Misca Veronica merupakan seorang pembantu yang harus terjebak di dalam perseteruan anak dan ayah. Hidup yang awalnya tenang, berubah menjadi panas.
"Berapa kali kali Daddy bilang, jangan pernah jodohkan Daddy!" [Devanno Aldebaran]
"Pura-pura nolak, pas ketemu rasanya mau loucing dedek baru. Dasar duda meresahkan!" [Sancia Aldebaran]
Beginilah kucing yang sudah lama tidak bi-rahi, sekalinya menemukan lawan yang tepat pasti tidak mungkin menolak.
Akan tetapi, Misca yang berasal dari kalangan bawah harus menghadapi hujatan yang cukup membuatnya ragu untuk menjadi Nyonya Devano.
Lantas, bagaimana keseruan mereka selanjutnya? Bisakah Cia mempersatukan Misca dan Devano? Saksikan kisahnya hanya di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Mphoon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Kecemburuan Devano
10 menit berlalu, Devan dan Misca masih berdiri melihat kondisi Cia yang ditangani oleh sang dokter. Setelah dipastikan semua alat terpasang dengan benar, kondisi mulai stabil. Barulah dokter keluar untuk memberikan informasi lebih lanjut.
"Dok, bagaimana kondisi anak saya? Semuanya baik-baik saja, 'kan? Tidak ada yang perlu dikhawatirkan?" tanya Devano cemas, tak tenang memikirkan tentang Cia.
"Sejauh ini kondisi Nona Cia cukup aman, Tuan. Saya sudah memberikan yang terbaik untuk Nona Cia. Hanya saja panas yang tinggi membuat Nona Cia tidak sadarkan diri. Kita berdoa saja semoga Nona Cia secepatnya bisa melewati masa kritisnya," jawab dokter penuh harapan.
"Pasti, Dok. Kami pasti akan selalu mendoakan yang terbaik untuk kesembuhan Non Cia. Sekali lagi terima kasih sudah berjuang sejauh ini," sahut Misca memberikan senyuman kecil bersamaan lesung pipi yang terlihat manis.
Sang dokter pun membalas senyuman Misca disertai anggukan kecil, "Ini sudah menjadi tugas kami untuk memberikan perawatan terbaik untuk para pasien, jadi Nyonya tidak perlu berterima kasih. Cukup bantu kami dengan doa itu sudah cukup supaya Nona Cia segera pulih dari masa kritisnya."
Misca mengangguk tanpa menghilangkan senyum yang telah diberikan untuk sang dokter. Sementara Devano yang menyaksikan pemandangan itu, tiba-tiba merasakan hawa panas di dalam hati.
Kobaran api yang menyala-nyala pertanda jika saat ini Devano sudah mulai merasakan kecemburuan yang terbilang sepele, hanya karena senyuman.
"Apa-apaan ini? Perasaan dia tidak pernah memberikan senyuman manis itu untukku, terus kenapa pria lain mendapatkannya? Benar-benar tidak adil!" batin Devano.
Selepas sang dokter dan asistennya pergi meninggalkan ruang ICU. Devano langsung menarik tangan Misca, lalu mengunci tubuh mungil itu di dinding sambil menatap intens manik mata yang telah memberikan warna untuk hidup barunya.
"Tu-tuan, Tu-tuan mau a-apa?" Bibir Misca bergetar hebat merasakan seluruh tubuhnya menjadi kaku. Desiran darah mulai naik bersama bulu kuduk yang bangkit dari tidurnya.
Misca terlihat takut sekali. Ini kali pertamanya dia bisa berdekatan sedekat ini oleh pria, hingga jarak wajah saja sebatas hidung yang tidak menempel.
"Apa maksudmu memberikan senyuman itu pada dokter, hem? Apa kamu lupa, kalau sekarang kamu sudah menjadi milikku?" tanya Devano tanpa mengalihkan pandangannya dari wajah manis Misca yang penuh kesederhanaan.
"A-apa maksud Tuan berkata seperti itu? Me-memangnya aku tidak boleh tersenyum?" tanya Misca kembali. Wajahnya terlihat gugup sekali saat merasakan betapa hangatnya napas Devano yang langsung menembus hati.
"Tidak!" jawab Devano cepat, "Ingat baik-baik, Misca! Senyummu itu hanya diperbolehkan untukku, bukan pria lain! Sekali lagi aku melihatmu tersenyum di depan para pria, jangan salahkan bila hari itu juga mereka akan masuk rumah sakit!"
Ancaman Devano kali ini benar-benar mengerikan. Dia tidak akan main-main sama apa yang telah diucapkan. Misca saja sampai tidak berkutik saking tegangnya menatap wajah tampan sang pria dari jarak kurang lebih tiga sentimeter.
"A-apa hak Tuan mengatakan hal itu? Saya senyum ataupun tidak itu bukan urusan Tu---"
Perkataan Misca terhenti saat bibir Devano telah mendarat tepat di bibirnya. Satu kecupan manis secara sekilas dia berikan untuk membungkam suata yang tidak ingin didengar.
Terbayang bukan, bagaimana syoknya Misca sekarang? Dia sampai membuka mata lebar-lebar menerima serangan dadakan tanpa adanya persiapan.
"Itu hukuman karena kamu sudah membantah calon suamimu!" tegas Devano. Pipinya terlihat merah sekali menahan malu telah berani mengambil yang bukan haknya.
Sejujurnya Devano sendiri pun terkejut. Kejadian itu begitu cepat. Entah perasaan apa yang merasukinya sampai dia memiliki beranian tingkat dewa untuk mencium bibir ranum Misca tanpa izin.
"Intinya saya tidak suka pria lain melihatmu tersenyum! Camkan baik-baik, mulai hari ini kamu sudah menjadi milikku! Anggaplah ciuman tadi sebagai tanda jadi kita, yang artinya kamu sudah terikat padaku dan tidak akan pernah bisa lepas!"
"Aku mau ke kamar mandi dulu. Tolong jaga Cia, sebentar. Aku akan segera kembali. Jangan ke mana-mana, tunggu di sini, Mine!"
Devano sudah tak kuat menahan malu. Dia lebih memilih untuk menghindar sejenak ke kamar mandi meninggalkan Misca yang masih berdiri mematung dalam keadaan wajah syok, pipi merona, juga jantung yang hampir terlepas dari tempatnya.
"Tu-tuhan, a-apakah tadi mimpi?" tanya Misca dalam hati yang masih tidak percaya atas kejadian tersebut.
Perlahan tangannya terangkat mengelus bibir ranum yang habis menerima penghargaan dan belum lama terkena serangan dadakan dari duda menyebalkan. Harusnya ciuman itu diberikan kepada pria yang akan menjadi suami. Namun, Devano mengambil lebih dulu.
"Ci-ciuman pertamaku?" gumam Misca. Dia masih terhanyut di dalam perasaan yang tak bisa dijelaskan oleh kata-kata.
Akan tetapi, sedetik kemudian Misca berteriak kesal memanggil nama Devano sampai sang suster yang berjaga di ruang ICU keluar untuk memberikan peringatan.
Sementara di kamar mandi Devano tersenyum lebar di depan cermin panjang. Dia tidak menyangka hari ini sikapnya sangat liar.
"Manis heheh ...."
Davino terkekeh sendiri bagaikan orang gila yang sedang mengaca. Dia tidak menyangka cinta mampu merubah segalanya yang tadinya tidak mungkin menjadi mungkin.
Ini kali kedua Devano merasakan jatuh cinta sampai tidak dapat membedakan mana cinta pertama dan cinta terakhir. Semua rasanya sama. Sama-sama berhasil merubah hidup yang gelap menjadi terang.
Berbeda sama Cia yang ternyata telah berada di suatu tempat yang sangat indah. Harumnya bunga tercium menyegarkan, apalagi kupu-kupu cantik yang berterbangan di taman terlihat cantik.
"Di-di mana aku? Te-tempat apa ini? Terus Daddy ada di mana? Kenapa aku sendirian di sini?"
Pertanyaan itu terus memenuhi isi pikiran Cia lantaran tidak berhasil menemukan siapa-siapa termasuk Devano. Sampai akhirnya sebuah cahaya putih terang mendadak muncul refleks membuat gadis kecil itu menutup mata akibat terlalu silau.
"Awsshh, cahaya apa itu?" tanya Cia bingung. Dia mengucek mata berulang kali karena pandangannya sedikit buram.
Tak lama cahaya itu menghilang tergantikan oleh seseorang yang berdiri tepat di hadapan Cia sambil berjongkok penuh senyuman indah.
"Hai, Cantik!"
...*...
...*...
...*...
...Bersambung...
" aku membencimu"