novel ini adlaah adaptasi dari kelanjutan novel waiting for you 1
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Uppa24, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
apa ini!!! aku tak percaya
Satu hal yang jelas: mereka yang biasa meremehkan keberadaan El Bara kini terjebak dalam kekuatan besar yang tak bisa mereka hindari.
Di luar aula, Elena sudah berada dalam mobil mewah yang menunggu di luar gedung pertemuan. Di dalamnya, suasana menjadi lebih santai, namun tak sedikit pun menutupi kegigihan dan strategi yang sudah dirancang dengan cermat.
"Saya sudah melakukannya," gumam Elena kepada dirinya sendiri, hampir tidak terdengar oleh sopir yang berada di depan. "Tinggal menunggu hasilnya."
Dengan mobil meluncur cepat menuju markas besar keluarga El Bara, hanya ada satu pertanyaan yang menggelayut di benak para kepala keluarga: Siapakah yang akan terguling dan kehilangan posisi mereka berikutnya?
~||~
Setelah mobil Elena meluncur cepat meninggalkan perjamuan, perjalanan menuju markas besar keluarga El Bara hanya memakan waktu beberapa menit. Begitu sampai, suasana markas yang luas dan megah langsung menyambutnya. Di dalam, sejumlah asisten sudah menunggu dengan laporan yang lengkap dan siap di tangan mereka.
Elena melangkah masuk ke dalam ruang rapat pribadi yang penuh dengan buku-buku dan dokumen-dokumen penting. Di ruang besar yang gelap dan tenang itu, Elena berdiri dengan tatapan tajam, menunggu para asisten yang segera membawa berkas-berkas itu satu per satu.
"Segera kumpulkan semua kasus yang telah terkumpul," perintah Elena dengan suara tenang namun penuh tekanan. "Beri saya semua informasi yang kalian punya tentang keluarga-keluarga dari peringkat dua hingga peringkat tiga puluh empat . Saya ingin semua bukti tentang penyimpangan mereka, kesalahan mereka, dan semua yang dapat menekan mereka untuk tunduk pada keputusan saya nanti."
Para asisten mengangguk dengan sigap dan mulai membuka tumpukan berkas di meja panjang yang ada di hadapan Elena. Berbagai informasi mengenai keluarga-keluarga yang ada di lingkaran itu mulai terungkap—penyalahgunaan kekuasaan, korupsi, dan kedekatan mereka dengan berbagai pihak yang tak seharusnya.
Elena duduk di kursi besar, menatap berkas-berkas yang terhampar di depan matanya. Ia tahu, dengan semua informasi yang ada, ia akan bisa menekan setiap kepala keluarga yang selama ini merasa aman dan bebas. Mereka semua kini tak punya tempat untuk bersembunyi.
"Tunggu instruksi saya," bisiknya kepada para asisten yang sedang bekerja dengan cepat. "Semua bukti ini akan dibawa ke rapat nanti, dan tidak ada yang akan lolos dari pertanggungjawaban mereka."
Di ruang rapat utama, suasana mulai tegang. Setiap kepala keluarga yang hadir, yang sebelumnya merasa dilindungi oleh status mereka, kini mulai merasakan tekanan yang luar biasa. Mereka tak tahu persis apa yang telah dipersiapkan oleh Elena, tetapi yang jelas, tidak ada yang berani menganggap enteng langkah besar yang baru saja diambil oleh keluarga El Bara.
Sementara itu, di aula perjamuan, suasana yang sebelumnya penuh ketegangan kini terasa semakin terpecah. Para tamu dan keluarga besar masih berbicara dengan suara berbisik-bisik tentang keputusan Elena yang baru saja diumumkan.
Aidan, yang merasa masih ada urusan yang belum selesai, segera mendekati Bagas yang sedang berdiri di sudut perjamuan. Wajah Aidan terlihat serius, penuh pertanyaan.
"Bagas," kata Aidan, suaranya berat dan sedikit cemas. "Aku baru mendengar tentang pengumumanmu sebagai calon menantu keluarga El Bara. Tapi, ada hal yang mengganggu pikiranku—ke mana Syafira? Aku ingat kalian mengadakan pernikahan tiga tahun yang lalu, namun sepertinya tidak ada yang mendengar kabarnya sejak itu."
Bagas yang mendengar pertanyaan tersebut, sempat terdiam sejenak. Senyum di wajahnya berubah menjadi lebih datar, seolah sedang menahan sesuatu yang penting.
"Syafira... memang sudah menghilang sejak tiga tahun lalu," jawab Bagas dengan nada rendah, mencoba menjaga ketenangannya meski ada keraguan dalam suaranya. "Kami telah mencarinya, tapi tidak ada jejak yang bisa ditemukan. Bahkan, kami sempat menganggapnya mati."
Aidan terkejut, matanya membelalak tak percaya. "Apa? Kau serius? Tidak ada kabar sama sekali tentangnya? Bagaimana bisa dia menghilang begitu saja tanpa meninggalkan jejak?"
Bagas menghela napas dalam-dalam. "Aku juga tidak mengerti, Aidan. Itu... sangat aneh, bukan? Tapi aku pastikan, setelah pernikahan itu, Syafira seolah menghilang dari kehidupan kami tanpa memberi alasan apapun."
Aidan terlihat ragu, perasaan terkejut dan bingung bergantian menghampirinya. "Ini... ini sangat mencurigakan, Bagas. Kau yakin ada yang benar-benar terjadi? Apa tidak ada yang aneh dengan hilangnya dia?"
Bagas menatap Aidan dengan tatapan serius. "Aku ingin mengerti juga, Aidan. Tetapi, pada akhirnya, kami hanya bisa menganggapnya sebagai kejadian yang tidak bisa dijelaskan. Semua yang kita tahu adalah, Syafira... tidak ada lagi."
Aidan mengangguk perlahan, tetapi dalam hatinya, banyak pertanyaan yang masih menggantung. "Jika dia memang menghilang, kenapa tidak ada yang mencari tahu lebih jauh? Apa ada yang tersembunyi di balik ini semua?"
Bagas menatapnya, seakan mengetahui pertanyaan yang akan dilontarkan berikutnya. "Aidan, kita sudah cukup jauh terlibat dengan masalah ini. Aku berharap kita bisa menemukan jawaban, tetapi untuk saat ini... aku hanya bisa memberimu fakta yang ada."
Di tengah ketegangan itu, suara-suara bisikan dan desas-desus mulai tersebar di kalangan para tamu yang hadir. Kejadian-kejadian yang lebih besar tampaknya akan segera terungkap. Aidan merasakan ketidakpastian yang menggelayut, menyadari bahwa perjalanan ini tidak akan berakhir dengan mudah.
Aidan terdiam, wajahnya memucat saat mendengar pernyataan Bagas. Hatinya terasa kosong seketika, seperti ada sesuatu yang tercabut. Ia berusaha untuk tetap tegar, namun dalam hatinya, kebingungan dan kesedihan mulai menguasai dirinya.
"Kau berbohong" tanya Aidan, suaranya bergetar. Ia berusaha menahan emosi yang muncul, tapi tatapannya yang kosong menunjukkan betapa terkejutnya dia. Tidak ada yang pernah memberi tahu dia bahwa Syafira menghilang begitu saja.
Bagas menarik napas dalam-dalam sebelum menjawab, menatap Aidan dengan serius. "Aku tahu ini berat, Aidan. Tapi kenyataannya, Syafira menghilang sekitar tiga tahun lalu, tak ada yang tahu di mana dia sekarang. Keluarganya beranggapan bahwa dia sudah meninggal, dan aku... aku hanya melakukan yang terbaik dengan apa yang ada."
Aidan menggenggam erat tangan kirinya, perasaan sesak semakin mendalam. Kenangan tentang Syafira mulai berputar dalam pikirannya, bayangan tentang wanita yang pernah dia cintai begitu dalam. Kenapa Syafira tidak memberitahunya apa pun? Mengapa dia pergi tanpa jejak?
"Jadi, dia benar-benar menghilang?" suara Aidan serak, matanya yang biasanya penuh rasa percaya diri kini dipenuhi keraguan dan kebingungannya. "Apa yang terjadi padanya, Bagas? Aku harus tahu."
Bagas menggelengkan kepala. "Aku benar-benar tidak tahu, Aidan. Kami semua berusaha mencarinya, tetapi sampai sekarang tidak ada petunjuk. Bahkan, kami harus menerima kenyataan bahwa Syafira mungkin memang telah pergi."
Aidan merasakan kepalanya berputar, rasa sakit itu mulai merayap ke setiap sudut tubuhnya. "Tiga tahun..." ucapnya perlahan, seolah kata-kata itu seperti luka yang sulit disembuhkan. "Kenapa dia tidak memberitahuku? Kenapa aku tidak tahu?"
Bagas melihat Aidan dengan tatapan penuh penyesalan. "Aku tahu betapa besar perasaanmu padanya, Aidan. Tapi itu bukanlah sesuatu yang bisa kita ubah sekarang. Semua yang bisa kita lakukan adalah menerima kenyataan dan melanjutkan hidup."
Namun, Aidan lagi-lagi tidak bisa begitu saja menerima kenyataan yang begitu tajam dan menyakitkan. Ia hanya berdiri di sana, merenung, tubuhnya terasa kaku dan tak berdaya. Bagaimana mungkin Syafira menghilang tanpa memberi penjelasan? Bagaimana bisa dia begitu saja meninggalkan hidupnya tanpa kabar?
"Kalau dia masih hidup... kalau aku menemukannya," gumam Aidan dalam hati, tanpa suara, berharap pada sesuatu yang tidak pasti.
Di luar percakapan itu, seluruh ruangan tampak begitu hening, hanya suara langkah kaki pelan yang terdengar di antara mereka.