BY : GULOJOWO NOVEL KE-7 😘
"Menikahlah dengan ku, aku pastikan ayah mu bisa melihat lagi."
Gluk!
"Dan jika kamu bisa membangunkan milik ku, maka aku akan memberikan apapun yang kamu inginkan."
Gluk!
Lagi-lagi Kirana, gadis yang akrab dengan panggilan Kiran itu menelan ludahnya berkali-kali saat mendengar ucapan dari bosnya yang menurut rumor yang beredar di kantor tempatnya bekerja, bosnya itu mengidap impoten.
Apakah Kirana akan menerima tawaran bosnya itu dengan iming-iming yang dijanjikan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon GuloJowo, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PART 22
"Ya ampun...." Kirana baru saja terbangun dari tidurnya dan waktu sudah menunjukkan pukul setengah enam pagi. Kirana buru-buru beranjak dari tempat tidur dan langsung menuju ke dapur untuk memasak nasi. Namun sepertinya pagi ini dirinya tidak sempat untuk memasak sayur dan lauknya.
Tin.. Tin..
Baru juga Kirana mencolokkan kabel magic com ke stop kontak yang menempel di dinding rumahnya, bunyi klakson sudah terdengar dari arah luar rumahnya. Pertanda bahwa saat ini Mei sudah berada di depan rumah untuk menjemputnya. Kirana segera berlari keluar rumah dengan masih menggunakan piyama tidurnya.
"Ya ampun..." Mei turun dari motornya kemudian segera menghampiri Kirana yang nampak meringis di ambang pintu. "Kenapa masih pakai baju tidur? Loe kesiangan Ran?"
Lagi-lagi Kirana hanya meringis seraya mengangguk-anggukkan kepalanya. "Semalam nggak bisa tidur, akhirnya kesiangan deh." Jelas Kirana. "Kamu berangkat dulu sajalah Mei, nanti aku berangkat agak siangan."
"Ish.. ish.. ish.. Apa loe nggak takut diomelin sama Bu Winda?"
"Nggak papa nanti aku telepon Bu Winda buat minta izin berangkat siang. Dah sana kamu berangkat dulu nanti kesiangan." Kirana segera mengusir Mei. Kirana juga tidak mau sahabatnya itu datang terlambat karena dirinya. Biarlah jika nanti dirinya yang mendapat teguran dari atasannya, jangan sampai Mei ikut terbawa-bawa karena kesalahannya itu.
Akhirnya mau tak mau Mei pun berangkat ke kantor sendirian tanpa Kirana. Dirinya juga tidak ingin terlambat dan nantinya mendapat teguran dari Bu Winda.
"Na, Ana!" Seru pak Irwan yang baru saja membuka pintu kamarnya.
Kirana langsung menutup pintu rumahnya dan berlari menghampiri ayahnya. "Iya yah." Kirana langsung membantu memapah ayahnya keluar dari kamar.
"Kok masih di rumah? Jam berapa ini?"
"Hampir jam enam yah." Sahut Kirana.
"Apa kamu nggak pergi kerja?"
"Hehe, tadi Ana kesiangan yah. Tapi nggak papa, Ana bakalan minta izin sama atasan Ana buat masuk siang."
"Owh,"
"Ayah duduk sini dulu ya, Ana mau mandi habis itu beli sayur sama lauk buat makan."
"Ya udah sana."
Kirana segera melesat masuk ke dalam kamarnya setelah memastikan ayahnya itu duduk di ruang TV dengan nyaman. Tak lupa dirinya menghubungi Bu Winda atasannya untuk meminta izin masuk siang. Sudah pasti bu Winda langsung ngomel-ngomel. Namun Kirana tidak menanggapi sedikitpun ocehan Bu Winda karena sudah paham dengan tabiat atasannya itu.
Tak berselang lama Kirana sudah keluar dari kamarnya dengan pakaian yang sudah rapi. Kirana langsung pergi untuk membeli sayur dan juga lauk di warung dekat rumahnya setelah berpamitan kepada sang ayah. Tak lupa dirinya juga membawa baju yang semalam dipakainya untuk di laundry. Kirana berpesan kepada karyawan laundry untuk mendahulukan baju miliknya. Karena dirinya akan membawanya nanti saat berangkat bekerja.
Setelah mendapatkan apa yang dicarinya, Kirana segala kembali ke rumah. Kirana langsung menyiapkan sarapan buat dirinya dan juga ayahnya. Beruntung nasi yang tadi dimasaknya sudah matang. Kirana dan Pak Irwan segera menikmati sarapannya.
Pukul sembilan pagi setelah dirinya menyelesaikan pekerjaan rumahnya dan juga berpamitan kepada ayahnya, Kirana langsung berangkat bekerja. Tak lupa dirinya terlebih dahulu mengambil baju yang tadi pagi di laundry-nya. Beruntung dengan kecanggihan teknologi laundry zaman sekarang, baju Kirana pun sudah siap dibungkus dalam sebuah plastik. Kirana segera berjalan keluar dari gang rumahnya untuk mencari angkot yang akan mengantarkannya menuju ke kantor.
*****
Arsen dan sekretaris Niko tiba di kantor dan langsung naik ke lantai atas menuju ke ruangannya. Sesampainya di dalam ruang kerjanya, Arsen tidak menemukan kopi yang biasanya sudah bertengger cantik di atas meja kerjanya.
"Dimana kopi ku?!" Suara berat Arsen membuat sekretaris Niko sudah terkejut di pagi hari.
"Sebentar Tuan, mungkin Kirana lupa." Sekretaris Niko segera memencet tombol intercom yang tersambung ke pantry. Dapat sekretaris Niko dengar dengan jelas suara Bu Winda yang berada di ujung telepon. Sekretaris Niko langsung meminta kepada Bu Winda agar Kirana segera mengantarkan kopi milik bosnya. Setelah itu mengakhiri panggilan teleponnya.
Bu Winda sebenarnya bingung karena tadi pagi Kirana baru saja menghubunginya dan mengatakan bahwa dirinya akan terlambat datang ke kantor. Namun setelah dipikir-pikir, Bu Winda memutuskan untuk membuatkan sendiri kopi untuk atasannya itu. Toh dirinya juga sudah sempat melihat cara Kirana membuat kopi. Dan sebenarnya cara Kirana membuat kopi itu sama saja dengan cara yang digunakannya. Kali ini Bu Winda yakin bahwa kopi buatannya akan mendapat pujian dari bosnya.
Dengan semangat yang membara, Bu Winda segera menyalakan kompor untuk merebus air. Satu sendok teh bubuk kopi dan dua sendok teh gula pasir sudah ia masukkan ke dalam cangkir. Sama seperti takaran yang dibuat oleh Kirana dan juga yang pernah dibuat olehnya.
Air sudah nampak mendidih. Bu Winda segera menuang air itu ke dalam cangkir. Diaduknya perlahan kopi itu dengan penuh perasaan agar mendapatkan cita rasa yang pas. Setelah siap Bu Winda segera mengantarkan kopi itu ke lantai atas.
Tok.. Tok.. Tok..
Bu Winda langsung masuk ke dalam ruangan CEO setelah mendapatkan sahutan dari dalam. "Permisi Tuan, ini kopi pesanan Tuan."
Sekretaris Niko nampak ketar-ketir saat melihat Bu Winda yang masuk ke dalam ruangan bosnya bukan Kirana.
Melihat itu Arsen langsung mendelik ke arah sekretarisnya seolah bertanya kenapa bukan Kirana yang mengantarkan kopinya.
"Kirana ke mana Bu?" Sekretaris Niko segera menghampiri Bu Winda kemudian meraih cangkir yang berada di tangan bawahannya itu.
"Tadi Kirana telepon katanya pagi ini datang terlambat karena ada urusan Pak."
"Owh baiklah terimakasih."
"Sama-sama, kalau begitu saya permisi dulu pak. Mari Tuan."
"Tunggu!" Suara berat Arsen membuat langkah Bu Winda terhenti. "Kemarikan kopinya!" Arsen melambaikan tangannya ke arah sekretaris Niko.
Sekretaris Niko pun segera melangkah mendekati bosnya itu kemudian meletakkan cangkir ke atas meja. Arsen segera meraih cangkir itu dan bersiap meminum kopinya. Sekretaris Niko dan Bu Winda yang melihat itu nampak ketar-ketir karena takut kopi itu tidak sesuai di lidah bosnya.
Tiga.. dua.. satu.. Layaknya sebuah bom yang dihitung mundur. Sekretaris Niko dan Bu Winda semakin merasa deg-degan. Dan benar saja....
Byuuuuurrr!
Arsen langsung menyemburkan kopi yang baru saja masuk ke dalam mulutnya.
Pyaaaarrrr!
Cangkir kopi langsung melayang menghantam kerasnya lantai hingga membuat cangkir itu pecah berkeping-keping.
Bu Winda yang melihat itu hampir saja pingsan karena terkejut. Namun sekuat hati ia menahannya. Bu Winda mulai mempersiapkan diri menunggu kemarahan bosnya yang sudah pasti akan ditujukan kepada dirinya.
*****
*****
*****
Jangan lupa Like Komen dan Votenya, saweran kopi dan bunganya juga boleh ☕🌹 Tonton iklannya ya setelah membaca, terimakasih 🙏
Terimakasih
rasain luuu