Mantan, Nikah Yuk
Angin sepoi-sepoi berhembus, menerpa lembut wajah mulus seorang gadis cantik. Dari tempat persembunyian dia menatap fokus seorang pria yang tengah berbincang serius dengan seorang wanita yang tidak asing lagi baginya. Sesekali tangannya bergerak mengangkat kacamata tebal miliknya seraya menyeka lensanya yang mulai berembun.
Sesaat kemudian netra wanita itu terbelalak kala mendengar sebuah pengakuan yang keluar dari mulut pria yang telah menjadi kekasihnya itu.
"Jadi kau benar-benar tidak menyukainya?" Ulang wanita dihadapan pemuda tersebut dengan raut wajah bahagia.
Pemuda itu pun tertawa seraya berkata, "Seorang Devan, menyukai wanita berkaca mata tebal itu? Itu namanya musibah!" ledeknya dengan tertawa keras. "Kau sendiri tahu tipeku seperti apa!" lanjutnya sembari menoleh ke arah samping.
Sontak wanita yang berdiri dikejauhan itu mengepalkan tangannya. Dia ingin segera menghampiri pria itu dan langsung melayangkan kepalan kuat tangannya. Namun dia masih ingin mendengar lebih banyak pengakuan pemuda tampan yang masih berstatus pacarnya itu.
"Lalu, kenapa kau menjadikannya pacarmu?" tanya wanita itu dengan berpura-pura kesal.
"Aku punya hutang budi padanya. Dia pernah menyelamatkanku dari preman."
"Apa? Cuma karena itu doang? Harusnya kau beri saja dia uang, dia pasti senang kok", protes wanita itu dengan mendengus kasar.
Spontan Devan menyentil kening wanita itu. "Kau tidak pernah berubah ya! Selalu saja memakai cara seperti itu untuk menyelesaikan semua masalah", ucap Devan dengan tersenyum.
Clarisa tertegun seraya menyentuh keningnya. Lalu dia tersenyum kala memikirkan sesuatu di dalam benaknya. "Kalau gitu putuskan saja dia!" ucapnya dengan serius.
"Aku hanya menunggu kesempatan yang bagus untuk memutuskannya."
"Kenapa tidak sekarang saja? Aku bisa kok membantumu."
"Nanti dulu! Aku tidak mau teman-teman di kampus menganggapku mempermainkan perasaannya. Kalau sudah begitu, citraku pun jadi jelek."
"Kau ada benarnya juga", sahut Clarisa dengan manggut-manggut. "Jadi kapan rencananya kau akan memutuskannya? Aku sudah tidak sabar melihat ekspresi wajahnya yang menyebalkan itu", lanjutnya.
"Sudah aku katakan, tunggu waktu yang tepat."
Baru saja Clarisa akan membalas ucapan Devan, wanita itu keluar dari tempat persembunyiannya. Dia berjalan mendekati Devan dengan langkah panjang. "Devan, jelaskan apa maksud ucapanmu barusan?" Tanyanya dengan tatapan penuh emosi.
Devan malah tersenyum dan menatap sang kekasih dengan santai. "Aku rasa kau sudah mendengar semuanya dengan jelas. Jadi tidak ada lagi yang perlu aku katakan."
Sorot tajam netra wanita cantik itu, sama sekali tidak membuat Devan merasa bersalah. Dia malah membalas tatapan wanita itu dengan tersenyum.
"Devan Aksara! Aku mau kau jawab dengan jujur. Apa kau pernah menyukaiku, walau cuma sehari saja."
Devan membisu sembari menatap serius wajah cantik wanita itu. Namun sesaat kemudian dia tertawa meledek. "Deya, jangan naif! Apa perlu aku membeli cermin, agar kau dapat melihat wajahmu itu?"
Deya tersentak kaget mendengar kata hinaan yang keluar dari mulut sang kekasih. Lalu dia mendengus dengan tatapan sendu. "Oke! Aku paham maksudmu. Kalau begitu kita putus!" Ucap Deya seraya beranjak meninggalkan Devan dan Clarisa.
"Deya... Deya!" Pekik seseorang yang membuat Deya tersentak kaget. Netranya mulai mengerjap untuk menyesuaikan penglihatannya dengan cahaya disekitarnya.
Kenapa aku bisa memimpikan kejadian itu lagi? tanya Deya bergumam. Lalu dia gegas mengalihkan perhatiannya pada pria yang sedari tadi meneriaki namanya. "Begitukah caramu memanggil kakakmu?"
Pria itu menatap Deya dengan tatapan tidak senang. "Seharusnya kau berterimakasih padaku, karena tidak meninggalkanmu di dalam pesawat. Kalau tidak, mungkin saja kau sudah dimasukkan ke dalam bagasi dan di kirim balik ke London."
Deya langsung melepas safety beltnya dan bangkit berdiri.
"Hei, kenapa kau meninggalkanku begitu saja?" teriak pria itu kesal.
Deya membalikkan badannya sembari menatap saudara sepupunya itu. "Bisakah kau berbicara lebih sopan lagi padaku? Aku ini kakak sepupumu!"
"Emang siapa yang bilang kau pacarku?"
"Arano...!" Pekik Deya kesal, bahkan dia semakin kesal kala sang pramugari pun ikut menegurnya, meski dengan nada yang lembut.
*-*
Beberapa menit kemudian.
Setelah membawa semua koper miliknya. Deya gegas berjalan dengan langkah panjang dan meninggalkan Arano begitu saja.
"Deya tunggu...! Deya....!"
Deya mengacuhkan suara bising Arano yang terus memanggil namanya. Dia malah semakin mempercepat langkahnya dan berjalan lurus ke depan.
"Kak Deya!" pekik Arano kembali.
Deya pun berbalik dan menatap Arano dengan bersidekap. "Iya, ada apa lagi?" Kesalnya.
Arano bergidik ngeri melihat tatapan membunuh Deya. "Kenapa kau menatapku seperti itu? Aku cuma memintamu menungguku, tapi kau seperti akan menghabisiku saja", cicit Arano.
Deya mendengus sembari menghampiri Arano. Lalu dia menepuk pelan pundak sepupunya itu. "Adik sepupuku yang tampan", ucap Deya dengan lembut yang membuat netra Arano berbinar. Namun saat Deya mengubah tatapannya menjadi dingin, Arano merasa bulu kuduknya mulai berdiri "Aku rasa kau tidak cocok di kota ini. Bagaimana jika aku - "
Spontan Arano merangkul bahu Deya, dan menyela ucapan sepupunya tersebut. "Kakak sepupuku yang cantik. Aku sudah tahu salah. Please, jangan kembalikan aku ya", mohonnya. Dia tidak ingin kebebasannya di ambil kembali oleh sang paman.
Deya membalas dengan tersenyum penuh arti. "Kalau begitu jadilah anak baik", sahut Deya dengan menepuk pelan pipi Arano.
Apakah pilihanku sudah benar? Batin Arano ragu. Entah kenapa dia merasa sang kakak sepupu lebih menyeramkan dari pada sang paman. Semoga hari-hariku kedepannya selalu baik! Batin Arano. Lalu dia berjalan dengan mengabaikan sang kakak sepupu.
"Kenapa lagi dia? Apa dia marah denganku?" tanya Deya bergumam. Lalu dia berusaha mengejar langkah Arano.
"Tunggu sebentar mba!" Seru seorang pria yang membuat Deya menghentikan langkahnya.
Spontan Deya membalikkan badan. Namun seorang petugas bandara lebih dulu mendekati pria tersebut, dan mengatakan sesuatu padanya.
"Oh, sudah ketemu ya. Kalau begitu kita ke sana sekarang", ucap pria itu dengan terburu-buru. Lalu dia beranjak dari posisinya berdiri, tanpa menoleh ke arah Deya.
"Dia!" gumam Deya dengan perasaan campur aduk. "Pantas saja aku memimpikan kejadian itu lagi", lanjutnya lirih. Kemudian dia buru-buru membalikkan badannya, agar pria itu tidak sempat melihatnya. "Aaaa...." pekiknya kala wajah Arano berada tepat dihadapannya.
Arano yang latah ikut berteriak. "Ada apa?" Tanyanya kaget.
"Kenapa kau malah bertanya? Kau yang sudah membuatku kaget!' Balas Deya dengan mengusap dadanya. "Hari ini kau sangat menjengkelkan. Kita langsung ke apartemen saja."
"Tapi aku lapar kak."
"Take away saja! Kau bisa makan setelah kita sampai di apartemen."
'Hem, baiklah'", balas Arano malas.
Padahal Deya tahu persis sang adik sepupu tidak bisa menahan rasa laparnya. 'Kau tidak ada ubahnya seperti tante. Tidak bisa menahan lapar barang sebentar saja."
Seketika raut wajah Arano berubah murung kala Deya mengingatkannya tentang ibunya.
"Apa kau rindu dengan ibumu?" Tanya Deya lirih.
Arano membalas dengan mengangguk pelan. Namun siapa sangka dalam benaknya dia memikirkan cara yang kejam untuk membalas kematian kedua orang tuanya.
Spontan Deya menepuk pundak sepupunya itu. "Jangan sedih lagi. Ingat tujuan kita kembali ke kota ini", nasehat Deya pada sang adik sepupu. Namun sebenarnya hatinya juga merasakan hal yang sama seperti Arano. Dia sama-sama ingin membalaskan kematian kedua orang tuanya.
Aku tidak akan pernah memaafkan siapapun pelakunya! ucap Deya dalam batin.
***Download NovelToon untuk nikmati pengalaman membaca lebih baik!***
Updated 22 Episodes
Comments
ManiakNovel
Yeay, akhirnya ada yg baru. semangat terus ya akak
2024-11-24
1
Elisabeth Ratna Susanti
saya mampir 🥰 daratkan like dan subscribe
2024-12-20
0
F.T Zira
mampir di karya baru...
maaf baru sempat mampir.. lagi sibuk revisi soalnya
2024-12-19
0