Sequel: Presdir Tampan Itu Suamiku
Sebuah kesalahpahaman membuat Deya Kanza, gadis 21 tahun itu memutuskan hubungannya dengan sang kekasih. Namun setelah 4 tahun berlalu Deya dipertemukan kembali dengan sang mantan.
Devan Aksara, pemuda tampan 22 tahun itu menyadari kesalahannya setelah sang kekasih pergi jauh. Namun tiba-tiba kesempatan pun datang, dia bertekad untuk mengejar kembali cintanya Deya.
Apakah cinta mereka akan bersemi kembali atau malah berakhir selamanya? ikutin kisahnya yuk.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ucy81, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Riya adalah Deya
Devan kembali kekamarnya dengan kesal. Dalam benak Devan tidak pernah terbesit bahwa dirinya akan menikah melalui perjodohan.
"Seandainya Riya adalah Deya", gumamnya lirih seraya duduk di sofa. Devan pun kembali teringat kisah 6 ttahun yang lalu. Kedua sudut bibirnya terangkat membentuk lengkungan yang indah kala mengingat pertemuan pertamanya dengan Deya.
Flashback on
Devan berjalan menyusuri jalan setapak, mengikuti arahan aplikasi penunjuk arah.
"Ini dimana?" gumamnya bingung. Lalu dia mencoba kembali mencari petunjuk arah, alhasil dia hanya mendengar kata anda telah sampai ditujuan.
Tiba-tiba Devan mendengar gemerisik ilalang. Dia pun bertanya-tanya di dalam batinnya, apakah itu manusia. "Siapa di sana?" seru Devan dengan berani.
Hanya dalam hitungan detik, seorang wanita pun muncul dihadapan Devan. "Saya Deya. Apa kakak tersesat?" tanya Deya dengan ramah.
Devan membalas dengan mengangguk pelan. "Saya Devan", balasnya dengan menjulurkan tangan. Lalu dia menurunkan tangannya saat Deya membalasnya. "Deya, apa kau tahu jalan kembali?" tanyanya sedikit ragu. Dia kuatir gadis kecil itu sedang menipunya.
"Iya!" jawab Deya singkat.
"Bagus. Kalau begitu, tolong tunjukkan jalannya", balas Devan dengan raut wajah bahagia. Namun kebahagiannya tidak berlangsung lama. Beberapa orang pria tak di kenal datang menyerangnya.
"Serahkan barang berharga kalian!" titah pria yang memakai topi.
"Kenapa kami harus menyerahkan barang berharga kami?" tanya Deya denga raut wajah tidak senang.
"Gadis kecil, kau tidak perlu tahu urusan kami. Yang penting serahkan saja semua barang berharga yang kamu punya, setelah itu saya akan membiarkan kamu tetap selamat."
Sontak Deya mengepalkan tangannya. Sorot tajam netranya menatap pria berbadan kekar yang juga sedang menatapnya.
"Gadis kecil, simpan saja tenagamu untuk melayani abang nanti! Hahaha...!" suara tawa pria berbadan kekar itu pun menggelegar.
Tanpa aba-aba Deya telah membuat ketiga preman itu terkapar di atas tanah.
Sontak Devan melotot kala menyaksikan aksi berani Deya. "Luar biasa", gumamnya takjub.
Dua di antara preman bergegas melarikan diri. Sementara satu orang preman menatap Deya dengan tatapan penuh arti. Lalu dia pun menyusul kedua temannya.
"Apa kamu baik-baik saja?" tanya Devan sembari memperhatikan Deya dari atas hingga ke bawah kakinya.
"Saya baik-baik saja", sahut Deya dengan menghela nafas.
"Syukurlah", balas Devan dengan tersenyum. "Apa kita bisa pergi sekarang?"
Deya membalas dengan menganggukkan kepalanya. "Ayo", katanya dengan tersenyum ramah.
Devan gegas mengikuti langkah Deya, hingga mereka berhasil keluar dari jalan buntu tersebut.
Sejak saat itu Devan dan Deya semakin akrab, hingga mereka mulai menjalin hubungan yang lebih dekat dari seorang sahabat. Namun suatu ketika seseorang datang mengabarkan berita bohong tentang Deya. Hal itu membuat Devan marah dan menginginkan hubungannya dengan Deya segera berakhir.
Flashback off
Devan menghela nafas sembari menyandarkan tubuh lelahnya. "Andai saja saat itu aku sedikit terbuka pada Deya, mungkin sampai saat ini hubungan kami sudah menuju ke jenjang yang lebih serius", ucapnya bermonolog.
"Hufft!" Hembusan nafas berat Devan menunjukkan rasa penyesalannya yang begitu dalam. "Sepertinya aku harus menjelaskan hal ini pada Deya", lanjutnya bermonolog. Lalu dia berjalan menuju kamar mandi, dan menyelesaikan ritual mandinya di sana.
*-*
Sementara di tempat berbeda tampak Deya tengah mengotak atik laptopnya. Sesekali dia mengernyitkan keningnya kala membaca sebuah artikel didalamnya.
"Kenapa beberapa mahasiswi di kampus Aksara menghilang? Apa ada yang tidak beres?" gumamnya. Namun dia tidak ingin mempercayai artikel tersebut begitu saja.
Tok. Tok.
"Kak Deya!" seru Arano dari balik pintu kamar Deya.
"Iya sebentar", sahut Deya sembari menutup layar laptopnya. Lalu dia bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu.
"Ada apa?" tanya Deya kala pintu telah terbuka sebagian.
"Kak Deya sudah nggak sayang sama Rano lagi!", rengek Arano.
Sontak Deya menyentil kening adik sepupunya itu. "Kamu habis nonton drama apa sih?" tanya Deya dengan tatapan tidak senang.
"Kakak kejam!" keluh Arano sembari mengusap keningnya. "Padahal tadi kakak yang berjanji mau memasak untuk Rano."
"Oh, iya kakak hampir lupa. Kalau gitu kakak masak sekarang ya", ucap Deya dengan rasa bersalah. Lalu dia buru-buru pergi ke dapur.
Arano menatap nanar punggung Deya yang semakin menjauh. "Setelah kami kehilangan kedua orang tua, hanya kak Deya dan paman Givan selalu menjagaku dengan penuh perhatian. Suatu saat nanti aku pasti membalas kebaikan mereka", gumamnya dengan tersenyum getir.
*-*
Keesokan harinya.
Mentari pagi menyeruak masuk melalui celah jendela kamar. Devan pun terbangun oleh silaunya cahaya mentari.
"Sudah pagi", ucap suara paraunya.
Pagi ini Devan terlambat bangun, tidak seperti biasanya. Mungkin karena dia terlalu lelah, setelah bergadang malam tadi.
"Um, kalau begini terus aku akan tua sebelum waktunya", keluhnya setelah menyibak selimut. Kemudian dia berjalan menuju kamar mandi, dan menyelesaikan ritual mandinya di sana.
Setelah mengenakan pakaian rapi, Devan gegas berjalan menuju pintu keluar. Namun tiba-tiba saja ponselnya berdering.
"Halo", sahut Devan setelah menerima panggilan telepon itu.
"Apa?" kagetnya setelah mendengar ucapan seseorang dari seberang telepon. Kemudian dia buru-buru menutup sambungan telepon.
"Ada apa nak?" tanya Dira kala melihat raut wajah cemas Devan.
"Salah satu mahasiswi yang hilang telah ditemukan ma."
Sontak Dira mendelik mendengar penuturan Devan. "Kalau begitu segeralah temui wanita itu. Berikan dia perlindungan. Jangan sampai seseorang mendahului kamu."
"Oke ma. Devan berangkat ke sana sekarang."
"Hati-hati di jalan sayang!" pekik Dira yang di balas dengan lambaian tangan oleh Devan.
Tidak butuh waktu yang lama, Devan telah duduk di bangku kemudi dan mengendarai mobilnya menuju kantor polisi.
"Siapa orang hebat yang telah berhasil menemukan gadis itu?" gumamnya sembari fokus menatap jalanan yang ramai kendaraan itu. Devan tampak tidak sabar ingin bertemu mahasiswi tersebut.
Suara klakson panjang terdengar beberapa kali, di saat mobil yang dikendarai Devan tidak dapat melaju dengan kencang. Hatinya pun mulai dongkol kala kesabarannya telah hilang.
"Aku harap gadis itu baik-baik saja", gumamnya cemas. Dia khawatir pelaku yang telah membuat mahasiswi itu hilang selama satu tahun, bertindak mendahuluinya.
*-*
Setelah menempuh perjalanan satu jam lamanya, akhirnya mobil yang dikendarai Devan terparkir sempurna di halaman parkir kantor polisi.
Devan gegas turun dari mobil dan menghubungi pihak berwajib yang sebelumnya telah menghubungi dirinya.
"Oke, saya ke sana sekarang pak", sahut Devan, setelah pihak berwajib tersebut memberikan arahan.
Devan mengayunkan langkahnya, masuk ke dalam kantor polisi.
"Pak Devan!" seru seseorang seraya berjalan menghampiri Devan.
"Pak Rizal", balas Devan dengan tersenyum ramah.
"Mari ikuti saya pak."
"Oke pak", balas Devan dengan menganggukkan kepala.
Rizal gegas memimpin jalan menuju sebuah ruangan. Lalu tangannya terjulur membuka handel pintu.
Devan masih mengikuti langkah Rizal masuk ke dalam ruangan.
"Apa benar.ini mahasiswi dari kampus bapak?" tanya pak polisi.
Devan gegas menghampiri wanita itu dan menatap wajahnya. "Kamu!" ucapnya kaget.
maaf baru sempat mampir.. lagi sibuk revisi soalnya