nggak mau main ke rumah gue? ehm rumah nenek gue? disana Lo bisa ketemu Bu Tyas. Rumahnya nggak jauh dari rumah nenek gue, cuma terbatas serumah aja," tiba-tiba Rudi mengajak Kaesang ke rumahnya, dengan alasan bisa bertemu dengan Tyas.
Hmm??
"Kenapa harus ketemu? gue nggak ada mau ketemu sama Bu Tyas tuh," elak Kaesang, berusaha menyembunyikan rasa gugupnya.
Padahal, rasa penasarannya terhadap Tyas membuncah, dan keinginan untuk mengunjungi rumahnya begitu kuat. Namun, saat berdiri di depan pintu, keberaniannya sirna.
Rumah sederhana itu, di dalamnya bersemayam kedua orang tua Tyas. Kaesang tak berani menghadapi mereka secara langsung. Alasan apa yang pantas untuk ia sampaikan? Otaknya buntu, tak kunjung menemukan alasan yang tepat.
"Halah, Lo nggak usah bohong deh, Lo suka kan sama Bu Tyas? ngaku Lo! dari mata Lo aja dah kelihatan kalo Lo itu suka sama Bu Tyas. Di kantin tadi loh udah ngungkapin semuanya." Entah Rudi dapat kata-kata itu dari mana dan bagaimana dia mengucapkannya.
Tapi Rudi melontarkannya dengan begitu lantang. Kaesang langsung menutup mulut Rudi dengan tangannya, takut ucapannya terdengar orang lain, terutama Tyas.
Sstt!
"Gil4 Lo, kalau sampai ada yang denger gimana?! bisa h4bis gue!" Kaesang perlahan melepaskan tangannya dari mulut Rudi. Rudi masih cengar-cengir menatap Kaesang, kayak ngeledek gitu.
Rudi, dengan sedikit berbisik, menyikut lengan Kaesang. "Ciee, ehemmm. Bagi PJ nya nanti kalo dah jadian ya," Rudi terus menggoda Kaesang, Kaesang pun menoleh kearah Rudi dan menatapnya tajam.
"Sekali lagi Lo ngomong gue cemplungin Lo ke kolam buaya!" ancam Kaesang, suaranya berdesis tajam. Matanya masih tertuju pada Rudi, jari telunjuknya terangkat, berhenti tepat di depan wajah Rudi.
Rudi meraih jari telunjuk Kaesang yang ada di depan wajahnya. Jari itu halus dan putih, lembut seperti sutra. Bersih tanpa cela, berbeda jauh dengan jarinya yang kasar dan penuh noda. Dia mengelus jari itu dengan lembut, seolah tak percaya dengan kehalusannya.
"Ini jari atau kapas ya? alus bener, tangan gue kalah nih dari tangan Lo. Haduh, orang kaya mah beda ya, bening-bening." Rudi malah memuji Kaesang. Dia mengusap-usap tangan Kaesang dan Kaesang yang merasa geli, segera menarik tangannya dan tertawa kecil.
"Apaan sih Lo, geli gue!" seru Kaesang, sambil mengerutkan hidung.
Rudi mencondongkan tubuh, mendekatkan wajahnya ke telinga Kaesang, dan berbisik pelan,
"Kalau Lo emang suka sama Bu Tyas ya langsung gas aja lah. Temb4k Bu Tyas dan ajak dia ngedate. Dulu sewaktu gue liburan dan tinggal di rumah nenek gue, gue sering banget lihat Bu Tyas itu keluar sama cowok. Ganteng gitu gue lihat, orangnya tinggi dan matanya sipit ...
Bu Tyas saat itu kayak bahagia banget sama cowok itu tapi nggak lama setelah itu gue udah nggak pernah lagi lihat tuh cowok datang ke rumah Bu Tyas dan Bu Tyas pun juga nggak pernah keluar rumah ...
Apa mungkin dia udah putus dari pacarnya ya? Kalau gue nggak salah inget sih muka tuh cowok hampir mirip sama muka bokap lo, Pak Indra. Cuma ya ada sedikit perbedaan ...
Tuh cowok ada sedikit lebih muda, kalau Pak Indra sih ... hehe tuwir. Eh, dewasa maksudnya," bener-bener nggak jelas Rudi ini. Dia punya selera humor yang tinggi, dan bareng dia, Kaesang nggak berhenti ketawa.
Tapi cerita Rudi tentang cowok yang datang ke rumah Tyas bikin Kaesang penasaran. Dari semua yang Rudi ceritakan, terutama ciri-ciri fisiknya, Kaesang seperti mengenal seseorang yang memiliki ciri fisik yang sama. Tapi nggak mungkin banget kalau orang itu pacar Bu Tyas, atau mungkin mantan pacarnya.
"Bokap gue mah emang udah tua kali. Nggak usah pakai ragu segala Lo, emang udah tuwir bokap gue itu." kata Kaesang.
Rudi kembali bersuara, wajahnya serius tapi dihiasi senyum tipis yang membuatnya tampak sedikit lucu. Dia mengajak Kaesang untuk berjalan bersama menuju ke parkiran.
"Eh, Kae, kalau saran gue ini ya lebih baik lu segera nyatain perasaan lo ke Bu Tyas dan ajak dia pacaran. Jangan lama-lama nanti keburu Bu Tyas pacaran sama orang lain. Nanti lu nyesel lagi kalau udah lihat Bu Tyas digandeng cowok lain." Hmm, benar juga.
Kalau memang dia suka sama Tyas, lebih baik dia jujur saja mengungkapkan perasaannya dan mengajak Tyas pacaran. Walaupun Tyas gurunya, tapi kalau memang dia suka, ya nggak ada salahnya dicoba.
Sepertinya perasaan ini beneran serius, bukan main-main. Selain Dia merasa jika Tyas adalah teman masa kecilnya, dia juga tertarik sama Tyas. Mungkin dia bisa coba deketin Tyas dulu, kenali lebih dalam perasaannya, baru deh dia bisa mengungkapkan perasaannya kepada Tyas.
"Gampang itu. Nanti gue urus." sahut Kaesang.
Rudi dan Kaesang sampai di parkiran. Rudi langsung menuju motor kesayangannya, sementara Kaesang melangkah ke arah Lamborghini putihnya. Hari ini, dia tidak memarkirkan mobilnya di parkiran khususnya seperti biasa, karena tadi pagi saat dia datang, dia sangat buru-buru, waktu sudah sangat mepet saat itu.
Begitu sampai di mobil, Kaesang mendapati Tyas sudah berdiri di sampingnya. Senyum mengembang di wajah Kaesang, dia menghampiri Tyas.
"Bu, udah mau pulang?" tanya Kaesang, senyumnya merekah saat dia sampai di depan Tyas.
Tyas mengangguk, senyum tipis menghiasi bibirnya. Entah kenapa, belakangan ini dia selalu merasa kikuk di dekat Kaesang. Jantungnya berdebar tak menentu, seperti burung yang terkurung dalam sangkar dada.
"Iya, ehm motor saya tadi ada di bengkel mana? Saya mau ambil sekarang." Tyas sepertinya sudah tak sabar untuk melaju pulang dengan motornya.
Tapi Kaesang yang sudah mengurus motor itu dan mengantarkannya langsung ke rumah Tyas, ingin mengajak Tyas pulang bareng. Naik mobilnya, tentu saja.
"Ibu nggak usah khawatir, motor Ibu sudah saya urus dan sudah saya antarkan ke rumah ibu. Sekarang Bu Tyas bareng saya saja pulangnya. Nanti saya bakal anterin Ibu sampai rumah." Baik sekali Kaesang ini, selain dia ingin melakukan PDKT dengan Tyas dan menyelami perasaannya, dia juga ingin membantu Tyas.
Sifat baik dan suka menolongnya memang sudah melekat padanya.
Kaesang segera membukakan pintu mobil untuk Tyas dan memintanya untuk masuk. Tyas mengangguk dan masuk ke dalam mobil. Kaesang pun menyusul, bergeser ke kursi pengemudi.
"Saya benar-benar enggak enak loh sama kamu. Kamu sudah nolongin Saya dan bawa motor saya ke bengkel. Bahkan Udah nganterin langsung ke rumah saya. Makasih banyak ya, Kae." Senyum Tyas merekah, matanya beralih ke arah Kaesang.
Entah sengaja atau tidak tapi jantungnya berdetak kencang saat menatap manik mata Kaesang. Begitu pula dengan Kaesang, jantungnya berdebar tak menentu.
Kaesang mendekat ke Tyas, tangannya menjangkau untuk memasangkan Tyas sabuk pengaman. Tubuh mereka bersentvhan, dan debaran jantung keduanya berpacu kencang. Tatapan mereka bertemu, terpaku dalam diam.
Napas mereka beradu, panas dan gugup. Wajah Tyas dan Kaesang memerah, tersipu malu. Setelah memasangkan sabuk pengaman Tyas, Kaesang sedikit menjauh dan memasang sabuk pengamannya sendiri.
"Ibu nggak usah terima kasih. Saya melakukan apa yang seharusnya dilakukan. Saya cuma ingin membantu saja." ucap Kaesang, sedikit kikuk. Setelahnya, dia langsung tancap gas, melajukan mobilnya meninggalkan gedung sekolah, mengantarkan Tyas pulang ke rumahnya.
Mobil Kaesang berhenti tepat di depan pagar kayu rumah Tyas. Tyas turun, melambaikan tangan pada Kaesang yang masih duduk di dalam mobil. "Hati-hati, Kae!" teriak Tyas sambil tersenyum.
Kaesang membalas lambaian tangannya dan segera melajukan mobilnya, meninggalkan Tyas di depan rumahnya.
Begitu mobil Kaesang menghilang di tikungan, Tyas berbalik dan berjalan menuju pintu rumahnya. Di sana, sebuah kotak merah dengan tali pink menyapa matanya. Ia berjongkok dan mengambil kotak itu, lalu membaca kartu nama yang tertempel di atasnya.
"Daniel ... buat apa dia mengirimiku kotak ini? apa isinya?" Tyas segera membuka pintu dan membawa kotak itu masuk.
Setibanya di dalam rumah, dia melihat ibunya sedang memasak di dapur yang lokasi dapur dari ruang tamu tidak terlalu jauh, sehingga Tyas bisa melihat ibunya di sana, sedang memasak.
Tyas melangkah menuju kamarnya, meletakkan kotak itu di atas ranjang. Ia lalu beranjak ke arah lemari, mencari baju santainya. Setelah berganti pakaian, ia kembali ke ranjang, matanya tertuju pada kotak yang tergeletak di sana.
Dengan perlahan, ia menarik pita yang mengikat kotak itu. Setelah pita terlepas, Tyas menarik penutup kotak dan membukanya.
Dan ketika kotak itu terbuka sepenuhnya, ternyata...
Bersambung ...