Tak sekedar menambatkan hati pada seseorang, kisah cinta yang bahkan mampu menitahnya menuju jannah.
Juna, harus menerima sebuah tulah karena rasa bencinya terhadap adik angkat.
Kisah benci menjadi cinta?
Suatu keadaanlah yang berhasil memutarbalikkan perasaannya.
Bissmillah cinta, tak sekedar melabuhkan hati pada seseorang, kisah benci jadi cinta yang mampu memapahnya hingga ke surga
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Andreane, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
18
Happy reading.
Maaf kalau ada typo.
Suasana setelah makan malam di rumah Jazil terasa begitu riuh. Itu karena ada tiga anak kecil yang berseru-seru bahagia saat bermain dan bercanda.
Dua anak laki-laki Jazil yang lain selain Juna beserta istri dan anaknya saat ini memang sedang berkumpul di rumah masa kecil mereka.
Kini mereka tengah bercengkrama di sebuah ruang keluarga sambil menonton televisi.
Jazil dan Juna duduk berjejer di sofa panjang, Angga sedang merebahkan diri di sofa juga, sementara Tita, Rezki dan juga Dini duduk lesehan di atas karpet.
Sedangkan Yura sibuk bermain dengan Tara, dan si kembar Nukha dan Naura.
Sembari mengobrol, mereka sesekali menatap layar televisi berukuran besar yang ada di hadapan mereka.
Tidak dengan Juna dan Angga. Mereka justru terus memusatkan pandangan pada layar ponsel yang mereka pegang menggunakan dua tangan.
"Rezki sama Dini datang juga ke resepsi Zizah besok, ya" Kata Jazil setelah tadi ada hening sesaat.
"Kapan mah?" Tanya Rezki, dengan sorot penuh menatap televisi.
"Dua kali kamis lagi"
"Insya Allah, mah"
"Di usahain datang ya, mewakili mama sama papa yang nggak bisa hadir"
"Iya, nanti di usahain" Jawab Rezki, masih fokus melihat acara di tv.
"Mas Angga jelas nggak bisa datang, iya?" Kali ini Jazil menoleh pada Angga.
"Nggak bisa, mah"
"Mbak Tita bisa?" Jazil lalu beralih menatap menantu pertamanya.
"Bisa, mah, datangnya barengan sama kamu ya Jun, repot kalau bawa dua bocil tanpa mas Angga"
"Insya Allah mbak"
"Emang Juna bisa?" Tanya Jazil.
"Bisa mah, kebetulan aku berangkat hari sabtunya, jadi bisa hadir"
"Sabtunya?" Jazil sedikit terkejut. "Kita sudah balik belum, Ngga?"
"Kayanya sudah mah, Acara intinya kan kamis malam, sekalian ngadain tahlil sama Yasin, hari jum'at syukuran ngundang anak yatim, nanti jum'at malam sabtu kita bisa langsung balik ke Jakarta"
"Syukurlah, jadi bisa antar Juna"
"Tugas di mana, Jun?" Rezki menyela.
"Papua, mas"
"Hati-hati di sana, Jun"
"Jangan bikin takut mama, Ki" Potong Jazil merasa khawatir.
"Bikin takut gimana, cuma bilang hati-hati doang, juga"
"Ya sama aja bikin takut mama makin naik"
"Ya hati-hati, lah. Kan nggak ikut perang" Balas Juna. "Doain saja biar selamat sampai pulang lagi"
"Doain ya pasti dong sayang. Mamah tuh nggak pernah lupa buat doain anak-anak mamah semua. Doain juga biar Juna pulang dari tugas bisa langsung nikah"
"Mama ini nikah-nikah mulu. Belum ada calon, mah"
"Ah iya, kamu ingat Sindy, Jun?" Dini ikut nimbrung. "Itu loh, sepupu aku yang dulu pas jamannya aku sama mas Rezki pacaran suka nemenin aku main ke sini. Dia sudah balik ke Indonesia loh, udah selesai kuliah"
"Sindy anaknya tante kamu, Din?" Tanya Jazil memindai wajah menantu keduanya.
"Iya, mah. Anaknya tante Mayang"
"Memangnya dia kuliah di mana?"
"Singapura mah, ambil kedokteran juga sama kayak om Juna"
"Oh" Timpal Jazil kembali memusatkan perhatian ke layar tv.
"Dia nanyain kamu, Jun. Pengin minta rekomendasi dari kamu juga mengenai rumah sakit mana yang bagus dan nyaman buat kerja"
"Semua rumah sakit bagus kok, mbak. Tinggal gimana dia sebagai dokter saat bekerja"
"Ya iya, si. Tapi kamu kan pengalaman, pasti punya rekomendasi, dong. Atau nanti Sindy aku kasih nomor kamu deh, biar bisa tanya-tanya langsung. Siapa tahu kalian cocok, bisa berjodoh juga"
"Kayaknya nggak akan ada waktu buat saling kontek, mbak. Aku pasti sibuk banget nanti"
"Ya di sempatin, Jun. Orangnya cantik, kok. High class banget. Kamu pasti langsung suka begitu lihat dia"
"Semua wanita kan cantik"
"Juna mau mamah jodohin, Din" Sambar Jazil kilat.
"Jodohin? Sama siapa mah"
"Ada deh, nanti kalau sudah waktunya mamah kasih tahu"
"Mamah ini ngelawak terus dari kemarin" Cicit Juna yang masih asyik bermain game di ponselnya.
"Nggak Zamannya main jodoh-jodohan kali, mah" Ujar Dini.
"Tahu nih, mamah" Celetuk Juna.
"Ya biarin, salah sendiri Juna nggak kunjung ngenalin cewek ke mamah"
"Mamah!" Tara berseru memanggil mamanya. Di susul oleh Nukha dan juga Naura. Mereka langsung duduk di dekat ibunya masing-masing.
"Capek, mah. Mau susu" Ucap Tara dengan manjanya.
"Okay, tunggu sebentar, mamah buat dulu susunya. Tara sama papah dulu" Dini bangkit, kemudian melangkah menuju dapur.
Tara menurut dan merebahkan diri di samping Rezki yang langsung di sambut oleh tangan kekarnya.
"Mah, aku ke kamar dulu ya, ini Azizah telfon" Pamit Yura. Tak hanya pada Jazil, Yura juga berpamitan dengan kakak-kakaknya.
Karena waktu juga semakin larut, Angga dan Tita akan segera pulang, tapi tidak dengan Rezki yang akan menginap di sini.
"Jangan terlalu malam telfonannya, Ra. Kamu harus istirahat" Pesan Jazil.
"Iya, mah"
Begitu Yura beranjak dari ruang keluarga, selang satu menit, Dini datang dari arah dapur.
Ia berdecak seraya melangkahkan kakinya.
"Si Yura jangan terlalu di manjain, mah. Nanti ketumanan dia. Dia kan sudah dewasa, mau telfonan sampai malam ya biarin aja" Pungkasnya sambil mengocok botol berisi susu formula untuk putranya. "Lama-lama bisa ngelunjak loh, mah"
"Mamah cuma ngingetin aja, Din"
"Jangan terlalu care mah, dia kan bukan anak kandung mamah, nanti kalau dia nikah, terus di bawa tinggal sama suaminya, dia pasti akan lupa sama kebaikan mama"
"Yura nggak gitu kok, mbak" Bela Juna. "Aku pastikan dia akan tetap bersama mama"
"Yang benar saja, Jun. Memangnya dia nggak akan nikah?"
"Aku ke kamar dulu, mah. Lelah, mau tidur"
"Aku juga pamit, mah" Ucap Angga bangkit dari rebahnya. "Sepertinya Nukha sama Naura juga sudah ngantuk"
"Nggak nginep sini aja, Ta?" Tanya Jazil merujuk ke sang menantu.
"Enggak mah, besok anak-anak sekolah, aku juga harus ke kantor tepat waktu. Ada meeting penting soalnya"
"Ya sudah, hati-hati"
****
Tepat pukul 21:30. Juna yang hendak ke kamar, ia menghentikan kakinya ketika melewati depan kamar Yura.
Lamat-lamat terdengar suara Yura tengah bersenda gurau melalui panggilan telfon.
Mendengar tawanya, Semangat Juna kian naik untuk menghafal surah Al-Mulk.
Mengenai jodoh dan tidaknya, biar Allah yang tentukan.
Bersambung..
Maaf ya, updatenya selalu di jam malam2, soalnya pagi sampe sore sibuk kerja, begitu pulang langsung sibuk ngurus anak, ngurus rumah, dan lain-lain.
Bisa nulis ya saat anak-anak sudah tidur biar bisa fokus dan enggak di ganggu.
Selamat membaca, semoga terhibur, sehat selalu buat kalian.
Makasih buat suportnya,
Peluk jauh...
Regard
Ane.
Malik ntar poligami
tp sy msh gregetan sm yura yg ga peka sm keinginan orang tuay dan juna jg ga trs terang sm yura klu dia suka...klu yura sdh tunangan sdh ga ada harapan buat juna...s.g aja ga jd khitbahy
ayo Thor lanjut lagi
ntar lama2 jd cinta..
lanjut mbak ane
yura kurang peka terhadap keinginan jazil, kurang peka dg perubahan juna dan kurang peka sama perasaan sendiri
yuk kak lanjut lagi
thanks author semangat ya berkarya