Kiana hanya mencintai Dio selama sembilan tahun lamanya, sejak ia SMA. Ia bahkan rela menjalani pernikahan dengan cinta sepihak selama tiga tahun. Tetap disisi Dio ketika laki-laki itu selalu berlari kepada Rosa, masa lalunya.
Tapi nyatanya, kisah jatuh bangun mencintai sendirian itu akan menemui lelahnya juga.
Seperti hari itu, ketika Kiana yang sedang hamil muda merasakan morning sickness yang parah, meminta Dio untuk tetap di sisinya. Sayangnya, Dio tetap memprioritaskan Rosa. Sampai akhirnya, ketika laki-laki itu sibuk di apartemen Rosa, Kiana mengalami keguguran.
Bagi Kiana, langit sudah runtuh. Kehilangan bayi yang begitu dicintainya, menjadi satu tanda bahwa Dio tetaplah Dio, laki-laki yang tidak akan pernah dicapainya. Sekuat apapun bertahan. Oleh karena itu, Kiana menyerah dan mereka resmi bercerai.
Tapi itu hanya dua tahun setelah keduanya bercerai, ketika takdir mempertemukan mereka lagi. Dan kata pertama yang Dio ucapkan adalah,
"Kia, ayo kita menikah lagi."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Nana_Noona, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 10
"Dio berantem, Kia! Mukanya babak belur. Aku nggak tahu awalnya kenapa, tapi yang jelas Dio berantem sama orang terus loh ... loh ... he's gone, no ... they're gone. Dio sama cewek, shit! Rosa."
"Kita sudah sampai, nona."
Kiana terkejut dari lamunannya. Ia dengan cepat menyerahkan kartu debitnya, namun supir taksi online tersebut menolak. Sesaat, Kiana merasa heran. Laki-laki itu melepaskan seatbelt-nya dan menghadap kearah Kiana. Memandang sesaat untuk kemudian tersenyum.
Kiana tidak mengerti maksudnya. "Nggak mau dibayar?"
"Check your phone," titahnya.
Kiana menurut. Pada aplikasi taksi online yang dipesannya sudah ada chat dari supir 'sebenarnya'. Mata Kiana membulat. Laki-laki di depannya bukan Joko Selamet Riyadi dengan badan sedikit tambun berambut ikal. Ia laki-laki parlente dengan kemeja digulung sesiku, wajahnya ganteng, kulitnya putih, parfumnya bvlgari pour home yang sangat Kiana kenal karena sama dengan parfum milik Dio.
Ah ... kepala Kiana pusing.
Ia ceroboh.
"Sorry, aku kira tadi taksi online yang berhenti, kebetulan aku lagi buru-buru – "
"Nggak apa-apa. Tadi kayaknya buru-buru, 'kan?"
Kiana menepuk jidat. "Pokoknya thanks ya atas tumpangannya." Lalu memilih turun tanpa mengatakan apa-apa lagi.
"Kalau kita ketemu lagi, jangan lupa buat traktir gue untuk bayarannya."
Meski ragu, Kiana memilih mengangguk. Ia kemudian meninggalkan si supir taksi online gadungan yang tersenyum.
...^^^^...
Kiana tidak tahu kemana Dio dan Rosa pergi setelah terlibat perkelahian yang dimaksudkan Maura. Pun bila memang wajah Dio babak belur dan perlu ke rumah sakit, ia juga tidak tahu rumah sakit mana yang harus ditujunya. Sebab sejak tadi, nomor ponsel Dio tidak bisa dihubungi. Satu-satunya tempat yang ia tahu hanya kantor suaminya.
Siapa tahu, jiwa workaholic Dio akan membawanya kembali ke kantor meski wajahnya babak belur, 'kan?
Sudah dua jam Kiana berada di ruangan suaminya. Dua cangkir kopi telah tandas, namun tak ada tanda bahwa laki-laki itu akan memunculkan batang hidungnya. Di tempat ini pun, tak ada yang tahu kemana Dio menghilang. Sekretaris Dio bahkan harus meng-cancel rapat dengan beberapa tamu penting sebab Dio yang tidak bisa dihubungi sejak tadi.
Kiana terus memandang getir pada ponsel yang tergeletak tak berdaya di atas meja. Dio belum muncul dan kabar pun tak didengarnya. Sisa-sisa perkelahian yang mungkin melukai wajahnya menjadi satu titik yang Kiana khawatirkan. Tapi pada titik lain, keberadaan Rosa di sisinya justru ternyata lebih menyakitkan.
Ia tahu, Dio masih mencintai perempuan itu.
Tapi, ia baru tahu bahwa keduanya masih saling bertemu.
Tidak lazim, tentu saja. Pria yang menikah harus bersama mantan kekasihnya untuk kurun waktu yang lama. Seharusnya, Dio sadar ketidaklaziman itu.
"Kia?"
Kiana menoleh. Suara yang sejak tadi ditunggunya, menyapa telinga. Sosok itu berdiri di sana, sekitar jarak 5 meter dari tempatnya duduk. Pada wajahnya yang putih, ada warna merah kebiruan di pelipis dan tulang pipi. Disudut bibir, terdapat luka robek yang mulai sedikit membengkak.
Kiana membeku.
Kiana tersedu.
Ia merasakan perih dalam hatinya menyaksikan suami yang begitu digilainya terluka. Sebuah luka yang mungkin saja ada karena perempuan lain bernama Rosa. Satu-satunya wanita dan akan selalu menjadi satu-satunya.
"Hey, kenapa nangis?" Dio melangkah kearah Kiana. "Udah lama di sini?"
Kiana tidak menjawab. Ia justru menghambur ke dalam pelukan Dio, menangis di sana. Di perhatikannya setiap inch wajah suaminya. "Ini pasti sakit banget,'kan?"
Dio masih diam saja. Ia tentu saja terkejut mendapati Kiana ada di kantornya. Ini jam kantor dan Kiana tadi pamit untuk kunjungan bersama dengan ibunya.
"Kok di sini?"
"Kita ke rumah sakit, ya?"
"Kia ...."
"Ini nanti keburu bengkak kalau nggak dibawa ke rumah sakit."
"Kiana."
Kiana terdiam. Dilepaskannya pelukan tubuhnya pada Dio. "Kamu nggak ke rumah sakit tadi sama Rosa?"
Dio bisa melihat pandangan Kiana yang terluka. "Kamu tahu tadi aku ketemu Rosa?"
"Kamu tadi berantem sama siapa sampai begini? Kalau Ayah tahu, kamu pasti kena marah."
Dio diam. Ia memilih duduk. Diletakkannya plastik obat yang dibelinya saat menuju ke kantor tadi. Ia terlalu sibuk menenangkan Rosa hingga ia lupa bahwa dirinya pun dipenuhi luka.
"Kamu berantem sama siapa Dionata?" tanya Kiana menuntut. Perempuan itu memilih duduk di samping Dio. Ia memegang bahu Dio dan membuatnya menghadap kearahnya. Diusapnya pelan pipi Dio, luruh pula air mata Kiana.
"Hey, jangan nangis."
"Gimana bisa aku nggak nangis kalau muka kamu aja berantakan begini."
Kiana meraih plastik berisi obat oles, perban dan juga antibiotic. Dengan cekatan Kiana membersihkan luka-luka Dio, mengoleskan obat dan menutupnya dengan perban kecil pada bagian yang memiliki luka cukup dalam. Ia juga bergerak mengambil air mineral dan menyodorkan dua butir obat kearah Dio.
"Kamu nggak mau cerita sama aku?"
Dio masih membeku. Pandangan matanya yang terus menekuri lantai membuat Kiana semakin jengkel. Perempuan itu khawatir namun yang dikhawatirkannya justru tidak mengatakan apapun.
"Ya sudah kalau kamu nggak mau cerita sama aku."
Kiana hendak bangkit, namun tangan Dio menahannya. "Jenarka."
"Siapa?" Kiana meminta Dio mengulang.
"Jenarka Andaru."
Kiana diam. Ia sedang mengingat nama yang terasa familiar. Sebuah nama yang rasanya bisa diingat siapa saja karena ia seorang –
"Jenarka yang aktor itu? Kamu berantem sama selebritis? Tapi kenapa?"
Kiana tidak habis pikir. Dio yang tidak mudah terpancing emosi juga memiliki ekspresi datar dan dingin, tiba-tiba melakukan kontak fisik di muka umum hingga wajahnya sendiri babak belur.
"Pasti sekarang udah rame," gumam Kiana. Ia dengan cepat memeriksa laman instagramnya dan benar saja, kejadian Dio dan Jenarka yang baku hantam di kafe pagi ini sudah menyebar luas di internet. Kiana memijit dahinya pening.
"Dia selingkuhin Rosa, bahkan dia juga memukul Rosa," jawab Dio datar.
Telinga Kiana mendengar jawaban Dio, namun matanya masih setia di depan laman instagram yang menampilkan bagaimana Dio menggenggam tangan Rosa erat, membelanya, bahkan rela menjadikan dirinya sendiri penuh luka. Kiana melihat itu dengan seluruh hatinya yang turut remuk.
Hatinya mencicit, bertanya pelan, bisakah Dio juga melakukan hal yang sama untuk membelanya?
Kiana menggeleng, merasa mustahil.
"Aku sudah minta Pak Bamby untuk urus langsung supaya berita ini bisa take down secepatnya."
Kiana masih membisu. Ia hanya memandangi wajah Dio untuk beberapa saat.
"Sebesar itu perasaan kamu untuk Rosa, ya."
Mereka berdua diam. Saling memandang dengan deru rasa yang berbeda. Kiana yang dipenuhi sedih mendapati perjalanan cinta miliknya yang terasa pahit. Sehingga ketika ia mencoba terbiasa sekalipun, pahitnya masih belum bisa ia atasi. Sedangkan Dio, ia dipenuhi dengan rasa bersalah pada Kiana, separuh lainnya dipenuhi bayangan Rosa yang mungkin sekarang sedang meringkuk dengan obat-obat yang sama.
...^^^...
Benny Tjipto Dierja adalah sosok pengusaha sukses yang terkenal dengan keramahannya. Namun itu hanyalah gambaran yang dilihat orang banyak di luar rumah. Di dalam rumahnya, bagi ketiga anaknya –Kaivan Dierja, Nadhisa Dierja, Dionata Dierja– Benny adalah sosok ayah yang cukup menyeramkan. Mereka digembleng sedemikian rupa agar menjadi sosok 'berhasil' dalam hidup masing-masing.
Ia memang tidak pernah memaksa anak-anaknya untuk masuk ke dalam dunia bisnis. Ia membebaskan mereka menekuni bakat yang ingin mereka kembangkan. Walau akhirnya, ketiganya tetap terjun kedalam bidang yang sama. Meski hanya Dio, yang memilih merintis perusahaannya sendiri.
Benny yang tegas dan menyeramkan itu kini sudah duduk di hadapan Dio dengan bersedekap dada. Ditatapnya sang putra bungsu dengan helaan napas berat. Ia tahu beritanya tadi pagi lewat sekretarisnya untuk kemudian memberikan perintah pada bawahannya untuk segera melenyapkan berita tersebut. Pihaknya pun langsung mendatangi pihak Jenarka dan berdamai secara kekeluargaan.
"Ayah tahu, saksi-saksi bilang kalau bukan kamu yang memulai. Tapi Dionata, ini bukan lagi urusan kamu atas permasalahan asmara Rosa dan Jenarka."
Dio masih diam. Ia menundukkan pandangan matanya pada ujung meja dan gelas teh yang tadi Kiana hidangkan. Perempuan itu mungkin masih sesekali menangis sekarang. Mengingat tadi dapat Dio lihat bahwa matanya yang sembap sedikit membengkak.
"Kiana tahu kamu ketemu lagi sama Rosa?" selidik ayahnya.
Dio masih saja diam.
"Jawab Dionata!" bentak ayahnya. Sesaat Dio terkejut, namun kini mata mereka bersitatap.
"Aku nggak sengaja ketemu Rosa," dalih Dio.
"Ayah nggak mau dengar lagi kamu ketemu sama Rosa. Bagaimanapun, sejak dulu, ayah dan eyang nggak suka kamu berhubungan sama Rosa!"
"Tapi bukannya nggak adil kalau ayah benci sama dia hanya karena orang tuanya Rosa mengakuisisi salah satu anak perusahaan ayah!" jawab Dio meninggi. "Rosa nggak salah apa-apa. Dia nggak tahu apa-apa."
"Kamu lupa, kalau kamu sudah menikah?"
Dio tertohok.
"Kiana itu istri kamu dan Rosa bukan siapa-siapa. Jangan sampai, kebodohan kamu itu membuat perusahaan ayah dan perusahaan kamu sendiri terkena dampaknya."
Benny bangkit.
"Tapi aku sayang sama Rosa," jawab Dio dengan nada tinggi. Ditatapnya sang ayah dengan perasaan marah. "Aku sayang sama Rosa," ulang Dio tegas.
Benny menghiraukan ucapan putra bungsunya. Ia memilih meninggalkan kediaman Dio dengan perasaan jengkel. Kedatangannya malam ini tentu untuk membahas kejadian pagi ini. Tapi siapa sangka justru menyeret masa lalu putranya yang sangat ia tentang saat itu.
Dio bergeming sepeninggal ayahnya. Perasaannya yang bercampur baur membuat kepalanya berdenyut nyeri. Ia memutuskan untuk masuk ke dalam kamarnya tepat ketika netranya berhenti pada sosok Kiana. Ia berdiri tak jauh dari tangga, menatapnya dengan perasaan terluka.
Dio menghela napas. Ia selalu merasa bersalah setiap kali melihat Kiana. Kesalahannya sejak awal sebab menyeret Kiana demi memenuhi egonya sendiri. Namun, sudah kepalang tanggung, kembali ke masa lalu pun adalah hal mustahil.
"Kia ...."
Dio tercekat suaranya sendiri. Tubuh perempuan itu masih mematung bahkan saat Dio menghampirinya.
"Kamu dengar semuanya?"
"Iya, aku dengar semuanya. Lantas kenapa? Aku sudah tahu semuanya dari lama. Kamu sayang sama Rosa dan masih berusaha ketemu dia. Itu bukan urusanku, Dio. Urusanku cuma 'aku sayang sama kamu' that's enough. Bagaimana perasaanmu kepadaku, itu di luar kuasaku."
Kiana tersenyum untuk kemudian berbalik dan naik ke kamarnya. Dalam langkahnya yang terasa pasti itu, hatinya bergemuruh. Sedu yang ditahan, lara yang meremang, Kiana tahu ia sedalam itu terluka.
Lantas suaranya pada Dio kembali terngiang,'Bagaimana perasaanmu padaku, itu di luar kuasaku'.
Dan ternyata kata itu bisa begitu menyakitkan.
^^^^^
Jangan lupa klik like dan komentar yaaa
bagus banget recommended