apa jadinya kalau seorang istri dari CEO ternama selalu dipandang sebelah mata di mata keluarga sang suami.
kekerasan Verbal sekaligus kekerasan fisik pun kerap dialami oleh seorang istri bernama Anindyta steviona. memiliki paras cantik ternyata tak membuat dirinya di hargai oleh keluarga suaminya.
sedangkan sang suami yang bernama Adriel ramon hanya mampu melihat tanpa membela sang istri.
hingga suatu hari Anin mengalami hal yang membuat kesabaran nya habis.
akan kah Anin dapat membuat keluarga suaminya itu menerima balasan dendam darinya. semua jawaban itu terkuak dari novel ini.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rifa Riris, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 18
Karna ingin membuktikan kecurigaannya tentang hamil atau tidaknya ia sekarang. Anin mengambil tas pack yang ia punya di laci di kamarnya.
Hasilnya pun......
Anin merasa senang, ternyata hasil tas pack itu negatif. Yang artinya Anin tak hamil sekarang. Akan tetapi, yang membuatnya bertanya adalah mengapa tadi dirinya muntah? seperti layaknya orang hamil.
"Apa aku kecapean?"
Tak ingin terlalu ambil pusing. Anin langsung membuang tas pick itu di tempat sampah. Sekaligus melangkah keluar kearah kamar mandi.
Mata sembab Anin membuat wajahnya terlihat sangat menyedihkan. Anin langsung mengistirahatkan tubuhnya di atas ranjang di kamarnya.
Tanpa adanya Adriel di kamar itu, selama ini ia mengira kalau tak ada Adriel disisinya. Mungkin Anin akan menjadi hancur. Akan tetapi, semua itu hanya ketakutan yang tak berdasar.
Kamar itu terasa lebih tenang dan menentramkan untuk dirinya. Perlahan mata Anin terpejam, Anin berusaha untuk bertemu dengan mimpi yang indah pada malam itu.
Meski di kenyataan ia tak bahagia. Akan tetapi ia ingin di mimpi ada kebahagiaan untuk dirinya.
*******
Pagi harinya
Anin menatap mengerjapkan matanya. Perlahan ia meraih jam yang masih menunjukkan pukul 04.00.
Merasa terbiasa untuk bangun di pagi hari. Membuat Anin bangun di jam sepagi itu.
"Mereka pasti masih tidur?" Terka Anin.
Anin pun beranjak dari tempat tidurnya.
15 menit kemudian
Setelah selesai mandi. Anin memakai pakaian yang terbilang cukup bagus untuk ia pakai di dalam rumah.
Langkah kaki gadis itu mengarah pada kamar Nita.
Tanpa ada kehalusan. Anin mengetuk pintu adik iparnya.
Brak Brak Brak
"Nita bangun." Ucap Anin.
Brak Brak Brak
Tak ada tanda-tanda kalau Nita membuka pintu kamarnya.
Untung saja ada kunci cadangan untuk setiap kamar.
Cek lekk
Pintu kamar Nita pun dibuka oleh Anin.
Mata Anin menatap kearah adik iparnya yang tertidur sangat lelap.
"Nita bangun." Ucap Anin, masih dengan nada cukup sabar.
Bukannya bangun dari tidurnya. Akan tetapi ternyata Nita semakin terlelap dari tidurnya itu.
Membuat kesabaran Anin yang setipis tisu itu pun serasa di uji.
Dengan menarik paksa selimut yang menutupi tubuh Nita. "Nita! Bangun!" Sentak Anin.
"Aduhh...apa-apaan sih lo, ganggu orang tidur aja tau nggak." Balas Nita.
"Emang kamu pikir, kamu itu putri disini?"
"Emmm" Jawab Nita.
Merasa sedang di acuhkan. Anin langsung melangkah kearah kamar mandi, sambil mengambil air untuk membangunkan adik iparnya itu.
Byurr
"Anin!" Teriak Nita.
"Bangun! Dan cepet masak." Sahut Anin tanpa rasa bersalah.
Tak lama mama mertuanya pun datang.
"Ini ada apa sih? Pagi-pagi udah teriak."
"Mama! Lihat kelakuan jalang itu, dia bangunin aku dengan nyiram air ke muka aku." Rengek Nita sambil berhambur pada ke pelukan mama nya.
Mama nya pun menatap kearah tubuh putri kesayangan nya yang sudah basah.
Sambil menatap tajam kearah Anin. Wanita paruh baya itu pun angkat bicara. "Kamu itu selain ganggu orang emang nggak bisa yah?"
"Aku nggak gangguin siapapun. Lagian ini rumah aku, jadi terserah aku mau ngapain disini. Dan sekarang aku laper, mau sarapan. Tapi nggak ada makanan." Jawa Anin.
"Anin! Jangan kurang ajar kamu."
"Memang kenapa? Mama bisa apa sekarang? Mau ngusir aku? Apa mau nampar aku kayak biasanya?" Sentak Anin.
"Kamu.... "
Belum sempat mama mertuanya melanjutkan ucapannya, Anin langsung menyelak. "Nggak usah banyak ngomong, bilangin anak mama itu buat masak sekarang."
Tanpa mendengar jawaban dari Nita maupun mama mertuanya. Anin beranjak melangkah keluar dari kamar itu.
Akan tetapi, langkah kakinya terhenti, sambil berkata. "Inget sekarang, kalau nggak jangan harap kalian dapat gunakan kartu kredit kalian." Ancam Anin.
Setelah itu langkah kaki Anin pun langsung melangkah pergi begitu saja.
Pukul 06.00
Anin tengah duduk di ruang tamu sejak tadi. Dengan laptop yang kemarin ia beli.
Adriel keluar dari kamar tamu. Matanya menatap kearah Anin yang tengah terfokus pada laptop di depannya. dengan pakaian yang sedap di pandang. Tak seperti biasanya yang mengenakan daster, dan juga bau masakan dapur.
Tak pernah melihat istrinya, seperti wanita idaman para pria. Adriel pun melangkah kearah gadis itu.
"Ekhemm... " Adriel berdehem, seakan ingin membuat Anin menatap kearah dirinya.
Tapi ternyata suara Adriel tak membuat Anin menatap kearah dirinya.
Tak suka di acuhkan. Adriel langsung memanggil nama istrinya itu. "Anin!" Sentak Adriel.
"Em." Jawab Anin seadanya, tanpa menatap kearah lawan biacaranya.
"Aku manggil kamu."
"Terus?"
"Anin!" Kembali Adriel menyentak agar Anin mau terfokus pada dirinya.
Ketika Anin hendak menjawab, tiba-tiba suara teriakan terdengar dari arah dapur.
"Ahhh..... "
"Itukan suara Nita." Ucap Adriel.
Adriel pun langsung berlari kearah dapur.
Sedangkan Anin hanya tersenyum remeh. Ia sangat ingat betul, saat dirinya berteriak meminta tolong saat terjatuh di kamar mandi dulu.....
Flashback on
"Mas Adriel tolong! Mas!" Teriak Anin.
Tubuh yang sudah terduduk lemas diatas lantai kamar mandi.
Setelah beberapa menit. Bukannya Adriel yang datang. Akan tetapi, malah Nita yang mendatanginya.
"Apaan sih? Berisik tau nggak." Ucap Nita.
Dengan rasa sakit pada pantatnya. Anin berucap lirih pada adik iparnya itu. "Nit, tolong panggilin mas Adriel. Mbak nggak sanggup berdiri."
"Mas Adriel lagi makan, nggak bisa di ganggu. Dia tadi nyuruh gue kesini, buat bilangin ke elo nggak berisik."
"Tapi mbak... "
"Halah, nggak usah manja deh. Jatuh berdiri sendiri, nggak usah sok dramatis. Tapi kalau emang nggak bisa berdiri, yaudah duduk aja disitu sampek pagi." Sela Nita.
Setelah mengatakan hal itu Nita berlalu pergi. Meninggal kan Anin yang masih terduduk di lantai kamar mandi.
"Nita! Nit, tolong mbak dulu nit." Ucap Anin.
Tapi nihil, ucapannya tak di hiraukan sama sekali oleh Nita.
Ingin marah, akan tetapi seakan tak mempunyai tenaga untuk mengeluarkan isi hatinya. Sambil mengeluarkan air mata dari kelopak mata indahnya Anin berusaha berdiri, dengan menahan rasa sakit.
Flashback off
Mengingat kejadian buruk itu, membuat Anin tak ingin melihat apa yang terjadi pada adik iparnya itu di dapur.
Drrttt
Drrttt
Ponsel Anin berdering.
Matanya menatap kearah layar ponsel. Terpampang jelas nomor tak di kenal di layar ponsel nya.
Tangan Anin menekan tombol hijau. Pertanda ia menerima panggilan itu.
"Hallo!"
"Gimana kabar kamu?"
"Ini siapa?"
"Aku pria yang waktu itu nyegah kamu buat bunuh diri."
Anin langsung mengingat kejadian beberapa hari lalu. "Ah Iyah, aku ingat. Keadaan ku sekarang jauh lebih baik." Jawab Anin.
"Syukurlah kalau seperti itu."
"Tapi.. Dari mana anda mengetahui nomor saya?"
"Dari.... "
Ucapan pria itu terhenti. Ketika ada suara pria berteriak.
"Anin!!!" Teriak Adriel dari arah dapur.
Bersambung.