mampir mampir mampir
“Mari kita berpisah,”
“Mas rasa pernikahan kita sudah tidak bisa di pertahankan, mungkin ini memang salah mas karena terlalu berekspektasi tinggi dalam pernikahan ini.” Lirih Aaron sambil menyerahkan sesuatu dari sakunya.
Zevanya melakukan kesalahan yang amat fatal, yang mana membuat sang suami memilih untuk melepasnya.
Namun, siapa sangka. Setelah sang suami memutuskan untuk berpisah, Zevanya di nyatakan hamil. Namun, terlambat. Suaminya sudah pergi dan tak lagi kembali.
Bagaimana kisahnya? jadikah mereka bercerai? atau justru kembali rujuk?
Baca yuk baca!!
Ingat! cerita hanya karangan author, fiktif. Cerita yang di buat, bukan kenyataan!!
Bijaklah dalam membaca.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon kenz....567, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sikap aneh Aaron
Tengah hari, si kembar pulang dari sekolah Playgroup nya. Mereka berlari masuk sambil membawa selembar kertas. Menghampiri Zeva yang sedang merapihkan ruang bermain anak kembar itu.
“Bibi! Bibi! Lihat! Aku dapat nilai A dali bu gulu!!” Seru Azka menunjukkan kertasnya pada Azka.
“Aku duga dapat A kok!!” Seru Ariel tak ingin kalah.
Sontak keduanya saling melirik sinis, Zeva yang melihatnya pun terkekeh gemas. Dia menangkup pipi keduanya dengan menatapnya lembut.
“Kalian anak kembar, tentu saja sama hebat nya.” Ujar Zeva dengan tersenyum ramah.
“Ekhem, apa mommy mengganggu?”
Ariel dan Azka sontak menoleh, mereka langsung berlari menghampiri wanita yang berdiri di ambang pintu.
“Mommy lihat! Aku dapat nilai A!” Seru Ariel.
Azka yang mendengarnya pun memukul bahu adiknya itu dengan kesal.
“Tadi kan bibi udah bilang kalau kita ini kembal, pacti cama-cama hebat!” Kesal Azka.
“Oh iya benel!” Pekik Ariel.
Mendengar celotehan putranya, ibu dari si kembar pun menatap Zeva yang berjalan menghampiri nya. Dia mengulas senyum ramah pada pengasuh putra kembarnya itu.
“Aku salut padamu Zeva, si kembar sangat sulit akur. Mereka selalu ingin menjadi yang nomor satu, tapi kamu bisa membuat keduanya kompak. Apa sebelum nya kamu ada sekolah menjadi pengasuh? Kamu terampil sekali mengurus anak,” ujar Dinda.
Zeva tersenyum singkat. “Saya dulunya wanita karir, tapi karena saya di pecat. Jadinya terpaksa saya harus cari kerjaan lain, saya gak pernah sekolah jadi pengasuh kak."
Saat Zeva menjelaskan, kebetulan Aaron sedang melintas di depan kamar si kembar. Dia menghentikan langkahnya dan penasaran dengan obrolan keduanya.
“Cuman saya sudah berpengalaman, karena saya sudah memiliki ....” Perkataan Zeva terhenti ketika netranya menangkap sosok Aaron yang tengah menatapnya.
Tertangkap basah, Aaron segera pergi dari sana. Melihat Zeva yang terdiam, Dinda pun memanggil nya.
“Memiliki apa? Anak?” Tanya Dinda.
Zeva hanya tersenyum singkat dan mengalihkan perhatian Dinda agar tak menanyakan hal yang lebih jauh.
“Boleh saya pinjam telepon rumah kak?” Tanya Zeva. Zeva merubah panggilannya pada Dinda semenjak wanita hamil itu kekeuj ingin di panggil kakak olehnya.
“Kamu gak bawa ponsel?” Heran Dinda.
Zeva menggaruk tengkuknya yang tak gatal. “Ponsel saya habis di jual buat ongkos dan keperluan lainnya.” Cicit Zeva.
“Astaga ... Ponsel itu penting loh, kamu bisa ngomong sama ibu mertua saya kalau mau gaji di awal. Kan bisa Zeva,” ujar Dinda.
“Saya gak enak kak.” Cicit Zeva.
Dinda menghela nafas pelan, dia pun mengangguk mengizinkan Zeva menggunakan telepon rumah.
“Kamu boleh pake telepon rumah sesukamu, saya titip si kembar yah. Saya akan pergi menemani suami saya bertemu klien besar” ujar Dinda dan menepuk bahu Zeva sebelum meninggalkan mereka.
Zeva pun mengurus si kembar yang baru pulang sekolah, setelah itu Zeva menyiapkannya makan siang untuk keduanya.
Aaron memperhatikan Zeva dari lantai atas yang langsung melihat ke arah meja makan, dia menumpu tubuhnya dengan lengannya yang terletak di pagar pembatas.
Zeva tak menyadari nya jika sedari tadi Aaron menatapnya, sangking asiknya dia bercanda dengan si kembar.
“Apa dia sudah menikah dengan Rio? Tentu saja sudah bukan? Tapi ... kenapa dia malah jadi pengasuh disini? Apa Rio tidak sanggup membiayainya?” Batin Aaron.
Aaron pun kembali masuk ke kamarnya, kegiatannya tadi ternyata di ketahui oleh Raihan yang sedang mengintip di pintu kamarnya tepat di belakang Aaron.
“Liatin siapa sih dia, fokus amat.” Gumam Raihan.
Raihan berjalan menuju pagar pembatas, seketika raut wajahnya berubah menjadi antusias.
“Daebak!! Dia melirik kakak pengasuh rupanya. Wohooo ternyata seleranya wanita keibuan seperti Kak Zeva, bilang dong! Kan gak perlu susah-susah cari wanita yang cocok buat dia.” Heboh Raihan.
Tiba tiba ide jail terlintas di pikirannya.
“Gue bantuin kak, tenang aja. Untuk urusan restu mommy, adikmu siap membantu.” Ujar Raihan sambil memukul d4danya.
.
.
.
"Marsha! Marsha!" Ayla yang baru saja pulang dari sekolahnya lantas mencari Marsha, netranya melihat sosok yang dirinya cari ternyata sedang duduk berjongkok di kebun belakang rumah.
"Cemut tau nda, Malcha kangen bunda. Tapi bunda cedang kelja, buat Malca beli jajan, mainan, buat jalan-jalan duga. Tapi Malcha kangen bunda haaahh ... Belat kali lacana."
Celotehan Marsha hanya celotehan anak kecil biasa, tetapi mampu membuat Ayla terasa terenyuh. Dia pun menghampiri Marsha dan mengagetkannya.
"DORRR!"
"KAKAK MENCLET!" Latah Masha, anak ituu memegang dadanya lantaran tekejut dengan suara Ayla.
"Mencr3t? Ngomong apa tadi kamu?" Ayla melipat tangannya di dada. Netranya menatap tajam Marsha yang menutup mulutnya dengan kedua tangan mungilnya.
"Abic na kakak kagetin, jadina malcha ngomongna dali hati malcha yang paaaaling dalam." Ujar Marsha sambil memegang dadanya dengan mata terpejam.
Seketika Ayla melotot, Marsha yang sadar apa yang dirinya ucapkan pun segera membuka matanya.
"Aduh calah ngomong lagi, bunda cih celalu ngajalin Malcha buat jujul. Jadi malah kan kakakna." Lirih Marsha.
"Marsha ...."
"Eum itu Malcha lupa cebokin Kodok depan lumah dulu. BAI KAKAK TAYANG!!"
Marsha langsung lari terbiit-birit, meninggalkan Ayla yang menahan kekesalannya. Melihat Marsha yang berlari lucu, Ayla tak bisa menahan senyumnya.
"Haiss anak itu." Ucap Ayla sambil menggelengkan kepalanya.
.
.
.
Sama halnya dengan Marsha, Zeva sedang merindukan putrinya itu. Rasanya dirinya gatal sekali ingin menelpon sang putri.
Netra Zeva menangkap telepon rumah yang berada di meja samping sofa ruang tamu, dia menoleh ke sekitarnya. Rumah dalam keadaan sepi, sehingga Zeva memutuskan untuk mendekati telepon rumah.
Dengan ragu, Zeva menyentuh gagang telpon itu. Kemudian dia mendekatkannya ke telinganya, tangan lainnya mencoba mengetik nomor telepon Ayla.
"Tersambung." Gumam Zeva dengan perasaan senang. Netranya mengawasi sekitar, seperti takut akan terpergok.
"Aduh kemana sih nih anak, gak di angkat-angkat lagi." Gerutu Zeva.
Di pintu utama muncullah Aaron yang berjalan masuk bersama asistennya yang sibuk memegang bekas.
"Nanti saya mau, meetingnya di ajukan siang i ...."
Aaron menjeda ucapannya saat netranya tak sengaja mendapati Zeva yang tengah menggenggam telepon rumah di samping kepalanya. Wanita itu terlihat mencurigakan bagi Aaron karena selalu mengawasi sekitar. Dan Aaron juga penasaran dengan apa yang Zeva lakukan dengan telpon rumahnya.
"Tuan." Bisik asistennya yang merasa bingung dengan sikap bos ya.
"Syut." Aaron memberi isyarat padanya untuk diam.
Asisten Aaron pun ikut bersembunyi dan menatap apa yang tengah wanita yang tidak dia ketahui itu lakukan.
"Kenapa gak di angkat-angkat sih, kan kangen." Gerutu Zeva, menaruh kasar telpon rumah itu pada tempatnya kembali.
Gerutuan Zeva tenyata sampai di telinga Aaron, entah mengapa pria itu malah berpikir jika Zeva tengah menunggu balasan telpon dari Rio. Hingga membuat dirinya cemburu dan mengepalkan kedua tangannya dengan tatapan menyorot Zevanya dengan tajam.
"Fajar, kamu hubungi kantor telepon. Bilang padanya kalau aku akan memutus sambungan telepon rumahku,"
"Hah?"
Tanpa menanggapi Asistennya, Aaron segera pergi dengan emosi yang menggebu. Asisten Aaron pun hanya bisa mengikuti bosnya itu.
Selang berapa menit, Aaron kembali. Dia berniat akan kembali ke kantor, tapi saat melewati ruang tamu langkahnya terhenti ketika mendengar telepon rumah yang berbunyi.
TRINGGG!!!!
Terpaksa Aaron menghampiri telpon rumah, dia mengangkatnya dan mendekati telpon itu ke telinganya.
"Halo? Kakan lagi bokel, ada pellu apa tepon-tepon? Bial Malca tantik nanti bilang ke kakak?"
"Suara anak kecil?" Gumam Aaron.
"Halooo? Dengal nda? Kakak lagi bokel, lama tungguna."
"Ha-halo sa ..."
"MARSHAA SIAPA YANG KAU HUBUNGI HAA?"
"Nda tahu, tadi tepon tepon. Tapi nda ada cualana. Cetan kali,"
TUUUTTT
Sambungan telpon terputus, Aaron terdiam dengan pertanyaan di benaknya. Suara Marsha entah mengapa membuat hatinya bergetar.
"Marsha." Lirih Aaron mengingat nama anak itu.
JANGAN LUPA SEMPETIN KOMEN DAN LIKE OKE. DI TAMBAH VOTE DAN HADIAH JUGA LEBIH KEREN😁
bis
padahal dalam kisah nyata di dunia nyata
selingkuh bahkan saling support ' ada komunitas nya malah
mas ibu nya panggil Bunda
papanya panggil Daddy kan lucu
enggak sesuai
lucu banget daah...