Dulu, nilai-nilai Chira sering berada di peringkat terakhir.
Namun, suatu hari, Chira berhasil menyapu bersih semua peringkat pertama.
Orang-orang berkata:
"Nilai Chira yang sekarang masih terlalu rendah untuk menunjukkan betapa hebatnya dia."
Dia adalah mesin pengerjaan soal tanpa perasaan.
Shen Zul, yang biasanya selalu mendominasi di Kota Lin, merasa sedikit frustrasi karena Chira pernah berkata:
"Kakak ini adalah gadis yang tidak akan pernah bisa kau kejar."
Di reuni sekolah beberapa waktu kemudian, seseorang yang nekat bertanya pada Shen Zul setelah mabuk:
"Ipan, apakah kau jatuh cinta pada Chira pada pandangan pertama, atau karena waktu yang membuatmu jatuh hati?"
Shen Zul hanya tersenyum tanpa menjawab. Namun, pikirannya tiba-tiba melayang ke momen pertama kali Chira membuatkan koktail untuknya. Di tengah dentuman musik yang memekakkan telinga, entah kenapa dia mengatakan sesuatu yang Chira tidak bisa dengar dengan jelas:
"Setelah minum minumanmu, aku milikmu."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Pria Bernada, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bokapnya Pengacara Hebat
Penulis:njir keren banget lah bokapnya Chira (sang pengacara)pake bahasa gua elu lagi anjir di depan umum wkwkwkwk.
"Mereka bilang siapa yang curang? Chira?" tanya guru pendamping dengan muka bingung.
"Kayaknya sih gitu, Bos bilang kalo kakaknya Rara udah pindah ke sekolah ini," jawab cowok itu sambil garuk-garuk kepala.
Guru pendamping cuma diem.
Di sisi lain, suasana di aula makin kacau. Kepala Sekolah Dasar udah marah banget sampe gak bisa ngomong, eh tiba-tiba dia dapet telepon penting dari kepala sekolah, yang langsung minta dia buat datang.
Dia buru-buru cabut.
Sementara itu, di kantor kepala sekolah, kepala sekolah SMA Lin City lagi ngelap keringet di dahinya.
Pas Kepala Sekolah Dasar dateng dan ngeliat Chira sama cowok yang berdiri di sampingnya, dia agak kaget.
Cowok itu pake setelan jas hitam yang rapi, dasi cokelat kemerahan, dan jam tangan berlapis berlian yang keliatan elegan banget. Wajahnya keliatan tegas, hidungnya mancung, dan badannya ngeluarin aroma cologne yang lembut, bener-bener sosok cowok dewasa penuh karisma.
Kepala Sekolah Dasar ngerasa kayak pernah liat muka cowok ini, tapi gak inget di mana.
Kepala sekolah berdehem, "Oke, semuanya udah hadir, mari kita mulai."
Cowok itu ngenalin diri sambil ngasih kartu namanya ke Kepala Sekolah Dasar, "Perkenalkan, saya Nanda, bokapnya Chira, seorang pengacara. Ini kartu nama saya."
Pandangan Kepala Sekolah Dasar tertuju ke kartu nama hitam itu, dan seketika tatapannya berubah.
Pantesan cowok ini kayak familiar. Dia itu pengacara paling terkenal di Lin City, jarang banget kalah di kasus yang dia tangani, dan jadi penasihat hukum buat banyak perusahaan gede di kota ini.
Kepala Sekolah Dasar mulai gugup. Belum sempet dia ngomong, Nanda lanjut, "Soal tuduhan curang terhadap anak saya, Chira, gue udah nyelidikin. Gue juga udah liat rekaman CCTV. Maaf kalo gue blak-blakan, tapi cuma ngandelin rekaman CCTV buat mutusin kalo anak gue bersalah itu tindakan yang gegabah dari pihak sekolah."
"Lalu gimana soal rekaman CCTV itu?" jawab Kepala Sekolah Dasar. "Gue ngerti Anda sayang sama anak lo, Pak Nanda, tapi lo pasti tahu gimana nilai-nilai anak lo sebelumnya. Apa lo yakin nilai ujian kali ini emang mencerminkan kemampuan dia yang sebenarnya?"
Nanda liat ke arah Chira yang diem aja, terus dia senyum, "Memang bener nilai anak gue dulu gak terlalu bagus, tapi apa itu berarti dia otomatis curang pas ujian kali ini?"
"Gue denger pas ujian anak gue duduk di depan siswa unggulan, bener?" Pengacara terkenal dari Lin City ini gak ragu-ragu ngomong. "Tapi yang gue tau, siswa unggulan itu kerabat lo, Pak Kepala Sekolah Dasar. Dan nilai ujiannya kali ini lebih rendah beberapa puluh poin dari anak gue. Pernah gak lo liat orang yang nyontek tapi nilainya malah lebih tinggi dari yang dicontek?"
"Lo—" Kepala Sekolah Dasar kehabisan kata-kata, terpojok.
"Lagian, gue punya beberapa dokumen di sini, yang gue harap bisa diliat sama kepala sekolah dan Kepala Sekolah Dasar," kata Nanda sambil ngeluarin dokumen dari tas kerjanya.
"Kemarin gue sempet main ke sekolah lama anak gue, SMA Afiliasi Nan Shi. Ini daftar penghargaan yang pernah anak gue raih di berbagai kompetisi."
Kepala Sekolah Dasar liat sekilas dan langsung nyadar kalo hampir semua penghargaan di berbagai kompetisi, kayak fisika dan matematika, namanya Chira itu mencolok banget.
Situasi jadi canggung parah.
Muka Kepala Sekolah Dasar tampak gak enak, dan kepala sekolah pun gak lebih baik dari itu.
"Mengingat nama baik dan mental anak gue yang udah rusak gara-gara masalah ini, gue harap sekolah bisa segera ngasih solusi yang pas. Kalo enggak, gue bakal pertimbangin buat ambil jalur hukum.
Ini artinya mereka beneran mau nuntut sekolah.
Kalo sampai beredar kalo SMA Lin City udah fitnah muridnya sendiri soal nyontek, reputasi sekolah bisa hancur. Bahkan kepala sekolah bisa-bisa dipecat.
Apalagi, bokap murid itu pengacara terbaik di Lin City. Sekolah udah salah dari awal, dan kalo sampai ke pengadilan, SMA Lin City bakal jadi bahan ketawaan.
"Pak Nanda, ini pasti cuma salah paham. Sekolah kami pasti bakal nyelidikin dan ngasih penjelasan yang memuaskan," akhirnya kata kepala sekolah.
"Kepala sekolah, omongan doang gak cukup," kata Pak Nanda, keliatan jelas kalo dia bukan orang yang gampang dibujuk. "Sekarang, semua guru dan murid anggap anak saya curang. Sebelum lo tau kebenarannya, lo udah nyebarin pengumuman. Itu beneran sikap seorang pendidik?"
Kalimat itu bener-bener nyindir Kepala Sekolah Dasar, ngasih kode kalo dia gak layak jadi pendidik.
Pengacara top di Lin City emang gak main-main kalo udah soal debat.
Kepala sekolah cuma diem. Kalo dia berusaha nutupin masalah ini, posisinya sebagai kepala sekolah pasti goyang.
Sebagai pengacara, Pak Nanda bukan cuma jago ngomong, tapi juga punya banyak koneksi.
"Jadi, apa yang Anda mau?"
Pertanyaan itu bener-bener tepat. Nanda nengok ke Chira, putrinya, yang dari tadi diem aja.
"Sederhana, adain pertemuan semua guru dan murid. Gue mau permintaan maaf secara terbuka," kata Nanda tegas.
Muka Kepala Sekolah Dasar langsung merah, entah karena malu atau kesel. "Bukannya itu bakal merusak reputasi sekolah?"
Gimana mungkin dia, kepala sekolah, harus minta maaf sama murid di depan semua guru dan murid? Harga dirinya beneran keganggu.
"Pak, waktu lo nyebarin pemberitahuan dan ngukum gue tanpa bukti, apa lo mikirin reputasi gue?" tanya Chira.
Kepala Sekolah Dasar diem aja, ngerasa ketakutan. Seolah-olah Chira udah nyiapin segalanya dari awal. Gimanapun juga, dia gak bakal kalah dalam situasi ini.
Keluar dari kantor kepala sekolah, Chira dan bokapnya turun tangga dalam keheningan.
"Rara, kamu mau pulang dan tinggal di rumah?" Nanda akhirnya ngomong.
Chira diem sebentar, terus jawab, "Rumahmu itu, emang rumahku?" Nanda cuma bisa diem, sadar betapa sedikitnya dia tau soal anaknya sendiri.
Bahkan buat tau nilai-nilai Chira, dia harus datengin sekolah lamanya.
Entah sejak kapan, hubungan mereka jadi sedingin ini.
"Kamu tinggal sendirian di luar, aku gak tenang."
"Kalo lo bener-bener khawatir, suruh aja istri lo keluar. Gue bakal pulang."
"Rara." Nanda berkerut alis.
Chira malah senyum, "Kalo lo punya waktu, mending lo habisin sama putri kecil lo."
Dia, anak yang ditinggal sama ibu kandungnya, mana punya rumah yang bener-bener buat dia?
Setelah ngomong gitu, Chira pergi dengan langkah ringan, ninggalin bokapnya yang cuma bisa ngeluh, sadar kalo dia gagal jadi seorang ayah.
Pemberontakan Chira udah dimulai sejak ibunya meninggal.
Bertahun-tahun, dia berusaha ngejauh. Nanda tentu bisa ngeliat, bahkan Chira rela pindah ke selatan buat sekolah, cuma biar gak ketemu dia. Sekarang dia balik, tapi kalo terus didesak, dia bakal makin jauh.
Chira terus jalan, tapi hatinya gak setenang yang dia tampilin.
Begitu lama dia nahan dendam.
Buat apa, sebenernya?
Dia juga gak tau.
Yang dia tau, dia gak bisa maafin mereka.