> "Rei Jaavu, apakah anda siap meninggalkan dunia ini dan pergi menuju negeri impian anda sekarang?"
"Jepang? Beneran aku bisa ke Jepang?"
> "Jepang? Ya, Jepang. Tentu saja."
Kata-kata itu muncul di layar laptop Rei, seperti tawaran menggiurkan yang nggak mungkin ia tolak. Sebuah sistem bernama "AniGate" menjanjikan hal yang selama ini cuma ada di dalam imajinasinya. Jepang klasik, negeri isekai, atau bahkan jadi tokoh kecil di dalam novel klasik yang selalu ia baca? Semua seperti mungkin. Ditambah lagi, ini adalah jalan agar Rei bisa mewujudkan impiannya selama ini: pergi kuliah ke Jepang.
Tapi begitu masuk, Rei segera sadar... ini bukan petualangan santai biasa. Bukan game, bukan sekadar sistem main-main. Di tiap dunia, dia bukan sekadar 'pengunjung'. Bahaya, musuh, bahkan rahasia tersembunyi menghadangnya di tiap sudut. Lebih dari itu, sistem AniGate seolah punya cara tersendiri untuk memaksa Rei menemukan "versi dirinya yang lain".
"Sistem ini... mempermainkan diriku!!"
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon RE-jaavu, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Tidak Seburuk Itu: Bagian 4
Bagian 4: Suara yang Gemetar
Aku berdiri di depan podium, mata semua orang tertuju padaku. Jantungku berdebar begitu kencang hingga rasanya seperti gemuruh di telingaku. Sekilas aku melirik Haruka, yang duduk di barisan paling belakang aula. Dia memberiku anggukan kecil, senyum tipisnya seperti mencoba menyalurkan keberanian.
Kau bisa melakukannya, Rei. Fokus.
Aku menarik napas panjang, lalu membuka kertas kecil yang kutuliskan sebagai panduan.
“Topik yang akan saya bahas adalah…” suaraku terputus. Tenggorokanku terasa kering. Aku mencoba memaksa kata-kata keluar. “...Peran komunikasi efektif dalam membangun kerja sama.”
Hening.
Beberapa detik pertama berlalu, dan aku bisa merasakan keringat dingin mengalir di pelipisku. Seseorang di barisan depan batuk kecil, suaranya terdengar seperti ledakan di tengah keheningan ini.
“Komunikasi… adalah… penting…” ucapku lagi, tapi kata-kataku terdengar patah-patah.
Aku menelan ludah, mencoba melanjutkan, tapi pandangan beberapa siswa yang tampak bosan mulai membuatku panik. Rasanya seperti berdiri di tengah panggung dengan cahaya lampu yang terlalu terang, menelanjangiku di depan penonton.
Aku menutup mata sejenak, mengingat apa yang Haruka katakan selama latihan.
“Takumi-kun, tidak apa-apa jika kau takut. Semua orang pernah merasakannya. Yang penting adalah bagaimana kau melangkah maju meski takut.”
Ketika aku membuka mata, aku mencoba memusatkan pandangan pada satu orang di antara penonton. Bukan siswa yang tampak bosan atau menilai, tapi seseorang yang terlihat ramah. Gadis di barisan tengah dengan poni rapi, yang tampak seperti mendengarkan.
“Komunikasi…” ulangku dengan suara yang sedikit lebih tegas. “...adalah kunci untuk membangun hubungan yang kuat. Tanpa komunikasi, kerja sama tidak akan pernah berjalan dengan baik.”
Aku melanjutkan perlahan, membangun argumenku satu demi satu. Meskipun tidak sempurna, setidaknya aku mulai mendapatkan alur. Beberapa orang di bangku penonton mulai mengangguk kecil, dan aku merasakan sedikit kelegaan.
...****************...
Ketika aku kembali ke kursiku, tubuhku terasa lemas. Keringat mengalir deras di punggungku, tapi aku berhasil menyelesaikannya. Aku bahkan mendengar beberapa tepuk tangan kecil dari penonton.
“Bagus,” bisik seseorang dari belakang.
Aku menoleh, dan di sanalah Haruka. Dia mencondongkan tubuhnya ke depan, senyumnya lebih lebar dari biasanya.
“Tidak terlalu buruk untuk pemula,” katanya pelan.
Aku mencoba membalas senyumnya, meskipun napasku masih tersengal.
Ketika acara selesai, aku keluar dari aula dengan langkah lambat. Kepalaku penuh dengan pikiran tentang apa yang baru saja terjadi.
> “Rei, performa Anda di podium cukup memadai. Tapi ada banyak ruang untuk perbaikan.”
Aku memutar bola mata. “Terima kasih, AniGate. Itu sangat membantu.” ucapku dengan nada datar.
> “Sarcasm terdeteksi. Namun, fakta tetap harus diakui.”
Aku tertawa kecil meski agak kesal. Setidaknya, suara AniGate di kepalaku membantu mengurangi rasa gugup.
...****************...
Di lorong yang sepi, aku mendengar langkah kaki yang cepat mendekat. Ketika aku menoleh, Haruka sudah berdiri di sebelahku dengan senyum khasnya.
“Kau berhasil melakukannya,” katanya.
“Kurasa begitu,” jawabku pelan.
Dia mengangguk. “Tapi kau tahu? Hal tersulit bukanlah berbicara di depan orang banyak. Itu hanyalah awal. Yang lebih sulit adalah menghadapi reaksi mereka setelahnya.”
Aku menatapnya bingung. “Maksudmu apa?”
Dia tidak langsung menjawab. Sebaliknya, dia melangkah ke depan, matanya memandang lurus ke arah jendela besar di ujung lorong.
“Semua orang di aula itu akan punya opini tentangmu,” katanya akhirnya. “Sebagian akan positif, sebagian lainnya tidak. Tapi kau harus belajar untuk menerima itu tanpa kehilangan dirimu sendiri.”
Aku terdiam, merenungkan kata-katanya. Ada sesuatu dalam ucapannya yang terdengar seperti pengalaman pribadi.
“Haruka,” panggilku akhirnya. “Kenapa kau melakukan ini? Maksudku, membantu seseorang yang bahkan tidak kau kenal dekat?”
Dia menoleh, matanya berbinar dengan sesuatu yang sulit dijelaskan. “Mungkin karena aku melihat sedikit bagian diriku sendiri dalam dirimu.”
...****************...
Percakapan itu berakhir di sana, tapi pertanyaannya terus berputar di kepalaku sepanjang malam. Apa maksudnya? Apa yang dia lihat dalam diriku?
Di kamar yang gelap, aku berbaring sambil menatap langit-langit. AniGate tetap diam, tidak memberikan komentar apa pun.
Aku menghela napas panjang. Dunia ini semakin membingungkan saja.
aku mampir ya 😁