NovelToon NovelToon
Dipaksa Menikahi Tuan Muda Terbuang

Dipaksa Menikahi Tuan Muda Terbuang

Status: sedang berlangsung
Genre:Nikahmuda / Mafia / Cinta setelah menikah / Cinta Seiring Waktu / Dijodohkan Orang Tua
Popularitas:5.5k
Nilai: 5
Nama Author: PenaBintang

Ruby Lauren dan Dominic Larsen terjebak dalam pernikahan yang tidak mereka inginkan.
Apakah mereka akan berakhir dengan perpisahan? Atau sebaliknya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaBintang , isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Dominic Panik

Ruby dan Dominic telah tiba di mansion. Pelayan segera membawakan barang-barang belanjaan Ruby ke dalam kamar.

"Biar aku saja," kata Ruby.

"Biarkan pelayan yang membawakannya, itu tugas mereka semua. Mereka dibayar untuk hal itu," sahut Dominic.

Ruby terdiam, akhirnya dia memberikan semua barang belanjaannya kepada pelayan, daripada mendengarkan ocehan dari Dominic.

Amora, pelayan yang sejak tadi menatap sinis Dominic, langsung mendapati tatapan tajam dari pria itu. Sontak Amora menundukkan kepalanya.

"Aku membayar mereka untuk tugas-tugas seperti ini, dan seharusnya mereka patuh padaku, tetapi mereka malah menggigitku," cibir Dominic.

Ruby paham apa yang dikatakan Dominic. Dia sangat menyadari jika semua pelayan di mansion itu bekerja untuk Angelic.

Dominic berdecak kesal. Dia lalu melangkah pergi meninggalkan Ruby dan pelayan-pelayan yang ada di sana.

Melihat Dominic melangkah pergi, Ruby segera mengejarnya dengan cepat. Langkah kakinya terburu-buru.

Dominic yang menyadari jika Ruby mengikutinya, segera berhenti dan menghadap ke belakang, menolak keberadaan Ruby di belakangnya. "Jangan ikuti aku, Ruby. Aku perlu bicara dengan Robin dan tidak boleh ada orang lain yang mendengarnya," katanya dengan nada tegas.

Ruby yang kebingungan mengerutkan dahi, lalu dia berkata, "Tapi Dom, aku bukan sedang mengikutimu. Kau yang tanpa sadar membawa tas milikku, dan aku hanya ingin mengambilnya," ujarnya sambil menunjuk tasnya yang tergantung di bahu Dominic.

Dominic menatap turun ke bahu, dan seketika itu pula dia menyadari kesalahannya. Dia cepat-cepat melepas tas itu dan, dengan wajah memerah, melemparkannya kembali ke Ruby.

"Lain kali, jangan titipkan barang-barangmu padaku," gerutunya, mencoba menyembunyikan rasa malunya.

Ruby hanya tersenyum dan tertawa pelan, memecah ketegangan, “Santai saja, Dom. Kau tidak perlu malu, hanya aku yang melihatnya."

"Kau pikir semua pelayan tadi buta?" balas Dominic ketus.

"Apa salahnya?" balas Ruby terkekeh. "Mereka pasti mengira kau suami yang baik, yang mau membawakan tas istrinya."

Dominic mengernyit, pandangannya mulai tajam kepada Ruby. Ruby, yang awalnya berniat mengejek lebih lanjut, segera menangkap aura kemarahan yang kian terpancar dari wajah Dominic. Dengan tawa yang terputus-putus, dia mundur beberapa langkah dan pergi, meninggalkan Dominic yang masih bergumam kesal sambil memandang tas yang kini bergantung di bahu Ruby.

Dominic tersenyum kecil melihat Ruby yang berlari meninggalkannya. Dia merasa wanita itu sangat lucu sekali.

Dari jauh, Robin memperhatikan. "Akhirnya Tuan bisa melupakan Elisa. Dia memang harus bisa melupakan wanita itu dan memulai lembaran baru."

Setelah Dominic menghampirinya, mereka segera masuk ke dalam ruangan rahasia yang ada di ujung lorong. Pintu ruangan rahasia itu ada ukiran ular besar dengan mata berwarna hijau.

Dominic merogoh saku celananya untuk mengeluarkan kartu akses. Dengan gerakan pelan, dia menempelkan kartu tersebut pada panel pintu.

Pintu perlahan terbuka dengan suara berdecit, menampakkan ruang di dalam yang langsung terang benderang oleh lampu yang menyala otomatis serta hembusan udara sejuk dari pendingin ruangan. Segera setelah Robin menginjakkan kaki ke dalam, Dominic dengan cepat menarik pintu tutup dan kembali ke posisinya semula, terkunci dengan sendirinya, memastikan keamanan mereka berdua di dalam ruangan tersebut.

Dominic menggeser kursi dan duduk menghadap Robin, kedua tangannya bertaut di atas meja. Cahaya lampu dari atas meja menerangi ekspresi serius di wajahnya.

Robin mengeluarkan sebuah kartu undangan kecil. "Salah satu keluarga Mafia mengadakan pesta, mereka mengundang klan kita."

Dominic menatap kartu undangan itu. "Menurutmu...... Apa mereka sengaja mengundangku?"

"Aku rasa begitu, Tuan. Sebaiknya kita tidak perlu hadir saja," jawab Robin.

Dominic mengetukkan jarinya di atas meja. Dia tampak berpikir sejenak dan memandang ke lemari besi, kemudian dia menatap kembali Robin dengan wajah yang serius. "Tidak ada yang tahu tentang aku bukan?" tanyanya, suaranya rendah namun tegas.

Robin, yang duduk di depannya, hanya memberikan anggukan singkat. "Tidak ada, Tuan," jawabnya, memastikan bahwa identitas Dominic tetap aman.

Dominic merenung sejenak, kemudian berkata, "Aku akan hadir, tapi dengan menggunakan topeng dan menutup tato yang ada di leherku." Matanya menatap lurus ke arah Robin, mencari tanda-tanda keraguan atau ketidaksetujuan.

"Kau yakin, Tuan?" tanya Robin, masih ragu. Suaranya bergetar sedikit, menandakan kekhawatiran terhadap keselamatan Dominic.

Dominic mengangguk dengan tegas, keputusannya sudah bulat. "Aku harus tahu apa yang mereka rencanakan, dan ini cara terbaik untuk melakukannya tanpa menarik perhatian. Jika kita tidak hadir, mereka akan curiga, kita juga terlalu tertutup."

"Anda benar juga, Tuan. Tapi kita harus merencanakan sesuatu supaya langkah yang kita ambil ini tidak menimbulkan kesalahan yang bisa mengakibatkan kerugian pada kita," ujar Robin, menatap Dominic dengan serius. "Seperti tadi, kau tiba-tiba mendapatkan serangan bukan? Kau sedang diincar, Tuan. Bukan hanya dari keluarga Larsen saja." Robin menambahkan, Dominic hanya menanggapi dengan anggukan.

Mereka lalu menyusun rencana dengan detail. Robin mengeluarkan peta dan beberapa foto dari saku jasnya, menunjukkan lokasi pesta dan beberapa jalur masuk yang bisa digunakan. Dominic mendengarkan dengan seksama, sesekali menunjuk atau memberikan komentar. Keduanya tampak sangat fokus, menyadari bahwa kesalahan kecil bisa berakibat fatal.

"Kita harus berhati-hati, jangan sampai masuk ke dalam jebakan. Klan Maschera di ferro sangatlah licik," kata Robin.

"Ya, aku tahu. Aku sudah menghafal semua kelicikan mereka," sahut Dominic, sembari memperhatikan foto-foto yang diberikan oleh Robin.

Setelah mengamatinya, Dominic sudah tahu apa yang akan dia lakukan nantinya. Dia mengatakan kepada Robin rencananya ketika tiba di pesta.

...****************...

Setelah membicarakan hal penting dengan Robin, Dominic kembali ke dalam kamar. Di dalam kamar itu, dia tidak mendapati keberadaan Ruby. Namun, dia mendengar suara air dari kamar mandi yang pintunya tidak tertutup rapat.

Melihat pintu kamar mandi yang sedikit terbuka, Dominic ingin sekali menjahili Ruby. Namun, dia urungkan, sebab dia merasa aneh jika tiba-tiba menjahili wanita itu.

Dominic lalu melepaskan kemejanya, menatap luka-luka kecil di lengannya. "Lucu sekali ketika mengingat banyak yang mengincar ku," gumamnya terkekeh. "Siapa lagi selanjutnya? Sungguh menyebalkan!"

Tiba-tiba ponselnya berdering. Dominic segera menjawab panggilan itu. Dari seberang telepon, suara seorang pria berbicara, "Tuan, aku tidak menemukan jejak orang-orang yang kau kirimkan fotonya. Sepertinya mereka sudah meninggal."

"Kau yakin mereka meninggal!? Atau kau hanya menebak-nebak saja!" ucap Dominic dengan nada tinggi.

"Aku hanya menebak saja, sebab tidak menemukan keberadaan mereka," sahut pria itu.

"Cari lagi yang benar, Alfonso! Aku tidak mau mendapatkan informasi yang hanya dari tebakan! Aku membayarmu bukan!?"

"Ba-baiklah, aku akan mencari tahu lagi," sahut Alfonso.

"Cari tahu dengan benar, mereka masih hidup atau sudah meninggal. Jika sudah meninggal, kau harus mendapatkan jasadnya!"

"Baik." Alfonso menyahut dengan lemah.

Setelah itu, Dominic memutuskan sambungan telepon. Lalu, dari arah belakang, Ruby bertanya, "Siapa yang meninggal, Dom?"

Mendengar pertanyaan Ruby, Dominic langsung terlihat panik.

...****************...

1
safana
masih dengan sikap dingin dan datar nya meskipun udah ada rasa gengsi kali kau tuan
safana
gak akan sia2 kan dom mulai menerima Ruby ada nilai plus nya juga gak ada apa2 nya klo di bandingkn dgn yg masa lalu
safana
banyak klii musuhmu dom ke mall aja ada yg ngintil
safana
siapa sih orang yg bertopeng itu,apa mungkin itu brayn
safana
good job Ruby ternyata sumpah mu udah kesampaian
safana
jatuh cinta juga ga apa2 tuan gak ada yang salah toh dia istrimu
safana
ada2 aja si dom pke nyalahin si Ruby lagi
safana
semakin banyak intrik di hidup ruby
safana
jahatnya Lo brayn,ku doakan agak keinginan mu tidak tercapai
safana
Maruk loh dom sama kamu di sia siain di lirik bryan kagak ikhlas
safana
gak papa pelukan dulu
safana
meleleh juga hati mu dom padahal dia seorang chef Lo,bukan tingkatanmu tp merasa iri ya
safana
terlalu sering di hianati orang2 bahkan slalu bekerja sama dengan keluarganya makanya sakalipun ada yang tulus akan sulit mempercayainya
safana
bagaimana tidak dingin sikap ya terhadap Ruby,kenangan masa lalunya aja masih ada apalagi di hatinya
safana
apakah keluarga Ruby bekerja sama dengan kel Larsen di belakang Ruby sehingga sesedah Ruby menikah mereka pergi
safana
fakta yang baru Ruby terungkap
safana
siap2 dom hatimu di buat meleleh Ama senyumnya ruby
safana
yang sabar ya Ruby menjadi keluarga besar dari keluarga yang penuh intrik
safana
bakar aja Ruby tuh si domonic nya biar hangat dan mencair
safana
tunggu aja Ruby entar juga mencair
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!