Pernikahan adalah sebuah janji seumur hidup di mana semoga orang ingin menikah dengan pilihannya sendiri, namun bagi Maura itu adalah sebuah angan-angan saja.
Dia harus menggantikan sang kakak yang kabur di hari pernikahannya, tekanan yang di dapat dari orang tuanya membuat Maura pun menyetujuinya karena dia tidak ingin membuat keluarganya malu.
Pernikahan ini terjadi karena sebuah hutang, di mana orang tuanya hutang begitu besar dengan keluarga calon suaminya itu, sosok pria yang sama sekali tidak Maura ketahui bagaimana wajahnya.
Bahkan selama beberapa kali pertemuan keluarga tidak pernah pria itu menampakkan wajahnya, dari rumor yang di dapat bahwa pria itu berwajah jelek sehingga tidak berani untuk menampakkan wajahnya, itu juga salah satu alasan sang Kaka memilih kabur di hari-h pernikahannya dan harus menumbalkan sang adik yaitu Maura.
Bagaimana kelanjutannya???
Yukkk kepoin cerita nya.
NB: Kalau ada typo boleh komen ya biar bisa di perbaiki
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon lala_syalala, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 16_Maafin Maura
"Bagiamana kondisi istri saya dok?" tanya Bara yang mengakui Maura sebagai istrinya, Maura boleh merasa senang sekali tidak ya.
Pipi wanita itu pun menjadi merah merona tat kala sang suami memanggilnya istri.
"Kondisi nyonya Maura baik baik saja, tapi untuk kakinya seperti nya terkilir, sudah saya obati jadi kemungkinan dua sampai tiga hari di anjurkan untuk beristirahat." ucap dokter tersebut.
Setelah itu dokter tersebut pun pergi karena pemeriksaan Maura sudah selesai, yang lainnya juga sudah meninggalkan kamar Maura hanya ada Maura, bara dan Bianca yang dari tadi merasa khawatir dengan kondisi kakak iparnya.
"Kenapa kamu masih di sini?" tanya Bara heran yang baru sadar kalau ada adiknya di sini.
"Kak Maura maafin Bianca ya, gara-gara Bianca kakak jadi kayak gini." seru Bianca sambil menundukkan kepalanya takut.
Maura membalas ucapan sang adik ipar dengan senyum merekah di bibirnya, dia sama sekali tidak menyalahkan sang adik karena ini semua memang kelalaian nya yang kurang berhati-hati.
"Gak papa kok Bianca, ini juga kelalaian kakak yang kurang hati-hati tadi." jawab Maura membaut kepala Bianca yang tertunduk tadi langsung melihat ke arah sang kakak ipar dengan raut wajah sumringah.
"Beneran kak?!" tanya Bianca lagi.
"Iya."
"Makasih kak." seru Bianca mendekati kakak iparnya kemudian memeluk erat tubuh Maura.
"Udah jangan lama lama, sana keluar." usir Bara menghentikan aksi sang adik.
"Ck kak Bara mah emang gak asih! Ya udah kalau gitu Bianca keluar ya kak, nanti kalau ada apa-apa kakak tinggal panggil Bianca aja." pamit Bianca kemudian menghilang dari balik pintu.
"Sekarang istirahat jangan banyak gerak." tegas Bara dengan datar namun dingin.
"Mas tapi aku pingin ke balkon, aku belum ngantuk." ucap Maura dengan sedikit takut tapi dia tidak suka jika harus berdiam di kasur saja.
"Gak! tidur di kasur saja, saya temani." ucap Bara sudah berbaring di samping Maura.
Akhirnya mau tidak mau Maura pun ikut berbaring dan mulai memejamkan matanya saat melihat sang suami memejamkan matanya dengan tangan nya dia taruh di pinggang sang istri, jangan lupa dengan remasan kecil di pinggang Maura menambah kesan romantis dan dewasa.
"Cepet amat, perasaan tadi katanya gak ngantuk." gumam Bara pelan saat dia sudah mendengar dengkuran halus dari sang istri.
Bara sebenarnya tadi tidak benar-benar tidur, dia hanya ingin memancing sang istri agar segera tidur, ternyata umpannya di makan oleh Maura.
"Cantik." gumam nya lagi mengamati wajah ayu sang istri yang begitu menenangkan hati, entah apa kah ada yang salah dengan Bara namun Bara merasa hatinya tidak baik baik saja melihat sang istri seperti ini sekarang.
"S*hit!" seru nya segera menuju ke kamar mandi menuntaskan apa yang harus dia tuntaskan.
Dia seorang pria normal, di satukan dengan wanita yang tidak lain dan bukan adalah istri nay sendiri sungguh menggoda imannya, bahkan dia hampir kelepasan beberapa kali karena dia pria normal.
Jam makan malam Bara menggendong sang istri turun ke bawah untuk duduk bersama di meja makan, sebenarnya ada kursi roda tapi memang Bara saja yang tidak ingin menggunakannya.
"Loh kan ada kursi rodanya sayang?" tanya mama Wina melihat Bara malah menggendong Maura.
"Ribet." jawab Bara kemudian menurunkan sang istri di kursinya.
"Bilang aja pingin gendong kak Maura, gitu aja kok segala alasan ribet." seru Bianca yang tepat sekali.
Kakak beradik ini memang sudah seperti Tom and Jerry saja yang sekali ribut, tapi kalau tidak ada pasti akan sangat rindu.
"Nak karena dengan kondisi kamu sekarang ini jadi papa, mama sama Bara memutuskan kita untuk kembali pulang saja." ucap papa Brian membuka suaranya.
Hal itu membuat Maura begitu sedih dan merasa bersalah sekali, semua karena dirinya sehingga liburan tipis-tipis keluarga suaminya jadi berantakan.
"Maafin Maura pa, ma, mas, Bianca karena gara-gara Maura liburan jadi lebih singkat." ucap Maura sambil menundukkan kepalanya merasa bersalah.
"Hey ngapain minta maaf, ini semua bukan salah kamu." ucap Bara tidak suka jika sang istri seperti ini.
"Sayang apa yang di katakan Bara itu benar, ini bukan salah kamu dan mama juga mulai bosen dengan puncak jadi kangen banget sama ibu kota." ucap Amma Wina menimpali sang anak.
Akhirnya pagi harinya mobil yang di tumpangi keluarga Anderson sudah mulai meninggalkan puncak dan kembali ke ibu kota.
.
.
Bersambung.....
ᑲᥡk ᥡg gk sk sm mᥲᥙrᥲ...