Mutia Arini seorang ibu dengan satu putra tampan dan juga pengusaha bakery wanita tersukses. Kue premium buatannya telah membuat dirinya menjadi seorang pebisnis handal. Banyak cabang telah dibukanya di berbagai kota besar. Pelanggannya adalah golongan menengah ke atas. Di balik kesuksesannya ternyata ada sebuah rahasia besar yang disimpannya. Karena kejadian satu malam yang pernah dilaluinya, mengubah semua arah kehidupan yang dicitakan oleh seorang Mutia.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Moena Elsa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Part 34
Mutia keluar dari ruangannya dan segera turun untuk menemui orang yang mencarinya. Meski keadaannya sedang tidak baik-baik saja, saat ini Mutia tetap menemuinya.
"Selamat siang nyonya" sapa ramah wanita cantik yang sedang hamil itu. "Selamat siang" balas Mutia dengan mengernyitkan alisnya. Karena merasa tak kenal dengan wanita di depannya. Sepertinya dia tanggap kalau Mutia merasa aneh dengannya, akhirnya dia mengulurkan tangan terlebih dahulu.
"Oh ya, maaf sampai lupa kenalan. Saya Janetra" ucapnya dengan nada yang sangat ramah.
Janetra, seperti pernah dengar nama wanita ini. Tapi di mana. Pikir Mutia.
"Maaf nyonya...saya Janetra, putri dari keluarga Supranoto. Calon istri dari Sebastian" jelasnya. "Deg..." jantung Mutia berdetak. Meski telah mendengar gosip itu, tapi hal itu tetap mengagetkan Mutia. Apalagi Sebastian saat ini sangat bersinggungan dengan dirinya.
"Ada keperluan apa nyonya sampai mencari saya" selidik Mutia. "Menjauhlah dari hidup Sebastian" ada nada mengancam dari suara Janetra. "Mengapa?" sanggah Mutia.
"Karena ulah putramu nyonya, Sebastian membatalkan pernikahan sepihak" tandasnya.
"Oh yaaa??? Bukannya tuan Sebastian dulu yang menghindar dari pernikahan kalian. Kebetulan saja sesudahnya dia bertemu putraku" balas tegas Mutia.
"Itu tidak benar nyonya Mutia. Dia meninggalkanku karena jelas-jelas menganggap putramu adalah putranya. Bahkan Sebastian tidak mau mengakui lagi kalau bayi yang kukandung ini adalah darah dagingnya" air mata buaya Janetra mulai mengalir di pipinya. Mutia tidak menjawab karena memang tidak mau mencampuri urusan orang lain.
"Sebaiknya kau urus saja masalahmu sendiri dengan tuan Sebastian, aku dan putraku tidak ada hubungannya dengan kalian" Mutia beranjak hendak meninggalkan tempat itu.
"Jelas saja ada, dengan kau menjadikan anakmu dekat dengan Sebastian. Maka aku akan sulit menjangkaunya" ucap sengit Janetra.
"Oh ya...? Hanya dengan kehadiran putraku di sisi tuan Sebastian kau anggap dia mengganggu hubunganmu. Eh Nona, aku tanya sekarang. Benarkah tuan Sebastian benar-benar mencintaimu?" tanya Mutia telak. Janetra mulai naik pitam. Kesan pertama yang ramah dan sok manis mulai menghilang, hingga watak aslinya muncul. "Nyonya Mutia, aku bilang sekali lagi jauhkan putramu dari calon suami dan juga ayah dari bayi ini" ancam Janetra sambil menunjuk perutnya. Mutia tersenyum sinis. "Apalagi ini Tuhan???" gumam Mutia saat ini. Mutia berlalu tanpa menjawab ucapan Janetra. Sementara Janetra yang terus memanggil-manggil namanya tidak dia perdulikan lagi.
Mutia meluncur menjemput Langit, meski belum waktunya jam pulang sekolah. "Bun, kok bukan daddy yang jemput?" tanya Langit sesaat memasuki mobil. "Daddy sibuk sayang. Giliran bunda yang jemput" jawab Mutia lembut. "Langit, liburan yuk???" ajak Mutia tiba-tiba. Dengan bergurau Langit memegang kening bunda nya. "Bunda nggak demam kan?" candanya. "Ya nggak lah" Mutia menggenggam tangan Langit yang masih di keningnya. "Tapi kenapa bunda tiba-tiba ingin liburan?" penasaran Langit. "Ingin aja. Bunda lagi suntuk nih. Mau kan nemenin Bunda" Mutia merayu Langit. "Tapi harus sama daddy ya??" seloroh Langit. "Loh, Daddy Langit kan lagi sibuk sayang. Mana bisa pergi meninggalkan kerjaan" Mutia mencari alasan yang bisa diterima Langit. "Bunda juga sibuk, tapi bisa liburan?" sahut Langit. Ternyata tak mudah merayu Langit, Mutia menghela nafas panjang. "Langit, perusahaan Daddy itu paling gedhe di negara ini. Akan sangat susah mengajak Daddy liburan. Mau ya Langit, plisssss" Mutia mengedipkan sebelah matanya. Langit pun dengan sedikit berat hati mengiyakan permintaan bunda nya.
"Kita naik kereta aja ya. Langit kan belum pernah naik" ujar Mutia. "Benarkah???" tanya Langit antusias. Memang selama ini Mutia selalu mengajak bepergian dengan naik pesawat atau mobil pribadi. Mutia mangganti seragam sekolah Langit dengan pakaian biasa yang telah disiapkan di mobil. "Come on....kita naik kereta....yeeeeeiiiiiiiii...naik kereta api tut....tut...." Langit bernyanyi dengan riangnya. Bahkan permintaan untuk mengajak Daddy Sebastian seakan telah dilupakan olehnya.
Mutia dan Langit naik gerbong eksekutif. Mutia hanya menuruti arah tujuan kereta api itu, tanpa tau untuk apa dia pergi ke sana. Intinya, saat ini Mutia hanya ingin butuh ketenangan. Ketenangan batin yang beberapa hari ini telah terkoyak dengan beberapa kejadian yang tak pernah dia duga.
Langit telah tertidur di pangkuannya. Mutia mengambil ponselnya, dan mengirim pesan untuk Dena. "Dena, kelola Mutia Bakery dengan baik. Aku pergi dulu" pamit Mutia dan segera mematikan ponselnya.
Sementara di perusahaan Blue Sky, Sebastian buru-buru mengakhiri rapat nya karena ada janji dengan Langit untuk menjemputnya. Dia tidak ingin kehilangan momen bersama anaknya yang terlewat selama lima tahun lebih.
Sebastian memarkirkan mobilnya di parkiran sekolah, dan segera menuju kelas Langit. Miss Widya yang menjadi wali kelas Langit menghampiri Sebastian yang sedang sibuk mencari keberadaan Langit. "Maaf Tuan, mencari Langit?" tanyanya. "Iya Miss, tadi sudah janji mau jemput" tukas Sebastian. "Tapi Langit sudah dijemput bunda nya. Bahkan saat kegiatan sekolah masih berlangsung tadi" miss Widya memberitahu. "Kenapa miss? Apa Langit sakit?" tanya Sebastian kembali. "Ooooo...nggak kok Tuan. Tapi bundanya tadi bilang kalau sedang sibuk, jadi menyempatkan menjemput Langit terlebih dahulu" jelas miss Widya. "Baiklah, makasih miss Widya" jawab Sebastian sekalian pamit.
Sebastian langsung meluncur ke perusahaan Mutia. Sampai di sana, Sebastian menanyakan keberadaan ruangan Mutia ke karyawan yang berjaga di outlet bakery. Setelah tau dia langsung berlari ke ruangan Mutia. Dena yang baru saja keluar dari gudang pun melihat Sebastian yang berlari menuju ruangan Mutia. Sebastian mengetuk pintu ruangan itu beberapa kali tapi tidak ada yang menyahut. Saat berbalik, dijumpainya Dena yang sedang menatapnya. "Ada apa Tuan?" tanya Dena. "Langit nya ada?" Sebastian malah balik bertanya. "Loh, bukannya Tuan yang janji mau menjemput Langit. Kalau kakak Mutia kayaknya ada di ruangannya. Dari tadi nggak bilang apa-apa ke aku" ulas Dena. Dena pun membuka pintu ruangan Mutia, dan didapatinya ruangan yang kosong. "Aneh, kak Mutia ke mana ya?" gumam Dena. Dena menyusur ruangan, kamar yang biasanya dipakai istirahat Langit pun tak terlewatkan.
"Kok nggak ada ya Tuan. Tadi aku ketemu terakhir saat Kak Mutia menemui tamu yang katanya mencarinya. Selepas itu aku belum ketemu lagi dengannya" cerita Dena. "Boleh kau hubungi? Barangkali Mutia mengirimkan pesan kepadamu nona" ucap Sebastian. "Benar juga ya. Tapi kak Mutia jarang sekali mengirim pesan. Kalau penting biasanya langsung nelpon" sahut Dena. "Coba aja" seloroh Sebastian. Dena pun mengambil ponsel dari sakunya dan menekan paswordnya. Sebuah pesan masuk dari Mutia, "Dena, kelola Mutia Bakery dengan baik. Aku pergi dulu" bunyi pesan Mutia yang telah dibaca Dena. "Ini apa maksudnya ya Tuan????" tanya Dena sambil menunjukkan pesan yang dikirim Mutia. Sebastian pun mencermati isi pesan Mutia itu. Tanpa sepatah kata pun Sebastian langsung keluar dari ruangan dan berlari menuju mobilnya.
🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺🌺
To be continued
*Makasih yang udah kasih like, komen, bahkan hadiah. Kutunggu vote nya juga ya 🤗🤗🤗
Lope...lope...semuanya*
jadi akhirnya ngga jadi Makan /Smile//Smile/